Puisi: Langit (Karya Bakdi Soemanto)

Puisi "Langit" karya Bakdi Soemanto mengajak pembaca untuk merenung tentang bagaimana elemen alami seperti langit berinteraksi dengan perasaan dan ...
Langit

Langit senja membukakan janji
dan langit menjalinkan duka kehidupan
pada daunan hati
yang selalu mencoba agar tidak selalu tegang.

Langit senja membukakan jendela malam
yang bakal masuk ke dalam
kamar hati
yang berusaha dengan senyum
menumpas dendam.

Langit senja kelabu
ke dalam hati
dicoba tak usah jadi pilu.

Langit dan hati
rata dalam rasa
tidak berbagi duka, juga
tidak sama rata.
Meskipun hampir sempurna
tenggelam dalam kelam.

Langit dan hati
Satu
dalam keduaan.

Langit yang menghati
hati yang melangit.

1975

Sumber: Kata (2007)

Analisis Puisi:

Puisi "Langit" karya Bakdi Soemanto menawarkan sebuah eksplorasi mendalam tentang hubungan antara langit dan hati manusia, serta bagaimana keduanya saling berinteraksi dalam konteks emosi dan pengalaman hidup.

Membangun Konteks Langit dan Hati

Puisi ini dimulai dengan gambaran langit senja yang "membukakan janji" dan "menjalinkan duka kehidupan." Langit senja sering kali dipandang sebagai waktu peralihan, yang menghubungkan hari dan malam, serta mengundang refleksi dan introspeksi. Dengan menggunakan langit sebagai metafora, Bakdi Soemanto menunjukkan bagaimana langit tidak hanya sekadar latar belakang alami, tetapi juga sebagai cerminan dari emosi dan kondisi hati manusia.

Langit sebagai Jendela Malam

Penyair melanjutkan dengan menggambarkan langit senja yang "membukakan jendela malam" yang akan memasuki "kamar hati." Ini menggambarkan bagaimana perubahan waktu dan suasana langit dapat mempengaruhi keadaan emosional seseorang. Jendela malam sebagai simbol menunjukkan kesempatan bagi introspeksi dan refleksi mendalam saat malam tiba, di mana kita bisa menilai dan menghadapi emosi yang mungkin terpendam selama siang hari.

Keselarasan dan Ketidakseimbangan

Pernyataan bahwa langit senja adalah "kelabu ke dalam hati" dan upaya untuk "tidak usah jadi pilu" menunjukkan ketidakseimbangan antara keadaan hati dan apa yang dilihat atau dirasakan. Meskipun langit dan hati memiliki kesamaan dalam perasaan yang ditimbulkan, ada ketegangan antara keinginan untuk menjaga ketenangan dan kenyataan emosional yang tidak selalu selaras.

Kesatuan dan Kesejajaran

Bagian akhir puisi mengungkapkan ide tentang kesatuan dan kesejajaran antara langit dan hati: "Langit dan hati / Satu / dalam keduaan." Di sini, Bakdi Soemanto menyarankan bahwa meskipun langit dan hati tidak sepenuhnya identik atau setara, keduanya saling berhubungan dan berinteraksi dalam cara yang kompleks. Langit yang "menghati" dan hati yang "melangit" menunjukkan hubungan timbal balik di mana langit memengaruhi hati dan hati merespons langit.

Makna Keseluruhan

Puisi "Langit" menyajikan pandangan yang mendalam tentang bagaimana elemen eksternal seperti langit dapat mempengaruhi dan mencerminkan keadaan batin manusia. Dengan menggunakan langit sebagai metafora untuk keadaan emosional dan pengalaman hidup, Bakdi Soemanto menyoroti kompleksitas hubungan antara dunia luar dan perasaan internal kita.

Puisi "Langit" karya Bakdi Soemanto mengajak pembaca untuk merenung tentang bagaimana elemen alami seperti langit berinteraksi dengan perasaan dan kondisi hati manusia. Puisi ini menawarkan perspektif tentang bagaimana kita mengalami dan merespons perubahan emosional, serta bagaimana kita dapat menemukan kesatuan dan makna di dalam hubungan antara dunia luar dan dunia batin kita. Dengan menjalin metafora yang kuat dan reflektif, Bakdi Soemanto menciptakan sebuah karya yang menggugah dan mendalam tentang kondisi manusia dan hubungannya dengan alam.

Bakdi Soemanto
Puisi: Langit
Karya: Bakdi Soemanto

Biodata Bakdi Soemanto:
  • Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U lahir pada tanggal 29 Oktober 1941 di Solo, Jawa Tengah.
  • Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U meninggal dunia pada tanggal 11 Oktober 2014 (pada umur 72 tahun) di Yogyakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.