Puisi: Prambanan (Karya Linus Suryadi AG)

Puisi "Prambanan" karya Linus Suryadi AG mengundang pembaca untuk meresapi keagungan dan misteri dari situs yang dikenal dengan arsitektur candi ...
Prambanan (1)

Menjulang bagai raksasa
bayangan pun ngungun jua
bukan epos, semata bukan chaos
pada rasa, pada mulanya: sepi aksara-aksara

Prambanan (2)

Berserak batu-batu, sayang
menyilang hening purbani
berserak angan, sayang
jagadmu, o, bayangmu bukan abstraksi!

Prambanan (3)

Pohon-pohon ketapang menyayup
menggapai puncak. masih abadi
pohon-pohon ketapang mencipta jarak
sunyi. bernaung di bawahnya kita, di sini.

1973

Sumber: Rumah Panggung (1988)

Analisis Puisi:

Puisi "Prambanan" karya Linus Suryadi AG adalah sebuah karya yang memadukan keindahan alam dengan kekayaan budaya, menciptakan sebuah refleksi mendalam tentang situs bersejarah Candi Prambanan. Melalui bahasa yang puitis dan simbolis, puisi ini mengundang pembaca untuk meresapi keagungan dan misteri dari situs yang dikenal dengan arsitektur candi Hindu terbesar di Indonesia.

Bagian (1): Keagungan Prambanan

Bagian pertama puisi ini menggambarkan Candi Prambanan sebagai struktur megah yang berdiri kokoh dan agung. "Menjulang bagai raksasa" mencerminkan betapa besar dan menawannya candi tersebut, sementara "bayangan pun ngungun jua" menambahkan dimensi mistis, seolah-olah bayangan dari candi juga memiliki kehadiran dan makna tersendiri.

Penulis menyebutkan "bukan epos, semata bukan chaos," menunjukkan bahwa Prambanan bukanlah sesuatu yang hanya bisa diceritakan dalam bentuk epik atau hanya sekelompok kekacauan. Melainkan, candi ini menyimpan rasa yang mendalam, yang tercermin dalam "sepi aksara-aksara," yaitu tulisan dan relief yang ada pada candi yang menceritakan kisah kuno. Puisi ini menyoroti bagaimana candi tersebut bukan hanya sebuah struktur fisik tetapi juga sebuah karya seni yang berbicara melalui simbol-simbol dan aksara-aksara yang ada pada reliefnya.

Bagian (2): Keberadaan dan Makna

Bagian kedua puisi ini menggarisbawahi kondisi fisik dan makna dari Candi Prambanan. "Berserak batu-batu" menunjukkan bagaimana puing-puing candi, meskipun tidak lagi utuh seperti dahulu, tetap menyimpan keheningan yang penuh makna. "Menyilang hening purbani" menggambarkan bagaimana sisa-sisa candi bercampur dengan ketenangan yang membungkus tempat tersebut, seolah-olah waktu dan sejarah telah berbaur dalam keheningan itu.

"Jagadmu, o, bayangmu bukan abstraksi!" mengungkapkan bahwa meskipun candi ini mungkin tampak seperti bayangan atau konsep abstrak, sebenarnya ia memiliki realitas yang sangat konkret dan berarti. Puisi ini menegaskan bahwa meskipun candi mungkin telah rusak dan usang, makna dan signifikansinya tetap sangat nyata dan berharga.

Bagian (3): Keberadaan Alam dan Hubungannya dengan Candi

Bagian terakhir puisi ini membawa pembaca ke dalam konteks alam di sekitar Candi Prambanan. "Pohon-pohon ketapang menyayup" menunjukkan pohon-pohon di sekitar candi yang seolah-olah menggapai ke puncak, menambah kesan keagungan dan keterhubungan dengan langit dan bumi. Pohon-pohon ini menjadi simbol kekuatan dan umur panjang, menggambarkan betapa abadi dan tak tergoyahkan candi itu, bahkan di tengah perubahan zaman.

"Pohon-pohon ketapang mencipta jarak sunyi" menyiratkan bahwa pohon-pohon tersebut menciptakan ruang yang tenang dan damai, di mana orang-orang dapat merenung dan merasakan kehadiran sejarah dan kebudayaan yang masih hidup di sekitar mereka. "Bernaung di bawahnya kita, di sini" mengungkapkan bagaimana kita sebagai pengunjung dan masyarakat modern dapat merasakan dan menghargai warisan budaya yang ada di sekitar kita, bernaung di bawah naungan pohon-pohon dan sejarah yang abadi.

Puisi "Prambanan" karya Linus Suryadi AG adalah sebuah karya yang memadukan keindahan arsitektur candi dengan kedalaman makna sejarah dan budaya. Melalui bahasa yang simbolis dan penuh makna, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan keagungan dan kekayaan budaya yang terkandung dalam situs bersejarah tersebut.

Setiap bagian dari puisi ini memberikan wawasan tentang bagaimana Candi Prambanan bukan hanya sebuah struktur fisik, tetapi juga sebuah simbol dari warisan budaya dan sejarah yang mendalam. Dengan menggambarkan kondisi fisik candi, makna di baliknya, dan keterhubungan dengan alam sekitar, puisi ini berhasil menangkap esensi dari Candi Prambanan dan menyampaikannya dalam bentuk yang penuh keindahan dan refleksi.

Linus Suryadi AG
Puisi: Prambanan
Karya: Linus Suryadi AG

Biodata Linus Suryadi AG:
  • Linus Suryadi AG lahir pada tanggal 3 Maret 1951 di dusun Kadisobo, Sleman, Yogyakarta.
  • Linus Suryadi AG meninggal dunia pada tanggal 30 Juli 1999 (pada usia 48 tahun) di Yogyakarta.
  • AG (Agustinus) adalah nama baptis Linus Suryadi sebagai pemeluk agama Katolik.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.