Puisi: Hotel (Karya Nirwan Dewanto)

Puisi "Hotel" karya Nirwan Dewanto mengungkapkan tema yang kompleks dan menggugah tentang pengalaman manusia dalam konteks ruang dan waktu.
Hotel (1)

Hotel ini memeram tubuhmu dalam kelam. Setelah 
Kita menetes dari lubang malam. Bersentuhan. Simpanlah
Payungmu. Dalam lipatan bayangku. Biarkan gerimis
Di luar. Menunggu

Kupinjamkan wajahku. Pada ombak dan pohon-pohon
Yang mengigau ke balkon. Kau tenggelam. Kupinjam
Dingin dari gelas minummu. Menjegal cinta yang bukan
Milikku. Lalu kodrat kita ditumpahkan
Oleh burung-burung mati. Di gorden

Terperangkap oleh jadwal dan menu. Kita berpura-pura
Bahagia. Setelah tetabuhan gemuruh di banjar
Mereka tak tahu. Wajah kita membusuk perlahan-lahan
Oleh nafsu dan ruap kopi
Sekarang rapikanlah sprei
Dan pakaian untuk mati

Dan kau tersipu. Ketika hotel ini mengingat namamu
Dan membanting tamu-tamu. Aku menutup pintu dan memelukmu
Membongkar rahasia di atas ketelanjanganmu. Barangkali
Sebuah otopsi. Dengan musik sepi. Tapi jantungmu 
Jauh dan samar. Sekonyong-konyong aku merasa lapar

Tapi roti kita telah jadi batu

Hotel (2)
   
Seragam yang kulepas sekarang. Di depan cermin
Kupandang daging busuk menggembung di bawah cahaya
Lampu. Dan jika kau mengintip dari lubang kunci
Aku tengah berusaha menjadi patung

Cuaca tak lagi patuh terhadapku. Gamelan dan salak
Anjing di luar membangun kelam dalam tubuhku. Atau
Barangkali kuburan tengah kaubangun untuk tamasyaku
Esok hari. Telah kusiapkan sidik jari di kaca jendela
Dan lemari. Tapi tak pernah kubayangkan bunuh diri
Dan dengan butir aspirin kubayangkan wajahmu

Setiap pagi pelayan bertanya berapa panjang ususku
Seraya menyiapkan sarapan. Betapa ingin kuletakkan 
Jantungku di atas meja makan. Agar sempurna laparku
Lalu bersama cacing-cacing kuhabiskan menu

Sebagai pelancong yang rapi. Aku ingin menyerah
Di jalan-jalan banjar. Mencuri warna-warni penyimpan
mati. Ingin kuperam dan kuledakkan di atas ranjang 
Aku tak kuat bersembunyi saja. Menunggu kau
Mengoleskan hitam tanah ke jidatku.

Mereka telah menjaga suhu dalam kamar
Dan aku tinggal merapikan pernapas. Damanku

Aku ingin kau cemburu. Karena setiap malam
perempuan memasuki kamarku. Seperti mayat bangkit
mengancamku. Dengan tangan panas mematikan lampu
Melucuti pakaianku. Dan melukai kelaminku.

Sumber: Tonggak (1987)

Analisis Puisi:

Puisi "Hotel" karya Nirwan Dewanto mengungkapkan tema yang kompleks dan menggugah tentang pengalaman manusia dalam konteks ruang dan waktu. Melalui dua bagian puisi ini, Dewanto mengeksplorasi berbagai aspek dari hubungan, identitas, dan keputusasaan dalam latar hotel yang menjadi simbol keterasingan dan ketidakpastian.

Bagian Pertama: Hotel (1)

Di bagian pertama, puisi "Hotel" menggambarkan suasana hotel sebagai tempat yang memeram tubuh dalam kegelapan. Hotel menjadi ruang yang memisahkan manusia dari dunia luar dan dari diri mereka sendiri. Ungkapan seperti "memeram tubuhmu dalam kelam" dan "menetes dari lubang malam" menciptakan gambaran tentang keterasingan dan keputusasaan. Puisi ini juga menggunakan metafora seperti "payungmu dalam lipatan bayangku" untuk menunjukkan bagaimana hubungan manusia diselimuti oleh kabut emosi dan ketidakpastian.

Dewanto menyiratkan bahwa di dalam hotel ini, cinta dan identitas mengalami proses dekonstruksi. Ungkapan "Kodrat kita ditumpahkan oleh burung-burung mati" mencerminkan bagaimana aspek-aspek fundamental dari diri kita bisa hilang atau tercerabut dalam situasi yang tidak kondusif. Juga terdapat citraan tentang keserakahan dan kehampaan dalam hubungan manusia, seperti digambarkan dengan "rapikanlah sprei dan pakaian untuk mati".

Pada akhirnya, bagian ini menggambarkan betapa tidak memadainya segala sesuatu yang terjadi di dalam hotel—"roti kita telah jadi batu"—menggambarkan betapa rapuh dan keringnya harapan dan hubungan dalam ruang yang membatasi ini.

Bagian Kedua: Hotel (2)

Bagian kedua puisi melanjutkan tema keterasingan namun dengan pendekatan yang lebih introspektif dan gelap. Di sini, hotel tidak hanya menjadi ruang fisik tetapi juga ruang psikologis di mana identitas diri dan keputusasaan saling bertabrakan. Metafora "daging busuk menggembung di bawah cahaya lampu" menciptakan kesan kehampaan dan kematian yang perlahan menggerogoti diri.

Ada juga tema kematian dan bunuh diri yang diungkapkan dengan cara yang sangat pribadi—"kubayangkan wajahmu" dan "setiap pagi pelayan bertanya berapa panjang ususku". Ini menunjukkan betapa penulis merasa terasing dari diri sendiri dan dunia di sekelilingnya.

Citratan seperti "Aku ingin kau cemburu" dan "perempuan memasuki kamarku" menggambarkan bagaimana keputusasaan dan keresahan dalam diri penulis berinteraksi dengan kehidupan yang surreal dan penuh kontradiksi di dalam hotel. Suasana yang suram dan penuh kesedihan menjadi lebih intens melalui gambaran mayat yang bangkit dan ancaman yang datang dari dalam kamar.

Secara keseluruhan, puisi "Hotel" karya Nirwan Dewanto menawarkan refleksi mendalam tentang pengalaman manusia dalam sebuah ruang yang penuh dengan kegelapan dan ketidakpastian. Hotel menjadi metafora untuk keterasingan, identitas yang terancam, dan keputusasaan yang membayangi hubungan dan eksistensi.

Nirwan Dewanto
Puisi: Hotel
Karya: Nirwan Dewanto

Biodata Nirwan Dewanto:
  • Nirwan Dewanto lahir pada tanggal 28 September 1961 di Surabaya, Jawa Timur, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.