Puisi: Cahaya (Karya Djamil Suherman)

Puisi "Cahaya" karya Djamil Suherman menggambarkan keagungan dan kemuliaan cahaya ilahi.
Cahaya
(An-Nur, 35)

Allah mencahayai langit dan bumi
semisal sebuah kandil tergantung seutas tali
kandil berkaca
cerlang bagai binatang sejuta
bernyala dengan minyak zaitun menyulat
bukan dari timur bukan dari barat
menyala sendiri biar tak tersentuh api
adalah cahaya dari segala cahaya
dengan cahayanya Allah menunjuk padanya
cahaya tamsil buat manusia yang dikehendakinya
allah mahatahu segalanya

Sumber: Kabar dari Langit (1986)

Analisis Puisi:

Puisi "Cahaya" karya Djamil Suherman adalah sebuah karya yang mendalam dan penuh dengan refleksi spiritual. Melalui penggunaan metafora yang kuat dan deskripsi yang mendalam, puisi ini menggambarkan keagungan dan kemuliaan cahaya ilahi.

Struktur dan Bentuk Puisi

Puisi "Cahaya" memiliki struktur yang sederhana namun padat makna. Dengan menggunakan bait yang teratur dan gaya bahasa yang puitis, puisi ini menyampaikan pesan spiritual yang mendalam dengan cara yang lugas dan jelas. Penggunaan repetisi dan imaji yang kuat memperkuat tema utama puisi.

Tema dan Makna

Tema utama puisi ini adalah cahaya ilahi dan sifat-sifatnya yang menggambarkan keagungan Allah. Djamil Suherman menggunakan metafora untuk menjelaskan bagaimana cahaya ini berfungsi sebagai simbol dari kekuatan dan pengetahuan ilahi. Berikut adalah beberapa elemen tema utama dalam puisi ini:
  • Metafora Kandil dan Tali: Puisi ini dibuka dengan metafora "kandil tergantung seutas tali," yang menggambarkan cahaya sebagai sesuatu yang murni dan agung. Kandil, yang biasanya digunakan untuk menerangi kegelapan, di sini melambangkan cahaya ilahi yang mencerahkan langit dan bumi. Tali yang menggantungkan kandil menandakan hubungan yang erat dan tak terpisahkan antara cahaya dan sumbernya, yaitu Allah.
  • Cahaya yang Tidak Terbakar: Deskripsi tentang cahaya yang “menyala sendiri biar tak tersentuh api” menunjukkan bahwa cahaya ini tidak bergantung pada bahan bakar atau sumber eksternal. Ini mencerminkan sifat ilahi dari cahaya yang bersifat abadi dan mandiri. Cahaya ini adalah "cahaya dari segala cahaya," yang berarti bahwa ia adalah sumber dari segala yang terang dan benar.
  • Cahaya dari Segala Cahaya: Frasa “adalah cahaya dari segala cahaya” menekankan supremasi cahaya ilahi di atas segala sesuatu. Ini mengisyaratkan bahwa cahaya Allah adalah yang tertinggi dan tidak dapat dibandingkan dengan cahaya apapun di dunia ini.
  • Petunjuk Ilahi dan Pengetahuan: Puisi ini juga menyebutkan bahwa dengan cahaya-Nya, Allah "menunjuk padanya," yang berarti bahwa cahaya ini juga berfungsi sebagai petunjuk dan pencerahan bagi manusia. Ini menunjukkan bahwa cahaya ilahi bukan hanya tentang terang secara fisik tetapi juga sebagai simbol bimbingan dan pengetahuan spiritual.
  • Pengetahuan Ilahi: Pernyataan bahwa “Allah mahatahu segalanya” menegaskan bahwa pengetahuan dan pemahaman ilahi meliputi segala sesuatu. Cahaya yang digambarkan dalam puisi ini adalah manifestasi dari pengetahuan dan kebijaksanaan Allah yang tidak terbatas.

Gaya Bahasa dan Imaji

Djamil Suherman menggunakan bahasa yang sederhana namun kuat untuk menyampaikan pesan spiritualnya. Imaji seperti “kandil berkaca” dan “bernyala dengan minyak zaitun” menciptakan gambaran visual yang jelas tentang kemurnian dan keagungan cahaya ilahi.

Penggunaan metafora yang mengaitkan cahaya dengan kandil dan tali memperkuat makna spiritual dari puisi ini. Gaya bahasa ini membantu pembaca untuk memahami dan merasakan kedalaman makna di balik cahaya sebagai simbol dari kekuatan dan pengetahuan Allah.

Interpretasi Pribadi

Puisi ini dapat diartikan sebagai meditasi tentang keagungan dan keabadian cahaya ilahi. Melalui deskripsi dan metafora yang mendalam, Suherman mengajak pembaca untuk merenungkan sifat-sifat Tuhan yang maha kuasa dan pengetahuan-Nya yang tak terbatas. Puisi ini juga dapat dilihat sebagai pengingat bahwa cahaya ilahi adalah sumber dari segala pengetahuan dan bimbingan, dan bahwa segala sesuatu di dunia ini berasal dari cahaya tersebut.

Puisi "Cahaya" adalah puisi yang menggugah dan spiritual, yang berhasil menyampaikan keagungan dan kemuliaan cahaya ilahi melalui metafora yang kuat dan gaya bahasa yang puitis. Djamil Suherman menggunakan gambaran yang jelas dan simbolik untuk mengungkapkan bagaimana cahaya Allah merupakan sumber dari segala terang dan pengetahuan.

Puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan hubungan mereka dengan kekuatan ilahi dan memahami betapa pentingnya cahaya sebagai simbol dari bimbingan dan pengetahuan spiritual. Dengan kesederhanaan dan kedalaman makna, puisi ini menawarkan pandangan yang mendalam tentang sifat Tuhan dan bagaimana cahaya-Nya memengaruhi dan menerangi kehidupan manusia.

Puisi: Cahaya
Puisi: Cahaya
Karya: Djamil Suherman

Biodata Djamil Suherman:
  • Djamil Suherman lahir di Surabaya, pada tanggal 24 April 1924.
  • Djamil Suherman meninggal dunia di Bandung, pada tanggal 30 November 1985 (pada usia 61 tahun).
  • Djamil Suherman adalah salah satu sastrawan angkatan 1966-1970-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.