Ada yang baru nih dari Songmont! Tas Elegan dengan Kualitas Terbaik

Puisi: Piala (Karya Bakdi Soemanto)

Puisi "Piala" karya Bakdi Soemanto menggambarkan realitas kehidupan yang penuh dengan pengorbanan dan penderitaan. Ketiadaan pahlawan dan ...
Piala

Sebuah piala
darah dan anggur
di atas meja kehidupan.

Korban terbantai
di jelaga kehidupan.

Tak ada nama
bisa diucapkan,
karena tak ada pahlawan.

Tuhan telah dibantai
dan dibunuh setiap kali
di atas meja kehidupan.

Tatkala piala
diangkat dan anggur diminum
terasa ada tangan mengusik
dan mulut pun mengucap
"Bapa!"

1974

Sumber: Kata (2007)

Analisis Puisi:

Puisi "Piala" karya Bakdi Soemanto merupakan karya sastra yang penuh dengan simbolisme dan makna mendalam. Dalam puisi ini, Bakdi Soemanto menggunakan metafora yang kuat untuk menggambarkan realitas kehidupan, pengorbanan, dan ketuhanan.

Tema Utama

  • Kehidupan dan Pengorbanan: Puisi ini menggambarkan kehidupan sebagai sebuah meja di mana darah dan anggur—simbol dari pengorbanan dan perayaan—ditempatkan. Korban yang terbantai menunjukkan sisi kelam kehidupan di mana banyak yang harus menderita dan berkorban.
  • Ketiadaan Pahlawan: Baris "Tak ada nama bisa diucapkan, karena tak ada pahlawan" menunjukkan ketiadaan figur heroik dalam kehidupan. Ini bisa diinterpretasikan sebagai kritik terhadap masyarakat yang kehilangan teladan atau pahlawan sejati.
  • Ketuhanan dan Penghujatan: Tuhan yang dibantai dan dibunuh setiap kali di atas meja kehidupan menggambarkan hilangnya kepercayaan dan penghormatan terhadap yang Ilahi dalam kehidupan sehari-hari. Ini juga mencerminkan krisis spiritual yang dihadapi manusia modern.

Teknik Sastra

  • Metafora: Puisi ini penuh dengan metafora, seperti piala yang melambangkan kehidupan itu sendiri. Darah dan anggur di dalam piala menunjukkan dua aspek kehidupan: penderitaan dan perayaan.
  • Simbolisme: Meja kehidupan adalah simbol dari dunia di mana segala peristiwa terjadi, baik yang baik maupun yang buruk. Korban yang terbantai melambangkan penderitaan manusia, sementara piala dan anggur adalah simbol dari ritus keagamaan dan perayaan.

Interpretasi

  • Konflik Antara Sakral dan Profan: Puisi ini menggambarkan konflik antara yang sakral (ketuhanan, piala sebagai simbol keagamaan) dan yang profan (penderitaan, kekejaman hidup). Tuhan yang dibantai menggambarkan bagaimana nilai-nilai spiritual sering kali diabaikan atau dihina dalam kehidupan sehari-hari.
  • Krisis Eksistensial: Ketiadaan pahlawan dan korban yang terbantai menunjukkan krisis eksistensial yang dihadapi manusia. Dalam dunia yang penuh dengan penderitaan, manusia sering kali merasa kehilangan arah dan tujuan.
  • Panggilan Rohani: Pada akhir puisi, ketika piala diangkat dan anggur diminum, ada tangan yang mengusik dan mulut yang mengucap "Bapa!" Ini bisa diinterpretasikan sebagai panggilan rohani untuk kembali kepada Tuhan dan mencari makna dalam kehidupan yang penuh dengan penderitaan.
Puisi "Piala" karya Bakdi Soemanto adalah karya yang sarat dengan simbolisme dan makna mendalam. Melalui metafora piala, darah, dan anggur, puisi ini menggambarkan realitas kehidupan yang penuh dengan pengorbanan dan penderitaan. Ketiadaan pahlawan dan penghinaan terhadap Tuhan menunjukkan krisis eksistensial dan spiritual yang dihadapi manusia modern. Namun, pada akhirnya, puisi ini juga menyiratkan panggilan rohani untuk mencari kembali makna dan ketenangan dalam kehidupan yang penuh dengan tantangan. "Piala" adalah karya yang mengajak pembaca untuk merenungkan nilai-nilai kehidupan dan spiritualitas dalam konteks dunia yang kompleks dan penuh dengan paradoks.

Bakdi Soemanto
Puisi: Piala
Karya: Bakdi Soemanto

Biodata Bakdi Soemanto:
  • Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U lahir pada tanggal 29 Oktober 1941 di Solo, Jawa Tengah.
  • Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U meninggal dunia pada tanggal 11 Oktober 2014 (pada umur 72 tahun) di Yogyakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.