Berteduh
sehabis badai reda, gerimis seperti menumbuhkan
doa-doa, seperti asap putih
memuliakan pucuk-pucuk
cemara. juni yang memutih, mencemerlangkan pataka
pemukiman perkampungan harapan dengan penduduk
yang dimasak oleh hentakan-hentakan terhadap
ketidakjelasan, dan pintu-pintu baru dengan
tulisan darurat : mendukung reformasi
dan agustus meski bendera mungkin memucat. namun
bahwa selalu ada kesempatan bagi hitam putihnya tonil
untuk memulai suatu keberangkatan kembali. melewati
atau menyelinap lorong-lorong baru yang diciptakan-Nya
menembus kegamangan yang berkerdip-kerdip di antara
berjuta-juta biji mata yang harus menelan asap
kecongkakan. bahwa kita harus menuju sebuah tempat
suatu keadaan dengan bangunan-bangunan yang tak
menyakiti perasaan. guna mengarungi gairah putih
memendam sirnakan gairah hitam bagi kemanusiaanmu
kemanusiaanku yang menjalankan pemanasan global
hingga terbakarnya kota-kota dan hutan-hutan
karena ketidak-terkendalian sesuatu yang selama ini
tersumbat
bahwa ada yang mengharuskan kita berangkat kembali
berbekalkan bentangan langit hamparan samudera dan
keteguhan gunung serta udara emas keunguan lambang
cinta kasih-Nya. serta kewaspadaan terhadap permukaan
yang mudah pecah berantakan
Yogyakarta, 1998
Sumber: Republika (22 November 1998)
Analisis Puisi:
Puisi "Berteduh" karya Fauzi Absal merupakan sebuah karya puitis yang menyelidiki tema pasca-badai, perubahan sosial, dan pencarian makna dalam konteks reformasi dan kehidupan sehari-hari. Melalui bahasa yang metaforis dan reflektif, puisi ini menggambarkan proses penyembuhan dan penyesuaian diri setelah menghadapi badai, baik secara literal maupun simbolis.
Struktur dan Tema
Puisi ini menggunakan struktur naratif yang mengikuti alur dari kondisi setelah badai menuju refleksi dan harapan akan masa depan. Tema sentralnya adalah upaya untuk menemukan kedamaian dan memperbaiki keadaan setelah mengalami kegagalan atau kesulitan.
Pasca-Badai dan Penyembuhan
- "sehabis badai reda, gerimis seperti menumbuhkan / doa-doa, seperti asap putih": Baris ini menggambarkan suasana setelah badai, di mana hujan gerimis menandakan proses penyembuhan dan doa-doa sebagai simbol harapan dan kebangkitan. Asap putih menggambarkan kemurnian dan pembersihan setelah kekacauan.
- "memuliakan pucuk-pucuk / cemara": Pucuk cemara yang disinggung di sini melambangkan pertumbuhan baru dan harapan yang muncul setelah masa-masa sulit.
Reformasi dan Perubahan Sosial
- "juni yang memutih, mencemerlangkan pataka / pemukiman perkampungan harapan": Juni sebagai simbol waktu yang memutih mengindikasikan periode pembersihan dan pembaruan, sementara pataka dan pemukiman harapan menggambarkan aspirasi dan cita-cita untuk masa depan yang lebih baik.
- "pintu-pintu baru dengan tulisan darurat : mendukung reformasi": Ini menunjukkan adanya perubahan dan upaya perbaikan yang sedang berlangsung, dengan tulisan darurat menandakan kebutuhan mendesak untuk beradaptasi dan memperbaiki keadaan.
Kritik Sosial dan Kemanusiaan
- "meski bendera mungkin memucat. namun / bahwa selalu ada kesempatan bagi hitam putihnya tonil": Baris ini mengakui bahwa simbol-simbol perubahan (seperti bendera) mungkin tampak memudar, tetapi ada peluang untuk memulai kembali dan mencari makna baru.
- "mengarungi gairah putih / memendam sirnakan gairah hitam": Kontras antara gairah putih dan hitam melambangkan perjuangan untuk mengatasi konflik internal dan eksternal serta menciptakan keseimbangan dalam kehidupan.
Krisis Lingkungan dan Harapan Baru
- "kemanusiaanku yang menjalankan pemanasan global / hingga terbakarnya kota-kota dan hutan-hutan": Kritik terhadap dampak manusia terhadap lingkungan ini mencerminkan kesadaran akan krisis global dan kebutuhan mendesak untuk perubahan.
- "bahwa ada yang mengharuskan kita berangkat kembali": Menyiratkan perlunya langkah baru dan kesadaran akan perubahan yang harus dilakukan untuk mencapai kemajuan.
- "berbekalkan bentangan langit hamparan samudera dan / keteguhan gunung serta udara emas keunguan lambang / cinta kasih-Nya": Gambar-gambar alam ini mencerminkan harapan dan keindahan yang dapat dicapai dengan tekad dan keteguhan. Udara emas keunguan sebagai lambang cinta kasih Tuhan menunjukkan aspirasi untuk mencapai kedamaian dan kesejahteraan.
Puisi "Berteduh" karya Fauzi Absal menyajikan sebuah refleksi mendalam tentang kehidupan pasca-badai, reformasi sosial, dan pencarian makna baru. Melalui penggunaan bahasa yang metaforis dan naratif, puisi ini menggambarkan proses penyembuhan, kritik sosial, dan harapan akan masa depan yang lebih baik. Pembaca diundang untuk merenungkan bagaimana menghadapi perubahan dan krisis dengan keteguhan dan optimisme, serta pentingnya menemukan keseimbangan dalam menghadapi tantangan hidup.
Karya: Fauzi Absal
Biodata Fauzi Absal:
- Fauzi Absal lahir pada tanggal 2 Maret 1951 di Yogya.