Puisi: Dongeng (Karya Beno Siang Pamungkas)

Puisi "Dongeng" karya Beno Siang Pamungkas mengolah tema nostalgia, perubahan zaman, dan kehilangan dengan gaya yang melankolis dan reflektif.
Dongeng

Seperti pagi yang bergegas ke siang
anak-anak pergi mencuri benih duri
menumbuhkan pohon dalam dada.

Waktu berpilin, mengejar hari yang berumur pendek
televisi meniup balon suram di atas kepala
hatimu menjadi warga negara asing
luka kota yang terbuka,
tulisan nasibku menggenang
di batu-batu.

Tak ada lagi dongeng yang tersisa dari lampu Aladin
karena malam menjadi piatu
jangan kau pandang aku dengan cara yang lama.

Semarang, 19 Agustus 2009

Analisis Puisi:

Puisi "Dongeng" karya Beno Siang Pamungkas mengolah tema nostalgia, perubahan zaman, dan kehilangan dengan gaya yang melankolis dan reflektif. Melalui gambaran yang kuat dan simbolik, Pamungkas mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana dongeng dan keajaiban masa lalu telah memudar dalam realitas yang keras dan berubah.

Penggambaran Perubahan Zaman

Puisi dimulai dengan pernyataan "Seperti pagi yang bergegas ke siang / anak-anak pergi mencuri benih duri / menumbuhkan pohon dalam dada." Pagi yang cepat beralih ke siang mencerminkan bagaimana waktu berlalu dengan cepat, dan anak-anak yang mencuri benih duri menggambarkan tindakan penuh resiko atau mungkin tindakan yang penuh kesalahan. Menumbuhkan pohon dalam dada bisa diartikan sebagai pertumbuhan atau pengembangan yang muncul dari pengalaman-pengalaman yang mungkin tidak selalu menyenangkan atau mudah.

Konflik antara Masa Lalu dan Masa Kini

"Waktu berpilin, mengejar hari yang berumur pendek / televisi meniup balon suram di atas kepala" menggambarkan ketidakpastian dan kecepatan waktu yang membuat hari-hari terasa singkat. Televisi yang meniup balon suram menunjukkan media atau pengaruh luar yang menambah beban emosional atau kekhawatiran dalam hidup sehari-hari. Hal ini menciptakan kontras antara keajaiban masa lalu dan kenyataan saat ini.

Kehilangan Identitas dan Keterasingan

"Hatimu menjadi warga negara asing / luka kota yang terbuka," mengisyaratkan bahwa seseorang merasa terasing atau kehilangan identitas dalam lingkungan urban yang keras dan tidak ramah. Luka kota yang terbuka bisa menggambarkan kerusakan emosional atau fisik yang dialami di kota besar yang tidak memberikan perlindungan.

Kehilangan Dongeng dan Nostalgia

"Tak ada lagi dongeng yang tersisa dari lampu Aladin / karena malam menjadi piatu" mengungkapkan rasa kehilangan dongeng atau keajaiban masa lalu yang dulunya memberikan hiburan dan harapan. Lampu Aladin, simbol dari dongeng dan sihir, tidak lagi dapat ditemukan, dan malam yang menjadi piatu menunjukkan kegelapan atau kehilangan yang lebih dalam. Rasa nostalgia untuk masa lalu yang lebih sederhana dan penuh keajaiban diungkapkan dengan sangat kuat di sini.

Penutupan dan Harapan

Puisi diakhiri dengan "jangan kau pandang aku dengan cara yang lama." Ini merupakan pernyataan permohonan agar tidak dinilai atau diperlakukan berdasarkan masa lalu, melainkan untuk menerima atau memahami kondisi saat ini dengan cara yang baru. Ini mencerminkan keinginan untuk bergerak maju dan meninggalkan cara pandang lama yang mungkin tidak relevan lagi dengan realitas saat ini.

Puisi "Dongeng" karya Beno Siang Pamungkas adalah meditasi tentang perubahan, kehilangan, dan nostalgia. Dengan menggunakan gambaran simbolik seperti benih duri, televisi, dan lampu Aladin, Pamungkas menciptakan kontras yang kuat antara keajaiban masa lalu dan kenyataan yang keras saat ini. Melalui puisi ini, pembaca diundang untuk merenungkan bagaimana keajaiban dan dongeng masa lalu memudar dalam kehidupan modern, dan bagaimana kita bisa menemukan cara baru untuk memahami dan beradaptasi dengan perubahan zaman.


Puisi: Dongeng
Puisi: Dongeng
Karya: Beno Siang Pamungkas
© Sepenuhnya. All rights reserved.