Puisi: Denpasar (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Denpasar" karya Wayan Jengki Sunarta menggambarkan bagaimana identitas kota dan penghuninya saling terkait dan dipengaruhi oleh pengalaman ...
Denpasar

denpasar, kota yang lahir
dari belukar
adalah akar
yang menjalar
di urat-urat nadimu

tertatih menahan perih
usia yang hijau
kau memburu bayang ibu
yang raib di ufuk barat
di senja penghabisan kata

saat bocah, jernih matamu
tak habis mereguk
cahya purnama
membayangkan sosok ibu
merenda kebaya di situ

namun, kau selalu
berseteru dengan waktu
sayup-sayup tangis ibu
menggema dalam darahmu

kini, waktu menjelma ibu
kau menjadi sekutu
hari-harimu yang ragu

denpasar, kota yang menyusu
pada perempuan-perempuan jelata,
ibu-ibu penjaja sayur di pasar
nanar menatap kepergianmu
tanpa pamit pada leluhur...

Denpasar, Januari 2010

Analisis Puisi:

Puisi "Denpasar" karya Wayan Jengki Sunarta menawarkan pandangan yang mendalam dan reflektif tentang kota Denpasar. Dengan bahasa yang penuh makna dan imajinasi, puisi ini menggambarkan hubungan antara kota dan sosok ibu serta bagaimana waktu mempengaruhi keduanya.

Tema

  • Kota sebagai Entitas Hidup: Puisi ini menganggap Denpasar bukan sekadar kota, tetapi sebagai entitas hidup yang memiliki hubungan mendalam dengan penduduknya. "Denpasar, kota yang lahir dari belukar" menunjukkan bahwa kota ini memiliki asal-usul yang sederhana namun vital. Kota ini digambarkan sebagai "akar yang menjalar di urat-urat nadimu," yang menunjukkan bahwa Denpasar menyatu dengan kehidupan dan identitas penghuninya.
  • Hubungan dengan Ibu dan Nostalgia: Tema utama puisi ini adalah hubungan dengan sosok ibu dan nostalgia terhadap masa lalu. Denpasar dikaitkan dengan "bayang ibu yang raib di ufuk barat," mengindikasikan kerinduan terhadap sosok ibu dan masa-masa lalu yang telah berlalu. "Saat bocah, jernih matamu tak habis mereguk cahya purnama" menggambarkan keindahan masa kecil dan kekaguman terhadap sosok ibu yang kini menjadi bagian dari kenangan.
  • Konflik dengan Waktu: Puisi ini juga menyoroti konflik antara kota dan waktu. "Kau selalu berseteru dengan waktu" menggambarkan ketidakmampuan untuk menghindari perubahan dan kerentanan terhadap masa lalu. Waktu yang "menjelma ibu" menunjukkan bahwa pengalaman dan kenangan masa lalu terus berlanjut, membentuk identitas kota dan penduduknya.
  • Identitas Sosial dan Ekonomi: Puisi ini juga mengacu pada aspek sosial dan ekonomi dari Denpasar. "Kota yang menyusu pada perempuan-perempuan jelata, ibu-ibu penjaja sayur di pasar" menyoroti ketergantungan kota terhadap lapisan sosial yang lebih rendah dan pekerjaan sehari-hari yang sering kali dianggap remeh namun vital bagi kehidupan kota.

Gaya Bahasa dan Teknik

  • Metafora dan Simbolisme: Penulis menggunakan metafora dan simbolisme untuk menyampaikan pesan yang mendalam. "Denpasar, kota yang lahir dari belukar" adalah metafora untuk pertumbuhan dan asal-usul kota yang sederhana namun penting. "Akar yang menjalar di urat-urat nadimu" menunjukkan hubungan yang mendalam antara kota dan identitas penghuninya.
  • Imaji dan Deskripsi: Puisi ini menggunakan imaji yang kuat untuk menciptakan gambaran visual yang jelas. Frasa seperti "cahya purnama" dan "ibu-ibu penjaja sayur di pasar" memberikan gambaran yang hidup tentang kehidupan sehari-hari dan hubungan emosional dengan kota dan sosok ibu.
  • Kontras dan Penekanan: Kontras antara masa lalu dan masa kini, antara sosok ibu dan kota, memberikan penekanan pada tema utama puisi. "Sayup-sayup tangis ibu menggema dalam darahmu" menunjukkan bagaimana kenangan masa lalu terus mempengaruhi keadaan saat ini.

Makna dan Refleksi

  • Kota dan Identitas: Puisi ini menggambarkan Denpasar sebagai simbol identitas dan hubungan pribadi. Kota ini bukan hanya tempat fisik, tetapi juga entitas yang menyatu dengan pengalaman dan kenangan pribadi penghuninya. Ini mencerminkan bagaimana lingkungan kita membentuk dan dipengaruhi oleh identitas kita.
  • Nostalgia dan Perubahan: Puisi ini mencerminkan perasaan nostalgia dan kerinduan terhadap masa lalu, terutama terkait dengan sosok ibu dan masa kecil. Ketidakmampuan untuk mengubah masa lalu dan ketidakpastian masa depan adalah tema sentral yang menyatukan pengalaman pribadi dengan keadaan kota.
  • Kehidupan Sosial dan Ekonomi: Dengan menyoroti kehidupan sehari-hari dari lapisan sosial yang lebih rendah, puisi ini menunjukkan bagaimana aspek-aspek yang sering diabaikan memiliki peran penting dalam membentuk identitas kota. Ini juga mengajak pembaca untuk menghargai kontribusi yang sering dianggap remeh namun sangat berharga dalam kehidupan kota.
Puisi "Denpasar" karya Wayan Jengki Sunarta adalah karya yang kaya dengan makna dan refleksi tentang hubungan antara kota, sosok ibu, dan waktu. Dengan menggunakan metafora, imaji, dan kontras, puisi ini menggambarkan bagaimana identitas kota dan penghuninya saling terkait dan dipengaruhi oleh pengalaman pribadi serta perubahan zaman. Pesan tentang nostalgia, peran sosial, dan hubungan dengan masa lalu memberikan pandangan yang mendalam tentang bagaimana kita memahami dan menghargai lingkungan kita dan pengalaman hidup kita.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Denpasar
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.