Puisi: Bulan (Karya Linus Suryadi AG)

Puisi "Bulan" karya Linus Suryadi AG menawarkan eksplorasi mendalam tentang kesendirian, refleksi, dan pengalaman batin yang dihadapi dalam ...
Bulan

kemudian bulan lenyap, yang dikelam asap
yang bersarang teduh di balik atap
perlahan sendiri kudaki anak tangga
berjalan sendiri mengucap sebaris doa

perlahan sendiri kutinggal degup duka
yang bumi mengingsut semesta terbuka
cakrawala-cakrawala berganda, hari-hari berirama
tiada gigil yang memanggil, lintas masa

1974

Sumber: Horison (Desember, 1976)

Catatan:
Puisi ini juga dijumpai di buku Langit Kelabu (1980).

Analisis Puisi:

Puisi "Bulan" karya Linus Suryadi AG menawarkan eksplorasi mendalam tentang kesendirian, refleksi, dan pengalaman batin yang dihadapi dalam kegelapan malam. Dengan penggunaan bahasa puitis dan simbolis, puisi ini menciptakan gambaran tentang perjalanan emosional individu yang berjuang menghadapi dan mengatasi perasaan duka.

Bulan dan Kegelapan sebagai Simbol

Puisi ini dimulai dengan "kemudian bulan lenyap, yang dikelam asap," yang mengilustrasikan kegelapan dan ketidakhadiran bulan. Bulan yang lenyap dan tertutup asap menggambarkan situasi di mana cahaya atau panduan dalam hidup telah menghilang, meninggalkan ruang yang gelap dan penuh dengan ketidakpastian. Asap sebagai penghalang juga melambangkan kabut emosional atau mental yang menyelimuti individu.

Kesendirian dan Perjalanan Emosional

"Yang bersarang teduh di balik atap" menggambarkan bagaimana individu mungkin mencari perlindungan atau ketenangan dari dunia luar di dalam ruang pribadinya. Kesendirian ini melibatkan proses introspeksi dan pencarian makna di tengah kegelapan dan ketidakpastian.

"Perlahan sendiri kudaki anak tangga, berjalan sendiri mengucap sebaris doa" menunjukkan tindakan melangkah perlahan-lahan menuju suatu tempat yang lebih tinggi atau lebih baik, sambil mengucapkan doa atau harapan. Anak tangga sering kali melambangkan perjalanan menuju pencerahan atau perubahan, sementara doa mencerminkan harapan dan pencarian dukungan spiritual.

Melepaskan Duka dan Membuka Diri

"Perlahan sendiri kutinggal degup duka, yang bumi mengingsut semesta terbuka" menunjukkan proses melepaskan duka atau kesedihan yang selama ini mengganggu. "Mengingsut semesta terbuka" menggambarkan perubahan dari kondisi yang tertutup dan tertekan menuju keadaan yang lebih terbuka dan luas, di mana kemungkinan dan peluang baru dapat muncul.

Cakrawala-cakrawala berganda dan hari-hari berirama menunjukkan pengalaman hidup yang terus berkembang dan berubah. Cakrawala berganda melambangkan berbagai kemungkinan dan perspektif yang tersedia, sedangkan hari-hari berirama mencerminkan ritme alami dari waktu dan pengalaman.

Refleksi dan Pembukaan

Puisi "Bulan" karya Linus Suryadi AG adalah sebuah karya yang mendalam dan reflektif, mengeksplorasi tema kesendirian, perjuangan emosional, dan perjalanan menuju pencerahan. Dengan menggunakan bulan, asap, dan anak tangga sebagai simbol, puisi ini menggambarkan perjalanan individu dalam menghadapi dan melepaskan duka, serta membuka diri terhadap kemungkinan baru.

Linus Suryadi AG dengan cermat menggunakan elemen alam dan simbolik untuk menyampaikan perasaan dan pengalaman batin yang kompleks. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang perjalanan mereka sendiri dalam menghadapi kegelapan dan mencari pencerahan, serta pentingnya melepaskan duka dan membuka diri terhadap kemungkinan baru yang ditawarkan oleh kehidupan.

Linus Suryadi AG
Puisi: Bulan
Karya: Linus Suryadi AG

Biodata Linus Suryadi AG:
  • Linus Suryadi AG lahir pada tanggal 3 Maret 1951 di dusun Kadisobo, Sleman, Yogyakarta.
  • Linus Suryadi AG meninggal dunia pada tanggal 30 Juli 1999 (pada usia 48 tahun) di Yogyakarta.
  • AG (Agustinus) adalah nama baptis Linus Suryadi sebagai pemeluk agama Katolik.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.