Puisi: Di Bandara (Karya Lazuardi Adi Sage)

Puisi "Di Bandara" karya Lazuardi Adi Sage menghadirkan gambaran emosional dan visual yang kuat tentang perpisahan dan jarak, dengan latar belakang ..

Catatan
Di Bandara


jauh sekali negerimu
di lepas landas
jumboku menembus bulan

senja-senja di Bandara
perpisahan rubuhkan airmata
kutampung jadi kolam
kurenangi bulan

pesawatku yang terakhir
terbang malam
meroket waktu
ziiinggg!!!

jauh sekali negerimu
di ujung mata
bulan terpilah-pilah
terobek
terobek
flight nomor 000
meroket waktu
ziiinggg!!!

cahaya jatuh di Bandara
bulan jatuh
angin jatuh
sepi jatuh
jauh sekali negerimu
ziiinnggg!!!

Jakarta, 1986

Sumber: Horison (Maret, 1987)

Analisis Puisi:

Puisi "Di Bandara" karya Lazuardi Adi Sage menghadirkan gambaran emosional dan visual yang kuat tentang perpisahan dan jarak, dengan latar belakang bandara sebagai simbol transisi dan perubahan. Melalui gaya bahasa yang imajinatif dan penuh perasaan, Sage mengeksplorasi tema perpisahan, perjalanan, dan keterasingan.

Struktur dan Tema

Puisi ini terdiri dari lima bait dengan pola pengulangan dan gambar yang menggugah, menciptakan atmosfer emosional yang mendalam. Sage menggunakan bandara sebagai latar untuk menyampaikan perasaan yang kompleks tentang perpisahan, jarak, dan waktu.

Jarak dan Kesedihan

Puisi dimulai dengan "jauh sekali negerimu / di lepas landas / jumboku menembus bulan". Frasa ini langsung mengesankan jarak yang sangat jauh antara penulis dan negeri yang ditinggalkan. "Jumboku menembus bulan" menggambarkan perjalanan yang melampaui batasan fisik dan metaforis, menekankan betapa jauhnya negeri yang ditinggalkan serta kerinduan yang mendalam.

Perpisahan dan Emosi

Di bait kedua, "senja-senja di Bandara / perpisahan rubuhkan airmata / kutampung jadi kolam / kurenangi bulan", Sage mengilustrasikan suasana emosional di bandara, tempat di mana perpisahan menyebabkan air mata yang melimpah. "Kutampung jadi kolam / kurenangi bulan" menciptakan metafora yang kuat di mana air mata diibaratkan sebagai kolam yang meresapi malam dan bulan, menunjukkan betapa dalamnya kesedihan yang dirasakan.

Perjalanan dan Waktu

Bait ketiga memperkenalkan "pesawatku yang terakhir / terbang malam / meroket waktu / ziiinggg!!!". Di sini, pesawat terakhir melambangkan akhir dari perjalanan atau perpisahan, dengan "meroket waktu" yang menunjukkan bagaimana waktu terasa mempercepat saat berada dalam keadaan emosional. Suara onomatopoeik "ziiinggg!!!" menambah efek dramatis dan menggarisbawahi kecepatan serta intensitas perjalanan.

Keberadaan dan Kekosongan

Di bagian akhir puisi ini, Sage menekankan perasaan jarak dan kekosongan dengan "jauh sekali negerimu / di ujung mata / bulan terpilah-pilah / terobek / terobek / flight nomor 000 / meroket waktu / ziiinggg!!!". Frasa "bulan terpilah-pilah / terobek" menekankan perasaan kehampaan dan fragmentasi yang dialami saat berpisah. Pengulangan dan "ziiinggg!!!" menciptakan efek akhir yang kuat, menyiratkan kekosongan dan kesepian yang mendalam setelah perpisahan.

Puisi "Di Bandara" karya Lazuardi Adi Sage adalah puisi yang menyentuh mengenai tema perpisahan dan jarak dengan penggunaan bahasa yang imajinatif dan penuh perasaan. Sage berhasil menciptakan gambaran yang kuat tentang kesedihan dan perubahan melalui metafora yang mendalam dan pengulangan yang efektif. Bandara berfungsi sebagai simbol perpisahan dan perjalanan yang melampaui batas fisik, menggambarkan bagaimana jarak dan waktu dapat mempengaruhi perasaan dan pengalaman seseorang.

Lazuardi Adi Sage
Puisi: Di Bandara
Karya: Lazuardi Adi Sage

Biodata Lazuardi Adi Sage:
  • Lazuardi Adi Sage (biasa dipanggil Laz) lahir pada tanggal 28 November 1957 di Medan, Sumatera Utara.
  • Lazuardi Adi Sage meninggal dunia pada tanggal 19 Oktober 2007.
© Sepenuhnya. All rights reserved.