Puisi: Sabang (Karya Mustafa Ismail)

Puisi "Sabang" karya Mustafa Ismail menggambarkan sebuah gambaran yang kaya akan nuansa alam, kehidupan masyarakat, dan kerinduan. Dengan gaya yang ..
Sabang

Dari taman di tepi laut ini: suara perahu mesin hijau
menembus hingga ujung pulau

Seorang perempuan muda berdiri di tepi menanti sang lelaki kembali
membariskan sisa-sisa mimpi

Di sebuah rumah kecil sudut lain
anak-anak memasak buku-buku sekolah yang kusut dan rusak

Kapal-kapal datang dan pergi
mengangkut kota-kota dari segenap pojok bumi: harum dan wangi

Mereka mendaki bukit-bukit dan menulis nama masing-masing
di kilometer nol dengan tinta merah

Dan kau menggigil membayangkan
pohon-pohon memerah dan memuncratkan getah darah

Hingga malam jatuh dan ombak berhenti berdebur:
kau hanya menulis sepotong surat cinta

Yang tak pernah kau tahu harus mengirimnya ke mana
alamat telah rusak dan kapal-kapal sudah bertolak

Kau hanya bisa memandang buritan diselingi peluit yang melengking
arloji telah hanyut, air mata telah kering.

Sabang, 29 November 2016

Analisis Puisi:

Puisi "Sabang" karya Mustafa Ismail menggambarkan sebuah gambaran yang kaya akan nuansa alam, kehidupan masyarakat, dan kerinduan. Dengan gaya yang khas dan imajinatif, Ismail mengajak pembaca untuk merasakan atmosfer dan emosi dari sebuah tempat yang penuh dengan makna sejarah dan simbolisme.

Gambaran Alam dan Kehidupan Sehari-hari

Puisi ini dibuka dengan gambaran tentang taman di tepi laut yang menunjukkan aktivitas sehari-hari, seperti suara perahu mesin hijau yang menembus ujung pulau. Ini menggambarkan kehidupan yang sibuk dan dinamis di sekitar pantai Sabang, sebuah tempat yang menjadi simbol kehidupan sehari-hari masyarakat.

Cerita Kehidupan Manusia

Puisi ini juga menghadirkan cerita-cerita kehidupan manusia yang beragam. Misalnya, perempuan muda yang menanti sang lelaki kembali, membariskan sisa-sisa mimpi. Gambaran ini menyoroti kerinduan, harapan, dan penantian yang mewarnai kehidupan sehari-hari di Sabang.

Simbolisme dan Identitas Lokal

Di bait selanjutnya, Ismail menggunakan simbolisme kuat untuk menggambarkan identitas lokal Sabang. Anak-anak yang memasak buku-buku sekolah yang kusut dan rusak mencerminkan tantangan pendidikan dan kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat setempat. Kapal-kapal yang datang dan pergi mengangkut harum dan wangi dari berbagai kota di seluruh dunia menunjukkan Sabang sebagai titik persimpangan budaya dan perdagangan.

Sejarah dan Identitas Dirimu

Pada bagian selanjutnya, puisi ini menggambarkan ritual di mana penduduk setempat mendaki bukit-bukit dan menulis nama mereka di kilometer nol dengan tinta merah. Ini bukan hanya tindakan fisik, tetapi juga simbolis dalam menjaga dan merayakan identitas mereka sendiri di tengah-tengah arus globalisasi dan modernisasi.

Kerinduan dan Kehilangan

Terakhir, puisi ini menyentuh tema kerinduan dan kehilangan dengan indah. Malam jatuh dan ombak berhenti berdebur, menggambarkan momen ketenangan dan refleksi. Surat cinta yang ditulis namun tidak dikirim menyoroti perasaan kehilangan dan penyesalan, ketika waktu dan situasi sudah berubah.

Puisi "Sabang" karya Mustafa Ismail bukan hanya sekadar deskripsi visual, tetapi juga sebuah perjalanan emosional dan spiritual. Melalui penggambaran yang mendalam terhadap alam dan kehidupan sehari-hari di Sabang, Ismail mengajak pembaca untuk merenungkan makna dari kehidupan, kebudayaan lokal, dan pengalaman manusiawi yang universal. Dengan kata-kata yang indah dan imajinatif, Ismail berhasil menciptakan sebuah karya sastra yang menginspirasi dan memikat.

Mustafa Ismail
Puisi: Sabang
Karya: Mustafa Ismail

Biodata Mustafa Ismail:
  • Mustafa Ismail lahir pada tanggal 25 Agustus 1971 di Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.