Januari, 1984
Sumber: Horison (Juli, 1984)
Analisis Puisi:
Puisi "Tikar" karya Bakdi Soemanto menyajikan refleksi mendalam tentang eksistensi manusia dan kondisi hidup melalui perbandingan metaforis dengan tikar. Puisi ini menggunakan gambaran tikar yang sederhana untuk menjelajahi tema-tema tentang keberadaan, utilitas, dan kesia-siaan. Dengan gaya bahasa yang sederhana namun puitis, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang makna dan nasib manusia dalam konteks kehidupan sehari-hari.
Struktur Puisi
Puisi ini terdiri dari tiga bait, masing-masing mengungkapkan pandangan yang berbeda namun terkait tentang tikar sebagai metafora kehidupan manusia. Struktur yang repetitif menekankan kesederhanaan dan ketidakpastian.
Gaya Bahasa
- Metafora: Puisi ini menggunakan metafora "tikar" untuk mewakili manusia dan keadaan hidup. Tikar menjadi simbol dari berbagai pengalaman dan nasib manusia. Contoh: "Mungkin kita ini tikar," dan "Kita siap dibakar."
- Repetisi: Pengulangan frasa "Mungkin kita ini tikar" menekankan ide utama puisi dan memperkuat pesan tentang ketidakpastian dan kesamaan nasib manusia. Contoh: "Mungkin kita ini tikar."
- Gambaran Visual dan Sensori: Puisi ini memberikan gambaran visual yang jelas tentang berbagai perlakuan terhadap tikar, seperti "segelas teh tumpah" dan "seorang bayi pipis di atasnya," menciptakan efek yang kuat dan mengena. Contoh: "segelas teh tumpah menindihnya," dan "kartu jadi dibanting mewarnainya."
Tema dan Makna
- Tikar sebagai Simbol Ketidakpastian: Dengan menggambarkan tikar yang bisa digulung dan disimpan tanpa alasan yang jelas, puisi ini mencerminkan ketidakpastian dan kesediaan manusia untuk menghadapi perubahan yang tidak terduga. Contoh: "bisa digulung tiba-tiba / tanpa alasan bernalar; / hanya, ah, bosan, misalnya."
- Kehidupan sebagai Tikar: Penggunaan tikar sebagai metafora menggambarkan kesederhanaan dan keterbatasan eksistensi manusia. Tikar adalah benda yang sering dianggap sepele dan seringkali diabaikan, mencerminkan perasaan manusia yang mungkin merasa tidak diperhatikan atau dianggap remeh. Contoh: "Kita mungkin memang tikar."
- Perlakuan Terhadap Tikar: Puisi ini menggambarkan berbagai perlakuan terhadap tikar, seperti terkena pipis bayi, tumpahan teh, dan kartu yang dibanting. Ini mencerminkan berbagai pengalaman dan perlakuan yang diterima manusia dalam hidup mereka, baik yang baik maupun yang buruk. Contoh: "Seorang bayi pipis di atasnya, / segelas teh tumpah menindihnya, / kartu jadi dibanting mewarnainya."
- Kesiapan untuk Dihilangkan: Puisi ini menyoroti kenyataan bahwa meskipun seseorang mungkin mengalami berbagai peristiwa dalam hidup, mereka mungkin akhirnya diabaikan atau tidak tercatat dalam sejarah. Tikar yang siap dibakar dan tidak tercatat dalam sejarah mencerminkan eksistensi manusia yang bisa jadi terlupakan. Contoh: "Kita siap dibakar / dan tak tercatat dalam sejarah."
Puisi "Tikar" karya Bakdi Soemanto menggunakan metafora tikar untuk mengeksplorasi tema eksistensi manusia, ketidakpastian, dan perlakuan dalam kehidupan. Dengan gaya bahasa yang sederhana namun kuat, puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan makna kehidupan dan bagaimana manusia seringkali merasa seperti tikar yang tidak diperhatikan, dengan berbagai perlakuan dan nasib yang mungkin tidak diingat atau dicatat. Melalui gambaran visual dan simbolis, puisi ini menciptakan refleksi mendalam tentang pengalaman dan kesederhanaan dalam hidup.
Puisi: Tikar
Karya: Bakdi Soemanto
Biodata Bakdi Soemanto:
- Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U lahir pada tanggal 29 Oktober 1941 di Solo, Jawa Tengah.
- Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U meninggal dunia pada tanggal 11 Oktober 2014 (pada umur 72 tahun) di Yogyakarta.