Puisi: Papiku (Karya Beno Siang Pamungkas)

Puisi "Papiku" karya Beno Siang Pamungkas menggambarkan karakter ayah yang eksentrik dan bagaimana meskipun ada ketegangan dan kesulitan dalam ...
Papiku

Dia sepanjang hari minum bir
bercita-cita membangun auditorium seni
yang seluruh lantai dan langit-langitnya berhiaskan batu akik
dan hanya mau menyembah Tuhan yang bisa memberi nomor togel.

Dia menganggap dirinya ilmuwan
bereksperimen memasukkan anak ayam ke dalam kaleng
sehingga bisa berjalan tegak seperti bebek
dan percaya kematian adalah perjalanan yang paling mengasyikkan
serta yakin tujuan hidup manusia bisa dirumuskan dalam satu kata.

Meski wajahnya selalu tegang
dan bicaranya selalu membentak
serta sentuhan tangannya kikuk dan kaku
aku tahu dia menyayangiku sepenuh hati
dengan caranya sendiri.

Tanpa terasa, seribu hari lebih dia telah pergi
kalau saja benar di sana masih ada kehidupan yang lain
aku membayangkan, dia tersenyum sendiri dan memandangku dengan bangga
di sela desir angin, sepertinya kudengar bisiknya yang lirih, entah kepada siapa
: batu di kepala dan hati itu, memang benar punyaku.

Semarang, 7 April 2010

Analisis Puisi:

Puisi "Papiku" karya Beno Siang Pamungkas adalah sebuah refleksi mendalam dan penuh warna mengenai hubungan antara seorang anak dengan ayahnya. Dengan menggunakan bahasa yang kaya dan simbolis, puisi ini menggambarkan karakter ayah yang unik, serta perasaan anak yang campur aduk terhadap sosok tersebut.

Struktur dan Tema

Puisi ini dimulai dengan deskripsi tentang kebiasaan dan kepercayaan ayah yang eksentrik:

"Dia sepanjang hari minum bir / bercita-cita membangun auditorium seni / yang seluruh lantai dan langit-langitnya berhiaskan batu akik / dan hanya mau menyembah Tuhan yang bisa memberi nomor togel."

Penulis menggambarkan ayahnya sebagai sosok yang tidak konvensional dan penuh dengan keinginan yang unik dan tidak lazim. Minum bir sepanjang hari, memiliki cita-cita membangun auditorium seni dengan batu akik, dan menyembah Tuhan yang dapat memberi nomor togel semuanya menunjukkan karakter ayah yang eksentrik dan penuh warna.

"Dia menganggap dirinya ilmuwan / bereksperimen memasukkan anak ayam ke dalam kaleng / sehingga bisa berjalan tegak seperti bebek"

Bagian ini menambahkan dimensi humoris dan aneh pada karakter ayah. Eksperimen ilmiah yang tidak biasa dan kepercayaan bahwa kematian adalah perjalanan yang paling mengasyikkan memperlihatkan sifat keanehan dan pandangan hidup ayah yang unik.

"serta yakin tujuan hidup manusia bisa dirumuskan dalam satu kata."

Penulis menyiratkan bahwa ayah memiliki pandangan hidup yang sederhana namun menyeluruh, meskipun mungkin tampak aneh bagi orang lain.

Ketegangan Emosional dan Cinta

Puisi ini dilanjutkan dengan menggambarkan ketegangan dalam hubungan antara anak dan ayah:

"Meski wajahnya selalu tegang / dan bicaranya selalu membentak / serta sentuhan tangannya kikuk dan kaku"

Di sini, penulis mengakui bahwa meskipun ayahnya memiliki sifat yang tegang dan sulit dalam berinteraksi, ada pemahaman bahwa dia menyayangi anaknya dengan caranya sendiri. Ini menyoroti kompleksitas hubungan dan bagaimana seseorang dapat menyayangi meskipun tidak menunjukkan kasih sayang dengan cara yang umum.

"aku tahu dia menyayangiku sepenuh hati / dengan caranya sendiri."

Bagian ini menegaskan bahwa meskipun caranya mungkin tidak konvensional, anak tetap merasakan kasih sayang dan cinta dari ayahnya. Ini mencerminkan pemahaman dan penerimaan terhadap cara unik ayah dalam menunjukkan kasih sayang.

Refleksi dan Kenangan

Puisi ini diakhiri dengan refleksi tentang kematian dan kenangan yang tersisa:

"Tanpa terasa, seribu hari lebih dia telah pergi / kalau saja benar di sana masih ada kehidupan yang lain / aku membayangkan, dia tersenyum sendiri dan memandangku dengan bangga / di sela desir angin, sepertinya kudengar bisiknya yang lirih, entah kepada siapa"

Bagian ini mencerminkan rasa kehilangan dan nostalgia setelah kepergian ayah. Anak membayangkan ayahnya tersenyum dan merasa bangga, menunjukkan bagaimana kenangan dan rasa sayang tetap hidup meskipun ayah telah tiada.

": batu di kepala dan hati itu, memang benar punyaku."

Penutup ini menggarisbawahi bahwa meskipun karakter ayah mungkin dianggap aneh atau eksentrik, ada pemahaman bahwa sifat-sifat tersebut telah diwariskan atau diterima oleh anak. Batu di kepala dan hati mungkin melambangkan beban atau warisan emosional yang dibawa oleh anak.

Puisi "Papiku" karya Beno Siang Pamungkas adalah sebuah karya yang mengeksplorasi hubungan antara ayah dan anak dengan cara yang mendalam dan penuh warna. Dengan menggunakan bahasa yang simbolis dan puitis, penulis menggambarkan karakter ayah yang eksentrik dan bagaimana meskipun ada ketegangan dan kesulitan dalam hubungan mereka, ada juga pemahaman dan cinta yang mendalam. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana kita bisa menghargai dan memahami orang-orang yang kita cintai meskipun mereka menunjukkan kasih sayang dengan cara yang tidak biasa.

Puisi: Papiku
Puisi: Papiku
Karya: Beno Siang Pamungkas
© Sepenuhnya. All rights reserved.