Puisi: Pembuangan (Karya Mardi Luhung)

Puisi "Pembuangan" karya Mardi Luhung menunjukkan bagaimana harapan dan keinginan sering kali berujung pada kekecewaan dan bagaimana kita terikat ...
Pembuangan

Dia menipuku. Sebab dia tak punya itikad. Hanya mau
membayar dengan janji. Dan karcis kapal muat ke pulau
yang menumbuhkan nasi hijau, marmer dan losmen kuno
dengan gambar punden. Tapi, anehnya, aku mau saja
ditipunya. Barangkali karena bau tubuhnya. Seperti bau tubuh
wanita kuning. Mata sipit. Yang pernah menulis sekian
serdadu bunuh diri. Hanya karena matahari sedikit usil.

Menurunkan hujan. Dan di kapal muat ini, aku teringat
sepatunya. Sepatu yang juga menipuku. Sepatu perak dengan
gandulan potongan kuping. Yang katanya: "Setiap aku
berjalan, kuping inilah yang akan menguping setiap yang
aku sapa: hai!" Dan di kapal muat ini juga, aku
teringat seragamnya. Seragam yang juga menipuku. Seragam
yang bersulam dua mata. Yang satu juling. Satunya
lagi menyala penuh muslihat. Menyergap setiap yang lewat.

Dan sederet miliknya yang lain. Miliknya yang juga
menipuku. Menipu langsung atau tidak. Dengan ini atau itu.

Dan dengan sentuhan atau cengkraman. Yang kerap
menjelma taring yang keling. Tapi, akh, kapal muat terus saja
melaju. Dan dia tetap menipuku. Dan anehnya, lagi-lagi
aku tetap mau ditipunya. Sebab, di luar semuanya, jika kapal
muat ini nanti tiba di pulau, aku pasti tahu tak akan ada
apa-apa. Kecuali sisa mabuk laut dan muntahan yang pahit.

Sedang di pinggiran pulau, aku akan bertemu dengan
kuburan wanita kuning. Wanita kuning yang baunya aku sukai
itu. Wanita kuning yang pernah berbisik padaku: "Ajari
aku untuk memetik kecapi. Tanpa serdadu, matahari, nasi hijau,
marmer dan juga losmen kuno dengan gambar punden,"

Rantai di kakiku pun menggerincing...

Gresik, 2007

Analisis Puisi:

Puisi "Pembuangan" karya Mardi Luhung adalah karya yang menampilkan eksplorasi mendalam mengenai penipuan, pengkhianatan, dan keterikatan emosional yang kompleks. Dengan gaya penulisan yang kuat dan simbolisme yang kaya, puisi ini menggambarkan pengalaman yang penuh dengan ambiguitas dan ironi.

Penipuan dan Keterikatan Emosional

Puisi ini dibuka dengan perasaan penipuan dari seseorang yang tidak memiliki itikad baik, hanya menawarkan janji sebagai pembayaran. Ini menggambarkan rasa kekecewaan dan pengkhianatan yang dialami penyair. "Karcis kapal muat ke pulau" merupakan simbol dari harapan yang ditawarkan, namun, pada akhirnya hanya membawa kekecewaan. Pulau yang disebutkan, dengan "nasi hijau, marmer, dan losmen kuno," menciptakan gambaran tempat yang ideal dan eksotis, tetapi pada akhirnya menjadi ilusi belaka.

Bau Tubuh dan Kenangan

Penyair mengungkapkan keterikatannya pada bau tubuh seseorang yang memiliki ciri-ciri khusus, seperti "wanita kuning" dengan mata sipit. Bau tubuh ini memiliki kekuatan memikat yang menyilaukan pikiran penyair, mungkin melambangkan daya tarik atau ketertarikan emosional yang kompleks. Kenangan akan "sekian serdadu bunuh diri" akibat "matahari sedikit usil" menambah lapisan absurditas dan keputusasaan pada pengalaman yang digambarkan.

Sepatu dan Seragam sebagai Simbol Penipuan

Dalam puisi ini, sepatu perak dengan potongan kuping dan seragam yang bersulam dua mata adalah simbol-simbol penipuan dan muslihat. Sepatu yang menguping setiap sapaan dan seragam dengan mata juling dan penuh muslihat menggambarkan ketidakjujuran dan tipu daya. Sepatu dan seragam ini menambah elemen fantasi dan ironi, menciptakan suasana yang penuh dengan kecurigaan dan pengkhianatan.

Perjalanan dan Keterpurukan

Meski kapal muat terus melaju, penyair merasakan bahwa dia tetap terjebak dalam penipuan dan pengkhianatan. "Sisa mabuk laut dan muntahan yang pahit" menggambarkan hasil akhir dari perjalanan yang tidak memuaskan. Keterpurukan ini diperburuk dengan kenyataan bahwa di pulau tersebut, penyair hanya akan menemukan "kuburan wanita kuning" yang telah meninggal, menambah kesan tragis dan ironi.

Rantai dan Kebebasan

Penutup puisi dengan "rantai di kakiku" yang menggerincing menggambarkan keterikatan dan ketidakmampuan untuk bebas dari pengaruh atau penipuan. Ini mencerminkan bagaimana penyair merasa terbelenggu oleh perasaan dan kenangan yang menyakitkan, meskipun dia terus berusaha untuk mencari arti dan kebebasan.

Puisi "Pembuangan" karya Mardi Luhung adalah karya yang mendalam dan penuh dengan simbolisme yang menggambarkan penipuan, pengkhianatan, dan keterikatan emosional. Melalui gambaran tentang perjalanan yang penuh ilusi, simbol penipuan, dan akhirnya keterpurukan, penyair mengajak pembaca untuk merenungkan pengalaman dan perasaan yang kompleks. Puisi ini menunjukkan bagaimana harapan dan keinginan sering kali berujung pada kekecewaan dan bagaimana kita terikat oleh kenangan dan perasaan yang menyakitkan.

Dengan gaya penulisan yang kuat dan penuh metafora, Mardi Luhung berhasil menciptakan puisi yang menggugah perasaan dan pikiran. Puisi "Pembuangan" adalah puisi yang mengundang pembaca untuk merenungi pengalaman pribadi mereka sendiri, memahami penipuan dan pengkhianatan dalam hidup, dan mencari makna di balik setiap perasaan yang terpendam. Melalui puisi ini, kita diingatkan bahwa meskipun perjalanan hidup penuh dengan penipuan dan kesulitan, penting untuk menghadapi dan memahami perasaan kita dengan jujur.

Mardi Luhung
Puisi: Pembuangan
Karya: Mardi Luhung

Biodata Mardi Luhung:
  • Mardi Luhung lahir pada tanggal pada 5 Maret 1965 di Gresik, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.