Pertemuan
Kita berhadapan tapi tak menyentuh. Mata tak
bertatapan. Pandangan hanya tercenung pada tepi
kain yang terjulai jatuh dekat kaki.
Aku tak menyebutmu engkau, tetapi tuan. Seperti
selayaknya kepada pendatang baru. Sebelum me-
nyapa aku menyembah.
Bahasaku terpilih bertatakrama. Kata-kata tak
langsung menyinggung diri. Aku menginginkan
pribadi tuan selamanya utuh.
Aku tak bertanya tuan berasal dari mana atau ke
mana akan pergi. Yang penting adalah bahwa tuan
ada, dan menjaga aku di ujung malam yang penuh
ancaman bencana. Aku lantas tak usah kawatir
apa aku bisa selamat sampai pagi.
Semula aku lupa, tak mengenal tuan kembali.
Tapi tanda-tanda kehadiran tak mengingkar. Tuan
adalah saudaraku yang lama kunanti. Saudara kem-
bar yang pernah berpisah, yang kucari dan kini
bertemu lagi.
Aku tak peduli apakah tuan perempuan atau le-
laki Tapi bayangan kita serupa seperti di muka
cermin. Rindu dendam menghilangkan beda pada
raut muka dan ujud tubuh. Oleh cinta kita sama
dalam segala.
Debar jantungku terasa di dada tuan. Tuan geli-
sah waktu hatiku gundah. Biarlah aku tenang se-
bagai kolam, sehingga sosok tuan lebih tenang terba-
yang ketika bulan purnama, dengan langit dan mega
di belakang. Begitu sempurna.
Sumber: Horison (November, 1989)
Analisis Puisi:
Puisi "Pertemuan" karya Subagio Sastrowardoyo adalah sebuah karya yang menggambarkan kompleksitas pertemuan antara dua individu dengan sentuhan halus dan mendalam. Melalui bahasa yang elegan dan metafora yang kaya, puisi ini mengeksplorasi tema-tema seperti jarak emosional, kekaguman, dan koneksi batin yang dalam antara dua orang.
Jarak dan Keterpisahan
Puisi ini dimulai dengan gambaran pertemuan yang penuh ketegangan dan jarak emosional: "Kita berhadapan tapi tak menyentuh. Mata tak bertatapan." Ketidakhadiran kontak fisik dan tatapan langsung menciptakan rasa keterpisahan meskipun secara fisik mereka berada dalam jarak yang dekat. Hal ini mencerminkan kompleksitas hubungan yang tidak hanya diukur dari kedekatan fisik tetapi juga dari keterhubungan emosional dan spiritual.
Formalitas dan Penghormatan
Penggunaan bahasa formal dalam puisi ini, seperti "Aku tak menyebutmu engkau, tetapi tuan," menunjukkan penghormatan dan formalitas dalam interaksi. Ini menggambarkan bagaimana seseorang mendekati orang lain dengan rasa hormat dan jarak sosial yang dipertahankan. "Bahasaku terpilih bertatakrama" menekankan bahwa kata-kata dipilih dengan hati-hati untuk menjaga kesopanan dan jarak, meskipun keinginan untuk menjaga keutuhan pribadi orang tersebut tetap ada.
Ketidaktahuan dan Keterhubungan
Puisi ini juga mencerminkan ketidaktahuan terhadap latar belakang orang lain: "Aku tak bertanya tuan berasal dari mana atau ke mana akan pergi." Hal ini menunjukkan bahwa terkadang, pengetahuan tentang masa lalu atau tujuan seseorang tidak begitu penting dibandingkan dengan kehadiran mereka di saat-saat kritis. Yang penting adalah kehadiran dan dukungan emosional yang diberikan oleh orang tersebut di saat-saat penuh ancaman dan ketidakpastian.
Rindu dan Keterhubungan Spiritual
"Semula aku lupa, tak mengenal tuan kembali. Tapi tanda-tanda kehadiran tak mengingkar. Tuan adalah saudaraku yang lama kunanti." Pernyataan ini menunjukkan perasaan rindu yang mendalam dan keterhubungan spiritual. Meskipun mereka mungkin tidak saling mengenal secara langsung, kehadiran orang tersebut dirasakan sebagai sesuatu yang familiar dan telah lama dinantikan. Ini mencerminkan kedalaman hubungan batin yang melampaui pengenalan fisik.
Kesamaan dan Persatuan
"Aku tak peduli apakah tuan perempuan atau lelaki. Tapi bayangan kita serupa seperti di muka cermin." Dalam puisi ini, identitas fisik tidak menjadi fokus utama. Sebaliknya, hubungan mereka diartikan dalam konteks kesamaan jiwa dan perasaan yang mendalam. Persamaan mereka diibaratkan seperti bayangan di cermin, menunjukkan bahwa hubungan mereka adalah cerminan dari perasaan dan pengalaman yang sama, terlepas dari perbedaan fisik.
Ketenangan dan Kesempurnaan
Puisi ini ditutup dengan perasaan tenang dan kesempurnaan: "Biarlah aku tenang sebagai kolam, sehingga sosok tuan lebih tenang terbayang ketika bulan purnama, dengan langit dan mega di belakang. Begitu sempurna." Ini menggambarkan bagaimana kehadiran dan perasaan tenang seseorang dapat memberikan ketenangan dan kesempurnaan kepada orang lain. Gambaran bulan purnama dan langit melambangkan keindahan dan kedamaian yang dibawa oleh kehadiran mereka.
Puisi "Pertemuan" karya Subagio Sastrowardoyo menggambarkan sebuah pertemuan dengan kedalaman emosional dan spiritual yang mendalam. Dengan gaya bahasa yang formal dan elegan, puisi ini mengeksplorasi tema jarak, formalitas, dan ketenangan dalam hubungan antara dua individu. Melalui gambaran yang halus dan penuh makna, puisi ini mengajarkan kita tentang pentingnya menghargai kehadiran dan hubungan batin, serta menemukan kesempurnaan dalam ketenangan dan persatuan jiwa.
Karya: Subagio Sastrowardoyo
Biodata Subagio Sastrowardoyo:
- Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
- Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.