Puisi: Kudus (Karya Dimas Indiana Senja)

Puisi "Kudus" karya Dimas Indiana Senja mengangkat tema-tema mendalam tentang waktu, ruang, dan hubungan intim.
Kudus
(Cinemarebel)

Kita terlahir dari waktu yang telanjang. Di hari ke delapan. Dengan tubuh tanpa sehelai tanya yang memaksa kita menghafal nama dan arah. Jauh sebelum Khidir menemukan laut di dadanya, dan Yusuf belum menjelma irisan apel yang menyisakan darah di kelingking waktu.

Kita telah saling berpagut. Seantara kita hanya separoh jengkal ruang yang mengering. Sebab terlalu lama kita menelanjangi musim. Padahal nafas kita sudah saling menandai. Malam, kini tinggal sebatas ranjang dan separuh bulan yang meredup dan menempel di dagumu. Kau memintaku melumatinya agar kalender basah; jisim kita menyatu. Sementara khuldi di dadamu sudah kau siapkan untuk sebuah perjamuan.

Kita sepakat menarik gorden di kecupan kesekian. Lalu kita balutkan di tubuh malam. Agar nganga luka bisa tertutupi sepenuhnya. Kau sedikit membukakan sebuah pintu yang menyimpan ribuan tanya, dimana saat aku mulai memasukinya, kata-kata akan muncrat, berlesatan ke langit-langit kamar, menjadi ribuan hujan, dan dada kita sama basahnya.

Pustaka Senja, 2013

Analisis Puisi:

Puisi "Kudus" karya Dimas Indiana Senja merupakan sebuah karya yang mengangkat tema-tema mendalam tentang waktu, ruang, dan hubungan intim. Melalui bahasa yang simbolis dan metaforis, puisi ini menyajikan refleksi tentang pengalaman manusia dan hubungan antarindividu.

Terlahir dari Waktu yang Telanjang

Puisi ini dimulai dengan sebuah pernyataan yang mendalam tentang kelahiran manusia, yang digambarkan sebagai lahir dari "waktu yang telanjang."
  • Waktu yang Telanjang: Menggambarkan keadaan awal yang tidak terdefinisi, tanpa batasan atau pengetahuan. Ini menyiratkan bahwa manusia datang ke dunia dalam kondisi yang murni dan belum terpengaruh oleh struktur atau pengetahuan yang telah ada.
  • Hari ke Delapan dan Tubuh Tanpa Tanya: Menyiratkan sebuah keadaan yang awal dan belum terpengaruh oleh pertanyaan atau keraguan. Ini bisa diartikan sebagai simbol dari keadaan primordial atau masa awal manusia di mana segala sesuatu masih sederhana dan murni.
  • Khidir dan Yusuf: Referensi kepada tokoh-tokoh sejarah dan mitologi, dengan Khidir yang menemukan laut dalam dirinya dan Yusuf yang dikenal dengan kisah irisan apel, menambahkan dimensi historis dan simbolis pada pengalaman manusia yang digambarkan.

Pagut dan Ruang yang Mengering

Selanjutnya, puisi menyentuh tema tentang hubungan manusia yang saling berpagut di ruang yang terbatas.
  • Pagut dan Ruang yang Mengering: Menggambarkan hubungan yang intens dan mungkin menyakitkan, tetapi dengan ruang yang terbatas atau semakin menipis. Ini bisa diartikan sebagai metafora untuk hubungan yang mendalam tetapi menghadapi tantangan atau keterbatasan.
  • Menelanjangi Musim: Menggambarkan proses membuka dan mengungkapkan segala sesuatu yang ada dalam siklus kehidupan, mungkin merujuk pada perubahan dan tantangan yang dihadapi dalam hubungan atau kehidupan secara umum.

Intimasi dan Penutup

Puisi melanjutkan dengan eksplorasi tentang bagaimana malam dan intimasi berfungsi dalam hubungan.
  • Malam sebagai Ranjang dan Separuh Bulan: Menggambarkan malam sebagai waktu untuk intimasi dan kebersamaan, dengan bulan yang meredup sebagai simbol dari ketidakpastian atau bagian dari keseluruhan pengalaman.
  • Kalender Basah dan Jisim Menyatu: Menggambarkan usaha untuk menyatukan waktu dan tubuh dalam pengalaman yang mendalam. Kalender basah mungkin merujuk pada waktu yang dihabiskan bersama, sementara jisim menyatu mengindikasikan kedekatan fisik dan emosional.

Pintu, Tanya, dan Hujan

Akhir puisi menyoroti sebuah pintu yang menyimpan banyak pertanyaan dan bagaimana kata-kata serta perasaan menjadi bagian dari pengalaman tersebut.
  • Pintu dan Ribuan Tanya: Menggambarkan potensi untuk mengungkapkan banyak pertanyaan atau misteri dalam hubungan atau pengalaman hidup. Pintu ini menjadi simbol dari akses ke dimensi lain dari pemahaman dan pengalaman.
  • Kata-Kata Menjadi Hujan: Menyiratkan bahwa komunikasi atau ekspresi perasaan dapat menjadi sesuatu yang melimpah dan mempengaruhi secara mendalam. Hujan di sini mungkin melambangkan emosi yang tumpah dan saling berbagi.
Puisi "Kudus" karya Dimas Indiana Senja merupakan karya yang kaya dengan simbolisme dan metafora, mengeksplorasi tema-tema tentang waktu, ruang, dan hubungan intim.
  • Waktu dan Ruang: Menggambarkan bagaimana manusia lahir ke dalam dunia yang tidak terdefinisi dan bagaimana ruang dan waktu mempengaruhi hubungan dan pengalaman manusia.
  • Intimasi dan Ekspresi: Menyoroti bagaimana hubungan intim dapat menjadi tempat untuk berbagi pengalaman dan emosi secara mendalam, serta bagaimana kata-kata dan perasaan saling berinteraksi dalam hubungan.
  • Penerimaan dan Penutup: Puisi ini menawarkan refleksi tentang bagaimana kita berinteraksi dengan waktu, ruang, dan orang lain, serta bagaimana pengalaman intim dapat menjadi bagian dari perjalanan hidup kita.
Puisi "Kudus" adalah karya yang menggugah pemikiran dan emosional, menantang pembaca untuk merenungkan hubungan antara waktu, ruang, dan pengalaman pribadi dalam konteks kehidupan dan intimasi.

Puisi Kudus
Puisi: Kudus
Karya: Dimas Indiana Senja
© Sepenuhnya. All rights reserved.