Puisi: Aku Batu (Karya Salman Yoga S)

Puisi "Aku Batu" karya Salman Yoga S menawarkan sebuah pandangan reflektif mengenai eksistensi dan hubungan manusia dengan Tuhan.

Aku Batu


Aku batu yang telah hancur menjadi butiran pasir
Aku batu benda keras yang menjadi debu
Aku batu yang telah dikembalikan oleh air yang cair
Kepada asal muasal kejadian
Aku batu yang tidak bernyawa
Aku batu yang juga menjadi saksi mata atas gemuruh gelombang yang menimpa
Aku batu yang tidak berkeluarga
Aku batu yang tersunguk dan terguling-guling menahan terpa
Aku batu sebagai hamba dan ciptaan-Nya
Aku batu yang tidak seperti manusia
Aku batu yang tak berkata-kata
Aku batu yang mati dan hidup sama saja
Aku batu yang di takdirkan tidak berpikir dan merasa
Aku batu yang berdoa :
Ya Allah sempurnakan khianat kami
Agar tak lagi hamba yang memungkiri kejadiannya sendiri
Ya Syamik perdengarkan isak dan doa kami kepada hambamu
Agar sujud tak lagi mengingkari hati
Agar murka-Mu menjadi peringatan dan ancaman bagi generasi
Ya Allah sempurnakan kenistaan kami di hadapan-Mu
Agar hutang peri tak jadi waris bumi

Banda Aceh, Januari 2005

Sumber: Piala Maja (2016)

Analisis Puisi:

Puisi "Aku Batu" karya Salman Yoga S menawarkan sebuah refleksi mendalam tentang eksistensi dan kondisi manusia melalui simbol batu. Dengan gaya yang meditatif dan penuh renungan, puisi ini mengeksplorasi tema keterasingan, ketidakberdayaan, dan hubungan manusia dengan pencipta-Nya.

Puisi ini menggambarkan batu sebagai simbol ketidakberdayaan dan kekurangan, serta sebagai saksi dari kejadian-kejadian alam dan perubahan waktu. Dengan bahasa yang sederhana namun kuat, puisi ini menyampaikan tema-tema tentang keterbatasan, kefanaan, dan doa sebagai permohonan untuk perbaikan diri.

Simbolisme Batu

Batu dalam puisi ini berfungsi sebagai simbol dari keadaan manusia yang tidak mampu mengubah nasibnya sendiri dan tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi keadaan di sekitarnya. Berikut adalah beberapa aspek dari simbol batu dalam puisi:
  • Ketidakberdayaan dan Kekakuan: "Aku batu yang tidak bernyawa" dan "Aku batu yang juga menjadi saksi mata" menunjukkan ketidakmampuan batu untuk bertindak atau merasa, serta posisinya sebagai saksi pasif terhadap peristiwa di sekitarnya.
  • Keterasingan: "Aku batu yang tidak berkeluarga" dan "Aku batu yang tak berkata-kata" menggarisbawahi keterasingan batu dari makhluk hidup dan hubungannya dengan dunia sekitar.
  • Transformasi dan Keterbatasan: "Aku batu yang telah hancur menjadi butiran pasir" dan "Aku batu yang telah dikembalikan oleh air yang cair" menggambarkan transformasi batu dari benda keras menjadi debu, serta keterbatasannya dalam menghadapi perubahan.

Keterhubungan dengan Tuhan

Puisi ini juga mengeksplorasi hubungan antara manusia dan Tuhan melalui simbol batu:
  • Permohonan dan Doa: "Aku batu yang berdoa: Ya Allah sempurnakan khianat kami" menunjukkan upaya batu (dan secara simbolis, manusia) untuk meminta perbaikan diri dan penebusan dosa. Doa ini mencerminkan keinginan untuk mendapatkan pengampunan dan memperbaiki kekurangan.
  • Pengakuan Dosa dan Kenistaan: "Agar sujud tak lagi mengingkari hati" dan "Agar hutang peri tak jadi waris bumi" mencerminkan permohonan untuk perubahan spiritual dan moral, serta keinginan untuk memperbaiki kesalahan dan dosa.

Konflik dan Penerimaan

Puisi ini menggambarkan konflik internal dan penerimaan atas keadaan yang tidak dapat diubah:
  • Ketidakmampuan dan Penerimaan: "Aku batu yang mati dan hidup sama saja" menunjukkan bahwa batu (dan manusia yang diwakilinya) menerima keadaan mereka tanpa perubahan. Ini mencerminkan penerimaan atas kekurangan dan keterbatasan diri.
  • Doa sebagai Bentuk Penebusan: Dengan doa, batu berusaha untuk memperbaiki dan mengubah keadaan spiritualnya, meskipun secara fisik tidak dapat berbuat banyak. Doa ini merupakan ekspresi keinginan untuk mendapatkan pengertian dan perubahan dalam konteks yang lebih luas.

Interpretasi dan Pesan

Puisi "Aku Batu" memberikan komentar mendalam tentang eksistensi manusia dan hubungan mereka dengan Tuhan. Dengan menggunakan batu sebagai simbol, Salman Yoga S menyampaikan pesan tentang ketidakberdayaan, keterbatasan, dan kebutuhan untuk memperbaiki diri secara spiritual. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi mereka sendiri, mengakui kekurangan, dan berdoa untuk perbaikan dan penebusan.

Puisi "Aku Batu" karya Salman Yoga S menawarkan sebuah pandangan reflektif mengenai eksistensi dan hubungan manusia dengan Tuhan. Melalui simbolisme batu dan doa yang mendalam, puisi ini mengeksplorasi tema keterbatasan, kefanaan, dan keinginan untuk memperbaiki diri. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi spiritual mereka dan memohon perbaikan, sambil menerima kenyataan keterbatasan mereka.

Salman Yoga S
Puisi: Aku Batu
Karya: Salman Yoga S

Biodata Salman Yoga S:
  • Salman Yoga S lahir pada tanggal 5 Juni 1973 di Takengon, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.