Rahwana - Sita
Engkau sudah tercemar
sebelum kusentuh pertama kali.
Memang dunia ini tersaji
bagi insan yang berani memadu napsu
sampai batas akhir
sehingga hilang beda antara asmara
dan sorga.
Begitu dekat jarak antara nikmat cinta dan maut.
Sita, bajumu menjadi merah di tanganku
kena getah darah.
Hanya api, kukira,
api neraka
yang menyala seribu tahun
yang sempat menghanguskan semua noda
sehingga kita murni telanjang kembali
sebagai bayi.
Sumber: Horison (November, 1988)
Analisis Puisi:
Puisi "Rahwana - Sita" karya Subagio Sastrowardoyo mengeksplorasi tema kekuasaan, keinginan, dan kemurnian melalui lensa mitologi dan simbolisme yang dalam. Dengan merujuk pada karakter-karakter dari epik Ramayana, puisi ini menyajikan gambaran kompleks tentang hubungan dan perasaan yang melibatkan cinta, kemarahan, dan penebusan.
Ketercemaran dan Dosa
Puisi dimulai dengan pernyataan yang kuat, "Engkau sudah tercemar / sebelum kusentuh pertama kali." Kalimat ini menyiratkan bahwa karakter Sita sudah mengalami pencemaran atau dosa sebelum adanya interaksi fisik dengan Rahwana. Ini menunjukkan bahwa dalam konteks puisi, ketercemaran tidak hanya berasal dari tindakan pribadi tetapi juga bisa merupakan bagian dari nasib atau kondisi yang telah ada sebelumnya.
Kehidupan dan Nafsu
Pernyataan "Memang dunia ini tersaji / bagi insan yang berani memadu napsu / sampai batas akhir" mencerminkan pandangan bahwa kehidupan sering kali dipenuhi dengan perjuangan antara keinginan dan moralitas. Dunia ini dianggap sebagai tempat di mana individu harus menghadapi dan menaklukkan nafsu mereka, sering kali sampai batas yang ekstrem. Ini menunjukkan ketegangan antara keinginan sensual dan nilai-nilai etis.
Aspek Kegelapan dan Kematian
Kalimat "Begitu dekat jarak antara nikmat cinta dan maut" menyoroti betapa tipisnya batas antara kebahagiaan cinta dan kematian. Ini mencerminkan ide bahwa keduanya adalah dua sisi dari koin yang sama dan sering kali dapat saling mempengaruhi atau tumpang tindih.
Simbolisme Darah dan Api
"Darah" dan "api" adalah simbol penting dalam puisi ini. "Sita, bajumu menjadi merah di tanganku / kena getah darah" menunjukkan kekerasan dan penderitaan yang dialami oleh Sita sebagai akibat dari tindakan Rahwana. Getah darah ini melambangkan rasa bersalah dan dampak dari keinginan yang melampaui batas.
Sedangkan "Hanya api, kukira, / api neraka / yang menyala seribu tahun" menggambarkan ide tentang hukuman yang abadi. Api neraka sebagai simbol pembersihan atau penebusan melalui penderitaan yang berkepanjangan. Dalam puisi ini, api adalah alat untuk membakar semua noda dan dosa sehingga keduanya bisa "murni telanjang kembali / sebagai bayi."
Penebusan dan Kemurnian
Penutup puisi dengan "sehingga kita murni telanjang kembali / sebagai bayi" mengisyaratkan keinginan untuk penebusan dan pemulihan kemurnian. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada ketercemaran dan dosa, ada harapan untuk pemulihan dan kembali ke keadaan murni seperti bayi yang baru lahir.
Konflik Antara Nafsu dan Kemurnian
Puisi "Rahwana - Sita" menawarkan pandangan mendalam tentang konflik antara nafsu, dosa, dan penebusan. Dengan menggunakan simbolisme kuat dan referensi mitologis, Subagio Sastrowardoyo mengeksplorasi bagaimana keinginan dan tindakan manusia dapat membawa pada ketercemaran, tetapi juga bagaimana ada kemungkinan untuk penebusan dan pemulihan kemurnian.
Melalui penggambaran karakter-karakter mitologis dan elemen simbolis, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara cinta, kekuasaan, dan kemurnian. Ini adalah refleksi tentang bagaimana tindakan kita dan keinginan kita dapat mempengaruhi keadaan moral dan spiritual kita, dan bagaimana penebusan mungkin menjadi jalan untuk kembali ke keadaan murni dan tak tercemar.
Karya: Subagio Sastrowardoyo
Biodata Subagio Sastrowardoyo:
- Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
- Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.