Puisi: Mula Kata (Karya J. E. Tatengkeng)

Puisi "Mula Kata" karya J. E. Tatengkeng merupakan sebuah pengamatan dalam bentuk puisi terhadap alam dan kehidupan sehari-hari yang dipenuhi ....
Mula Kata

Kalau waktu pagi hari,
Matahari naik,
Mencurahkan terangnya di bumi,
Aku berkata dalam hatiku:
O, betapa Setia engkau!
Tak pernah kaulupakan kewajibanmu,
Perintah raja manakah engkau turuti, kalau kau terbit?
Lambaian putri manakah engkau ikuti, kalau kau benam?

Kalau kulihat daunan kayu,
Bergerak diembus angin sepoi,
Aku berkata dalam hatiku:
O, betapa Suka hatimu!
Engkau melambai dan melompat,
Apatah pesanan angin padamu?

Kalau kulihat bunga bakung,
Yang kembang di taman sari,
Aku tercengang dan berkata:
O, kembang, siapakah menjadikan
Engkau seindah itu?
Betapa Putih engkau, betapa suci…

Pada waktu petang,
Kududuk di pantai,
Dan kulihat sepasang pipit riang terbang;
Aku pun terpekurlah dan bertanya:
O, Pipit, betapa manis hidupmu,
Selalu bersama, tak pernah bercerai,
Katakan padaku, hai, Pipit,
Kamu melukiskan Kasih dan Cinta…?

Bila kulihat ke dalam,
Dalam hati kalbu sendiri,
O, kulihat, o, kulihat...
....................................
Tak lain dalam hatiku,
Tinggal hanya: Rindu-Dendam

Terimalah Buah tanganku,
Lukisan Rindu Dendam...

Sumber: Rindu Dendam (1934)

Analisis Puisi:

Puisi "Mula Kata" karya J. E. Tatengkeng merupakan sebuah pengamatan dalam bentuk puisi terhadap alam dan kehidupan sehari-hari yang dipenuhi dengan rasa kagum, refleksi, dan pertanyaan filosofis tentang eksistensi dan makna di balik keindahan alam.

Tema dan Konteks

Puisi ini mengeksplorasi tema tentang keajaiban alam dan perenungan tentang peran manusia di dalamnya. Setiap bait puisi menghadirkan momen-momen observasi terhadap elemen-elemen alam seperti matahari, daun-daun kayu yang ditiup angin, bunga bakung, dan sepasang pipit yang riang.

Gaya Bahasa dan Imaji

J. E. Tatengkeng menggunakan bahasa yang sederhana namun puitis, dengan menghadirkan imaji-imaji yang kuat dan memikat. Contohnya, penggambaran tentang matahari yang "naik, Mencurahkan terangnya di bumi" menunjukkan kekaguman terhadap keindahan alam dan kestabilan waktu.

Simbolisme dan Filosofi

Simbolisme dalam puisi ini tercermin dalam penggunaan elemen-elemen alam sebagai metafora untuk eksplorasi filosofis tentang kehidupan dan kemanusiaan. Misalnya, bunga bakung yang dianggap suci dapat dipandang sebagai simbol kesucian dan keindahan yang ada di dunia.

Makna Mendalam

Pada akhir puisi, terdapat perubahan suasana dari pemandangan alam ke refleksi batin yang lebih dalam. Penggunaan kata "Rindu-Dendam" pada akhir puisi mencerminkan kompleksitas perasaan manusia yang bisa berubah dari kekaguman dan kekaguman terhadap alam menjadi perasaan yang lebih dalam dan kompleks.

Melalui puisi ini, pembaca diajak untuk merenung tentang hubungan manusia dengan alam dan perenungan tentang makna eksistensi dan perasaan manusia di dalamnya. Puisi ini menyoroti keindahan alam sebagai sumber inspirasi dan refleksi filosofis tentang kehidupan.

Puisi J. E. Tatengkeng
Puisi: Mula Kata
Karya: J. E. Tatengkeng

Biodata J. E. Tatengkeng:
  • J. E. Tatengkeng (Jan Engelbert Tatengkeng) adalah salah satu penyair Angkatan Pujangga Baru. Nama panggilan sehari-harinya adalah Om Jan.
  • J. E. Tatengkeng lahir di Kolongan, Sangihe, Sulawesi Utara, 19 Oktober 1907.
  • J. E. Tatengkeng meninggal dunia di Makassar, 6 Maret 1968 (pada umur 60 tahun).
© Sepenuhnya. All rights reserved.