Ada yang baru nih dari Songmont! Tas Elegan dengan Kualitas Terbaik

Puisi: Teluh (Karya Ari Pahala Hutabarat)

Puisi "Teluh" karya Ari Pahala Hutabarat mengeksplorasi tema kompleks tentang waktu, hasrat, dan eksistensi melalui bahasa metaforis yang mendalam.
Teluh

siapa yang tahu usia detak jam usia alir sungai usia gerimis
ambai usia hambar percintaan siapa yang tahu
mungkin kau tahu kenapa terjerat kepada hasrat terpilin akar
tersipu lezat terpukau kepada sesuatu yang disebut kedalaman
siapa yang tahu usia lama keluh usia kering luka usia sisa
dusta usia kelam cuaca siapa yang tahu
karena kau tipu aku dalam wangi tanpa rupa dalam lengang
tanpa damba dalam hening tanpa doa dalam alpa tanpa nama
siapa yang tahu kapan kan sampai detak degup debur
debar karena deru usia tak tertebak usai
mungkin kau tahu karena tak henti kau mengaku ibu kau
mengaku madu saat kau menyelinap di khusuk subuh
siapa yang tahu jika subuh itu kau akan mengetuk pintuku
mengetuk kepala dan jantungku mengetuk lamun kutukku
karena kau datang tiba-tiba membelit tiba-tiba meresap
tiba-tiba menjerat merayuku untuk karam dalam pesona
siapa yang tahu jika kau kan meminta memaksa
dan bertanya berapa sudah usia darah
yang bertahun sembunyi di tubuhku dan di subuh ini akan kau
serut dan kau kembalikan ke Bapak waktu
siapa yang tahu umur waktu--karena sebelum sempat
mengetuk pintuku kau telah kutebas dan kulempar ke laut jauh
yang aku tahu kau begitu nyata di dagingku
mendekam, menggengam teluh

01/04/2008

Analisis Puisi:

Puisi "Teluh" karya Ari Pahala Hutabarat mengungkapkan tema-tema tentang waktu, hasrat, dan eksistensi melalui bahasa yang puitis dan metaforis. Puisi ini menghadirkan refleksi mendalam tentang bagaimana waktu dan kehadiran seseorang mempengaruhi kehidupan dan perasaan seseorang, serta mengungkapkan kerumitan hubungan antara individu dengan masa lalu dan diri mereka sendiri.

Pertanyaan Eksistensial dan Waktu

  • Pertanyaan tentang Waktu dan Usia: Puisi ini dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan retoris tentang waktu: "siapa yang tahu usia detak jam usia alir sungai usia gerimis." Ini menunjukkan ketidakpastian dan kekaburan dalam memahami waktu dan bagaimana ia mempengaruhi kehidupan seseorang. Dengan menyebutkan berbagai bentuk waktu dan kondisi, seperti detak jam dan alir sungai, puisi ini menyiratkan bahwa waktu adalah elemen yang tak terjangkau dan tak dapat dipahami sepenuhnya.
  • Usia dan Hasrat: "Mungkin kau tahu kenapa terjerat kepada hasrat terpilin akar" menunjukkan bagaimana seseorang dapat terjerat dalam hasrat dan keinginan yang mendalam. Perasaan ini menjadi seperti akar yang terjalin dan sulit untuk diuraikan, menggambarkan kedalaman emosi dan pengalaman manusia yang kompleks.

Kehilangan Identitas dan Diri

  • Penipuan dan Kekosongan: "Karena kau tipu aku dalam wangi tanpa rupa dalam lengang tanpa damba" menyoroti tema penipuan dan kekosongan dalam hubungan. Penggunaan metafora seperti "wangi tanpa rupa" dan "lengang tanpa damba" menunjukkan betapa tidak konkrit dan ambigu pengalaman tersebut. Ini menggambarkan perasaan disorientasi dan kehilangan dalam menghadapi sesuatu yang tidak dapat dipahami atau dipegang secara nyata.
  • Subuh dan Keterhubungan: "Mungkin kau tahu karena tak henti kau mengaku ibu kau mengaku madu saat kau menyelinap di khusuk subuh" menunjukkan keterhubungan antara waktu (subuh) dan kehadiran seseorang. Subuh sebagai waktu peralihan menambah dimensi spiritual dan transendental dalam puisi, di mana kehadiran seseorang yang misterius dan pengakuan mereka tentang diri mereka sendiri menambah kompleksitas tema.

Penerimaan dan Penolakan

  • Pengaruh dan Ketidakberdayaan: "Karena kau datang tiba-tiba membelit tiba-tiba meresap tiba-tiba menjerat merayuku untuk karam dalam pesona" menggambarkan bagaimana kehadiran seseorang dapat mengikat dan mempengaruhi seseorang secara mendalam. Penggunaan kata-kata seperti "membelit," "meresap," dan "menjerat" menunjukkan bagaimana kehadiran ini bisa sangat kuat dan mengubah keadaan emosional dan psikologis seseorang.
  • Pertanyaan tentang Umur dan Kesadaran: "Siapa yang tahu jika kau kan meminta memaksa dan bertanya berapa sudah usia darah" menyoroti perasaan bahwa waktu dan pengalaman yang tersembunyi dalam tubuh seseorang akan dikembalikan ke masa lalu. Ini mengekspresikan kekhawatiran tentang bagaimana masa lalu dan pengalaman pribadi akan diperhitungkan dan dikembalikan pada akhirnya.
  • Penutup dan Keterbatasan
  • Penolakan Terhadap Realitas: "Karena sebelum sempat mengetuk pintuku kau telah kutebas dan kulempar ke laut jauh" menunjukkan tindakan penolakan dan penangkapan terhadap sesuatu yang datang dengan mendalam. Dengan melemparkan "ke laut jauh," puisi ini menyiratkan upaya untuk menghindari atau menyingkirkan elemen yang dianggap tidak diinginkan atau mengancam.
  • Kehadiran yang Nyata: "Yang aku tahu kau begitu nyata di dagingku mendekam, menggengam teluh" menekankan bahwa meskipun ada penolakan, kehadiran dan dampak dari pengalaman tersebut tetap nyata dan terasa di dalam diri seseorang. "Teluh" di sini merujuk pada sesuatu yang membekas atau mempengaruhi secara mendalam, mencerminkan dampak yang terus ada meskipun ada usaha untuk menghindarinya.
Puisi "Teluh" karya Ari Pahala Hutabarat mengeksplorasi tema kompleks tentang waktu, hasrat, dan eksistensi melalui bahasa metaforis yang mendalam. Dengan mengajukan pertanyaan tentang waktu dan usia, serta menggambarkan bagaimana kehadiran seseorang dapat mempengaruhi dan mengubah kehidupan, puisi ini memberikan refleksi yang mendalam tentang ketidakpastian dan kekaburan dalam pengalaman manusia. Melalui penggunaan simbolisme dan metafora yang kuat, puisi ini menyampaikan perasaan melankolia, penolakan, dan pengakuan terhadap dampak yang dirasakan dalam diri seseorang.

Ari Pahala Hutabarat
Puisi: Teluh
Karya: Ari Pahala Hutabarat

Biodata Ari Pahala Hutabarat:
  • Ari Pahala Hutabarat (akrab disapa Ari atau Ucok) lahir pada tanggal 24 Agustus 1975 di Palembang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.