Puisi: Jubah (Karya Mardi Luhung)

Puisi "Jubah" mengajak pembaca untuk merenungi bagaimana kehadiran yang besar dan penuh makna dapat mengubah realitas dan perasaan kita, serta ...
Jubah
(: belajar dari al-busairi)

Kaulah matahari. Kaulah bulan. Kaulah awan, gunung, dan udara. Kaulah yang membuat yang ada jadi merunduk. Menyebut namamu. Menyebut dengan suara lirih atau patah-patah. Suara yang terdahulu atau yang terkemudian. Seperti suara si terusir ketika mesti bersujud. Membenamkan wajah ke pasir.

Untuk menunggu kapan langkahmu melintas. Langkah yang pernah membelah waktu dan menjahitnya ulang. Langkah yang pernah memanjat tujuh lapis ketinggian. Lalu, kembali turun ke tempat asal. Tempat yang semerbak dengan aroma kasturi. Tempat yang meruah dengan sepasang janji dan kesaksian.

Yang membuat si pendusta bersedia untuk sekali saja berkata jujur. Meski, setelah itu kembali berkobar. Dan kembali lagi menjulang. Seakan ingin menyergapi bebintangan. Bebintangan yang dalam senyummu menjelma jadi hasrat yang tak sudi mundur. Hasrat yang mencari, di mana nanti kau sampirkan jubah itu.

Jubah yang membuat si lumpuh seketika terhenyak dan menegak. Terus memuji: "Apa karena mengingatmu, sampai mata ini basah bercampur darah, hai, hai."

Gresik, 2017

Analisis Puisi:

Puisi "Jubah" karya Mardi Luhung adalah sebuah karya yang kaya akan simbolisme dan metafora, menggambarkan kedalaman hubungan spiritual dan pencarian makna dalam kehidupan. Melalui penggunaan bahasa yang kuat dan imaji yang mendalam, puisi ini mengeksplorasi tema kekuasaan, pengabdian, dan transformasi.

Simbol Matahari, Bulan, dan Elemen Alam

Puisi dimulai dengan penegasan yang kuat: "Kaulah matahari. Kaulah bulan. Kaulah awan, gunung, dan udara." Penggunaan simbol-simbol alam ini menunjukkan bahwa objek puisi—entah itu seseorang atau konsep abstrak—memiliki kekuatan dan pengaruh yang menyeluruh, hampir kosmik. Kualitas kekuasaan dan pengaruh ini membuat yang ada "merunduk" dan "menyebut namamu" dengan penuh hormat dan kekaguman.

Suara dan Kehadiran

"Suara yang terdahulu atau yang terkemudian" menggambarkan kehadiran yang timeless, melampaui waktu dan ruang. Ini menunjukkan bahwa suara dan kehadiran objek puisi memiliki dampak yang mendalam, melintasi batas-batas waktu dan mempengaruhi perasaan dan tindakan orang lain. "Suara si terusir ketika mesti bersujud" menyoroti rasa rendah hati dan pengabdian yang mendalam, seakan-akan penyair merasa terpaksa untuk merendahkan diri di hadapan objek yang sangat berkuasa ini.

Langkah dan Transformasi

Langkah yang "pernah membelah waktu dan menjahitnya ulang" menggambarkan transformasi dan perubahan besar yang telah terjadi, yang mempengaruhi segala sesuatu di sekitarnya. Ini menunjukkan kekuatan objek puisi dalam mengubah dan membentuk realitas. Langkah yang memanjat "tujuh lapis ketinggian" lalu "kembali turun ke tempat asal" melambangkan perjalanan spiritual atau fisik yang luar biasa, serta kemampuan untuk kembali ke asal dengan membawa perubahan dan pengetahuan.

Aroma Kasturi dan Janji

Tempat yang "semerbak dengan aroma kasturi" dan "meruah dengan sepasang janji dan kesaksian" menciptakan suasana yang mistis dan sakral. Aroma kasturi sering kali dikaitkan dengan keharuman yang spiritual atau religius, sementara janji dan kesaksian melambangkan komitmen dan integritas. Ini menunjukkan bahwa objek puisi memiliki hubungan yang mendalam dan bermakna dengan tempat tersebut.

Kebenaran dan Hasrat

Bagian puisi yang menyebut "si pendusta bersedia untuk sekali saja berkata jujur" menggambarkan perubahan mendalam yang terjadi dalam diri seseorang ketika menghadapi kekuatan atau kebenaran. Meskipun kejujuran ini mungkin hanya sementara, itu menunjukkan pengaruh besar yang dimiliki oleh objek puisi. Hasrat yang dijuluki sebagai "bebintangan" yang "menjelma jadi hasrat" menggambarkan keinginan yang kuat dan tak tergoyahkan yang muncul dari kehadiran objek puisi.

Jubah dan Transformasi

Di bagian akhir puisi, "jubah" menjadi simbol utama yang menyatukan tema-tema sebelumnya. Jubah ini membuat "si lumpuh seketika terhenyak dan menegak," yang menunjukkan kekuatan transformasi dan penyembuhan. "Apa karena mengingatmu, sampai mata ini basah bercampur darah" menunjukkan dampak emosional yang mendalam dari kehadiran objek puisi, yang membuat seseorang merasakan campuran antara kesedihan dan kesucian.

Puisi "Jubah" karya Mardi Luhung adalah sebuah karya yang menyelami tema kekuasaan, pengabdian, dan transformasi melalui simbolisme yang mendalam dan penggunaan bahasa yang kuat. Melalui gambaran matahari, bulan, dan elemen alam lainnya, serta tema langkah, aroma kasturi, dan jubah, puisi ini mengeksplorasi bagaimana kehadiran dan kekuatan seseorang atau sesuatu dapat mengubah dan mempengaruhi kehidupan secara mendalam.

Dengan penggunaan simbolisme yang kompleks dan deskripsi yang mendalam, Mardi Luhung berhasil menciptakan puisi yang menggugah perasaan tentang kekuatan dan pengaruh. Puisi "Jubah" mengajak pembaca untuk merenungi bagaimana kehadiran yang besar dan penuh makna dapat mengubah realitas dan perasaan kita, serta bagaimana kita dapat merasakan dampaknya dalam kehidupan sehari-hari. Puisi ini adalah sebuah refleksi tentang kekuatan spiritual dan emosional yang mendalam dan transformasi yang dibawanya.

Mardi Luhung
Puisi: Jubah
Karya: Mardi Luhung

Biodata Mardi Luhung:
  • Mardi Luhung lahir pada tanggal pada 5 Maret 1965 di Gresik, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.