Puisi: Mungar (Karya F. Aziz Manna)

Puisi "Mungar" mengungkapkan pandangan filosofis tentang makna hidup dan kematian, serta hubungan antara rumah dan identitas pribadi.
Mungar

kelahiran bukanlah kedatangan
kematian bukanlah kepergian
rumah adalah rumah
semoga tuhan memantapkan hati kami
kekosongan yang menyembur dari sumur hanya ilusi
jalan di muka pintu yang diteriki matahari
kami akan bertahan di lingkar tanggul ini
meski angreman telah mungar sebelum jadi
jika kau pulang, sungguh kau akan mengerti
sebab kelahiran bukanlah kedatangan
kematian bukanlah kepergian
rumah adalah rumah
semoga tuhan memantapkan hati kami

Sidoarjo, 2012

Analisis Puisi:

Puisi "Mungar" karya F. Aziz Manna adalah sebuah karya yang mendalam dan reflektif, membahas tema-tema eksistensial seperti kelahiran, kematian, dan makna rumah. Dengan bahasa yang sederhana namun kuat, puisi ini menyajikan pandangan mendalam tentang kehidupan dan keyakinan dalam menghadapi tantangan eksistensial.

Puisi "Mungar" mengungkapkan pandangan filosofis tentang makna hidup dan kematian, serta hubungan antara rumah dan identitas pribadi. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kembali persepsi mereka tentang hidup dan kematian serta kekuatan keteguhan hati dalam menghadapi realitas yang tidak selalu seperti yang tampak.

Kelahiran dan Kematian

"kelahiran bukanlah kedatangan / kematian bukanlah kepergian" menggambarkan pergeseran perspektif mengenai dua peristiwa penting dalam hidup manusia—kelahiran dan kematian. Kelahiran tidak sekadar permulaan dan kematian tidak sekadar akhir; keduanya adalah bagian dari suatu siklus yang lebih besar yang tidak bisa diukur hanya dengan titik awal dan akhir.
Rumah sebagai Simbol

"rumah adalah rumah" menegaskan konsep rumah sebagai sesuatu yang fundamental dan abadi. Rumah dalam puisi ini bukan hanya sekadar tempat tinggal fisik, melainkan simbol kestabilan, identitas, dan keberadaan. Ini adalah tempat di mana seseorang merasa aman dan diterima, meski dunia di luar mungkin berubah.

Ilusi dan Realitas

"kekosongan yang menyembur dari sumur hanya ilusi" menunjukkan bahwa perasaan kekosongan dan kekhawatiran mungkin tidak selalu mencerminkan realitas. Ini adalah panggilan untuk melihat melampaui tampilan luar dan memahami bahwa ketidakpastian sering kali merupakan ilusi yang harus diatasi dengan keyakinan dan keteguhan hati.

"jalan di muka pintu yang diteriki matahari / kami akan bertahan di lingkar tanggul ini" menggambarkan ketahanan dan kesabaran dalam menghadapi tantangan hidup. Lingkar tanggul dan matahari adalah simbol ketahanan dalam menghadapi kesulitan, menandakan bahwa meskipun ada rintangan, tekad untuk bertahan tetap ada.
Pengertian dan Keberanian

"jika kau pulang, sungguh kau akan mengerti" mengisyaratkan bahwa pemahaman yang mendalam hanya bisa diperoleh melalui pengalaman langsung dan refleksi. Kepulangan ke rumah simbolis menunjukkan kembalinya pada inti diri dan pemahaman mendalam tentang eksistensi dan makna hidup.

Makna dan Interpretasi

Puisi ini menggambarkan pandangan yang mendalam tentang kehidupan dan kematian, dengan menekankan bahwa kedua peristiwa tersebut tidak harus dipandang sebagai awal dan akhir yang definitif. "Mungar" menyajikan rumah sebagai simbol keabadian dan kestabilan, sementara mengajarkan bahwa ilusi dan tantangan adalah bagian dari pengalaman hidup yang harus dihadapi dengan keteguhan hati.

Puisi "Mungar" karya F. Aziz Manna memberikan refleksi yang mendalam tentang eksistensi dan makna rumah dalam kehidupan. Dengan bahasa yang sederhana namun kuat, puisi ini menekankan bahwa kelahiran dan kematian adalah bagian dari siklus yang lebih besar, dan rumah adalah simbol kestabilan dan identitas. Aziz mengajak pembaca untuk merenungkan kembali pandangan mereka tentang kehidupan, menghadapi kekosongan dengan keyakinan, dan memahami bahwa pengertian yang mendalam sering kali datang dari pengalaman dan refleksi pribadi.

F. Aziz Manna
Puisi: Mungar
Karya: F. Aziz Manna

Biodata F. Aziz Manna:
  • F. Aziz Manna lahir pada tanggal 8 Desember 1978 di Sidoarjo, Jawa Timur.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Percakapan Senja antara celah jempol dan telunjuk mekar bunga lihatlah, ayah cantik, sungguh menarik apakah itu hidup? tahan lamakah? apakah itu kias? ten…
  • Pandangan Jarak Jauh (1) apa yang terjadi di kampungku telah menjadi tayangan televisi di rumahmu, gambarnya hampir sama dengan serial drama yang selalu kau tunggu b…
  • Layangan musuh kami bukan lagi reranting dan daunan yang mudah disogrek benang gelasan. tembok dan kabel lebih dempal dan bebal. jika tak lincah bisa munting dan nyangs…
  • Laut Hitam di laut ini kami tidurkan beragam impian tentang penghujan, musim semi dan lengkung pelangi, di laut ini kami leburkan seluruh warna jadi hitam, hanya hitam,…
  • Dadu kau lempar dadu seperti melempar nasib kami, tujuanmu hanya satu: selalu lewat tangga menuju kotak terakhir permainan ular tangga itu, sedang kami selalu waswas dan harus a…
  • Jumpritan pada mulanya semua terkumpul. berpegang pada setegak tiang. angin yang tak pernah diam. membentuk liuk lekuk. semacam tarian. godaan. kaki-kaki yang di bumi kesedot ra…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.