Rindu Abadi
Kubaca suratmu dalam kegamangan daun-daun
rindu mengerang menimba luka bunga-bunga
belum juga usai membawa usiaku dari tahun ke tahun
hingga gerimis mengering di atap genteng
Seumpama rambut dipangkas dan tumbuh lagi
jadi seonggok mawar warnai harapan demi harapan
di tungku usia agar bertemu lagi ukur ketinggian
langit kedalaman sungai diammu
Maka kutulis lagi sepucuk surat padamu
pada tangkai musim yang tak pernah mati
agar kau tahu rindu pun tak akan mati
meski jasad telah letih dan tua dalam dekapan kalender
mengembarai matahari tangga usia
seperti daun-daun akhirnya gugur jadi humus
begitu pun jasad mengabu jadi tanah
tinggalkan rindu melolong-lolong sepanjang musim
Medan, 1996
Sumber: Suara Karya (Minggu, 6 Oktober 1996)
Analisis Puisi:
Puisi "Rindu Abadi" karya Harta Pinem merupakan sebuah karya yang menyelami kedalaman emosi dan pengalaman manusia terkait dengan perasaan rindu dan waktu. Melalui penggunaan metafora yang kuat dan bahasa yang puitis, puisi ini menggambarkan perasaan rindu yang tak pernah pudar meskipun waktu berlalu dan fisik manusia melemah.
Membaca Surat dalam Kegamangan Daun-daun
Pembukaan puisi dengan "Kubaca suratmu dalam kegamangan daun-daun" menciptakan suasana reflektif dan penuh keputusasaan. Daun-daun yang bergetar atau berguguran berfungsi sebagai simbol waktu dan perasaan rindu yang terus menerus muncul dalam kehidupan seseorang. Kegamangan ini mencerminkan ketidakpastian dan kesulitan dalam menyampaikan atau merespons rasa rindu yang mendalam.
Rindu yang Menggerogoti dan Luka Bunga-bunga
"Rindu mengerang menimba luka bunga-bunga" menunjukkan betapa mendalam dan nyerinya perasaan rindu yang dialami. Bunga-bunga, seringkali simbol keindahan dan harapan, kini mengalami luka akibat rindu yang merusak. Ini mencerminkan bagaimana rindu dapat mempengaruhi jiwa dan emosi seseorang secara signifikan.
Usia dan Harapan yang Tak Pernah Usai
"Panjang umurku dari tahun ke tahun" menggarisbawahi perasaan rindu yang bertahan lama, melawan perubahan waktu. Metafora tentang rambut yang dipangkas dan tumbuh kembali menunjukkan siklus kehidupan dan harapan yang tak pernah pudar, meskipun perasaan rindu dan usia terus berlalu.
Surat pada Tangkai Musim
Menulis "sepucuk surat padamu pada tangkai musim yang tak pernah mati" adalah usaha untuk mengungkapkan perasaan yang kekal meskipun waktu terus berlalu. Tangkai musim yang abadi melambangkan kesinambungan dan ketahanan perasaan rindu, yang tetap ada meskipun segala sesuatu berubah.
Rindu yang Tak Akan Mati
Puisi ini menekankan bahwa "rindu pun tak akan mati meski jasad telah letih dan tua." Ini menunjukkan keteguhan perasaan rindu yang tidak terpengaruh oleh kemunduran fisik atau waktu. Rindu, dalam konteks ini, adalah sesuatu yang abadi dan bertahan melawan batasan-batasan fisik.
Simbol Daun-Daun dan Jasad yang Mengabu
"Daun-daun akhirnya gugur jadi humus" dan "jasad mengabu jadi tanah" adalah metafora yang menggambarkan siklus kehidupan dan kematian. Meskipun tubuh manusia akan hancur dan menjadi bagian dari tanah, perasaan rindu tetap hidup dan berlanjut dalam bentuk yang lebih abstrak.
Puisi "Rindu Abadi" karya Harta Pinem adalah puisi yang menyelami kedalaman perasaan rindu yang tak pernah pudar meskipun waktu berlalu dan tubuh melemah. Dengan menggunakan metafora seperti daun-daun, bunga-bunga, dan tangkai musim, puisi ini menggambarkan keteguhan dan keberlanjutan rindu yang melawan batasan-batasan fisik dan waktu. Karya ini tidak hanya mengungkapkan rasa rindu tetapi juga menekankan ketahanan emosi manusia dalam menghadapi perubahan dan kefanaan.
Puisi: Rindu Abadi
Karya: Harta Pinem
Biodata Harta Pinem:
- Harta Pinem lahir pada tanggal 25 Juni 1958 di Juhar, Tanah Karo, Sumatera Utara.
- Harta Pinem meninggal dunia pada tanggal 24 Agustus 2021 di Medan.