Elviana
Elviana yang eva
Sampai jua sapanya
Pada mau yang akan rindu
Pada cinta yang akan siapa
tapi apa yang akan sebut tapi apa yang akan luput
tapi apa yang akan lumut kalau rindu yang akan lupa
kalau cinta yang akan cuma kalau siapa yang akan hanya
: rindu yang akan lupa
cinta yang akan cuma
cium yang akan napsu
sebab waktu tak sampai detik sebab mau tak sampai titik
sebab cuma yang akan tahu kalau hanya yang akan sangku
siapa pula yang mau sebut
Elviana yang eva
Lama-lama
Jadi biasa
1974
Sumber: Horison (November-Desember, 1978)
Analisis Puisi:
Puisi "Elviana" karya Ibrahim Sattah adalah sebuah karya yang menyoroti tema rindu, cinta, dan eksistensi dengan gaya bahasa yang unik dan penuh makna. Dengan struktur yang bebas dan repetitif, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan sifat dan kompleksitas perasaan manusia, terutama dalam konteks cinta dan rindu.
Tema Utama
- Rindu dan Cinta: Puisi ini mengeksplorasi tema rindu dan cinta dengan cara yang melankolis dan reflektif. Elviana, sebagai nama yang muncul di puisi, menjadi simbol dari rindu dan cinta yang tidak sepenuhnya terungkap atau terpenuhi. Frasa seperti "rindu yang akan lupa" dan "cinta yang akan cuma" menunjukkan bagaimana perasaan tersebut dapat menjadi ambigu dan sulit dipahami.
- Waktu dan Eksistensi: Puisi ini juga mencerminkan tema waktu dan eksistensi, dengan penekanan pada bagaimana waktu dapat mempengaruhi rasa rindu dan cinta. "Sebab waktu tak sampai detik" dan "sebab mau tak sampai titik" mengekspresikan ketidakmampuan waktu untuk memenuhi harapan dan keinginan manusia.
- Ketidakpastian dan Keberulangan: Puisi ini menekankan ketidakpastian dalam perasaan dan hubungan. Dengan penggunaan frasa yang berulang seperti "tapi apa yang akan" dan "siapa pula yang mau sebut", puisi ini mencerminkan ketidakpastian dan kebingungan yang sering menyertai perasaan cinta dan rindu.
Gaya Bahasa dan Struktur
- Gaya Bahasa Repetitif dan Minimalis: Ibrahim Sattah menggunakan gaya bahasa repetitif dan minimalis untuk menekankan rasa rindu dan cinta yang tidak sepenuhnya terungkap. Penggunaan frasa yang berulang seperti "rindu yang akan lupa" dan "cinta yang akan cuma" memberikan kesan ketidakpastian dan pengulangan dalam perasaan.
- Struktur Bebas dan Fragmentaris: Struktur puisi ini bebas dan fragmentaris, mencerminkan sifat tidak teratur dan tidak pasti dari perasaan cinta dan rindu. Penulis tidak mengikuti pola atau struktur tertentu, yang menunjukkan bahwa perasaan tersebut tidak dapat diprediksi atau dikelompokkan dengan mudah.
- Penggunaan Nama dan Simbol: Nama "Elviana" digunakan sebagai simbol untuk perasaan dan emosi dalam puisi ini. Nama tersebut menjadi pusat perhatian, tetapi makna sebenarnya dari Elviana tetap ambigu, mencerminkan ketidakpastian dalam perasaan yang diungkapkan.
Makna dan Interpretasi
Puisi "Elviana" menawarkan refleksi mendalam tentang sifat cinta dan rindu. Nama Elviana dapat dianggap sebagai representasi dari perasaan yang tidak sepenuhnya terungkap atau dipahami. Dengan frasa-frasa seperti "rindu yang akan lupa" dan "cinta yang akan cuma", puisi ini menggambarkan bagaimana perasaan dapat menjadi samar dan sulit dipahami.
Puisi ini juga mencerminkan ketidakpastian dalam waktu dan eksistensi. Ungkapan "sebab waktu tak sampai detik" dan "sebab mau tak sampai titik" menunjukkan bahwa waktu dan keinginan manusia sering kali tidak dapat memenuhi harapan atau mencapai tujuan yang diinginkan.
Dalam konteks ini, puisi "Elviana" dapat diartikan sebagai meditasi tentang bagaimana cinta dan rindu dapat menjadi bagian dari pengalaman manusia yang kompleks dan tidak terduga. Dengan struktur bebas dan repetitif, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan perasaan mereka sendiri dan bagaimana perasaan tersebut dapat berubah seiring waktu.
Puisi "Elviana" karya Ibrahim Sattah adalah karya yang mengeksplorasi tema rindu, cinta, dan waktu dengan gaya bahasa yang unik dan repetitif. Dengan penggunaan nama sebagai simbol dan struktur bebas yang mencerminkan ketidakpastian, puisi ini menawarkan refleksi mendalam tentang perasaan manusia dan bagaimana perasaan tersebut dapat mempengaruhi pemahaman kita tentang cinta dan eksistensi. Karya ini mengajak pembaca untuk merenungkan kompleksitas dan ambiguitas dalam pengalaman emosional mereka sendiri.
Biodata Ibrahim Sattah:
- Ibrahim Sattah lahir pada tahun 1943 di Tarempa, Siantan, Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau.
- Ibrahim Sattah meninggal dunia pada tanggal 19 Januari 1988 (pada usia 43 tahun) di Pekanbaru.