Puisi: Menjadi Kemacetan (Karya M. Aan Mansyur)

Puisi "Menjadi Kemacetan" karya M. Aan Mansyur mengajak pembaca untuk merenungkan pengalaman hidup sehari-hari dan keresahan yang menyertainya.
Menjadi Kemacetan

Kita lelah dan mesin-mesin ini tidak
tahu bergerak. Kauingin aku jadi
sesuatu yang ringan dan pandai
terbang. Aku lebih suka andai bisa
jadi mobil bertumpuk di belakang
pabrik yang sudah pension….atau
belukar yang menjadikannya taman
ular.

Dari jendela mobil yang
gelisah tidak ada yang tampak
indah. Bahkan matahari yang
menenggelamkan diri dan jingga.
Sebagian hujan sejak lama sudah
sial tercatat di laporan tahunan
departemen sosial. Selebihnya
memilih sembunyi di sajak siapa-
penyair-itu dan aman jadu laut atau
langit atau
cuaca tanpa ada yang
mengubah namanya jadi keluhan,
Kauingin aku menjadi kekasih atau
puisi yang tangannya bias memijat
betismu yang keram. Aku lebih
suka andai bias jadi trotoar atau
pohon tua yang mengajakmu
berlari-lari kecil seperti bocah
riang pulang sekolah.

Kita lelah dan kata-kata dusta dan
kota-kota jauh jatuh dari layar
telepon genggammu yang lelah
kaupandangi. Kau sedih seolah
semua orang yang kaukenal tiba-
tiba menghapusmu. Kauingin aku
jadi negara atau hal-hal yang
gemar berlibur. Aku lebih suka
andai bisa jadi buku dongeng
yang kaubaca di tempat tidur,
Kaupeluk aku sambil tertawa
membayangkan kita sepasang anak
kecil yang selamanya. Kupeluk kau
sambil membayangkan lengan kita
adalah negara satu-satunya.

Mesin-mesin ini tetap bodoh dan
tak tahu bergerak. Teleponmu
basah dan mati dan lepas dari
genggaman. Tidur, atau mungkin
maut, memasuki tubuhmu pelan-
pelan. Matamu museum kupu-
kupu. Kulihat mimpi satu demi satu
keluar dari sana. Aku, seperti biasa,
memikirkan cita-citaku yang selalu;
ingin segera berhenti jadi buruh.

Sumber: Melihat Api Bekerja (2015)

Analisis Puisi:

Puisi "Menjadi Kemacetan" karya M. Aan Mansyur adalah karya yang mendalam, mencerminkan rasa lelah, frustrasi, dan keinginan untuk melarikan diri dari rutinitas yang menjemukan. Dalam puisi ini, penulis menggunakan metafora dan simbolisme untuk menggambarkan ketidakpuasan dan harapan akan perubahan. Melalui gaya bahasa yang reflektif dan emosional, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan pengalaman hidup sehari-hari dan keresahan yang menyertainya.

Struktur Puisi

  • Panjang dan Berlapis: Puisi ini terdiri dari beberapa bagian yang panjang dan berlapis, menciptakan alur reflektif dan berkelanjutan. Struktur ini memungkinkan pembaca untuk meresapi setiap baris dan menghubungkannya dengan perasaan dan pikiran yang digambarkan. Contoh: "Kita lelah dan mesin-mesin ini tidak tahu bergerak. Kauingin aku jadi sesuatu yang ringan dan pandai terbang."
  • Penggunaan Simbol dan Metafora: Penulis menggunakan simbolisme dan metafora seperti "mobil bertumpuk" dan "belukar" untuk menggambarkan keinginan dan ketidakpuasan, memperkaya makna puisi. Contoh: "Aku lebih suka andai bisa jadi mobil bertumpuk di belakang pabrik yang sudah pension."

Gaya Bahasa

  • Gaya Bahasa Reflektif: Puisi ini menggunakan gaya bahasa yang reflektif dan introspektif, memungkinkan pembaca untuk merasakan keputusasaan dan harapan penulis. Contoh: "Dari jendela mobil yang gelisah tidak ada yang tampak indah."
  • Kontras dan Kontradiksi: Penulis menciptakan kontras antara keinginan untuk menjadi sesuatu yang lebih ringan atau lebih indah dan kenyataan yang membosankan dan penuh kesulitan. Contoh: "Kauingin aku menjadi kekasih atau puisi yang tangannya bias memijat betismu yang keram."

Frustrasi dan Ketidakpuasan

  • Kemacetan dan Rutinitas: Kemacetan di jalan dan ketidakmampuan mesin untuk bergerak melambangkan rutinitas yang membosankan dan frustrasi dalam kehidupan sehari-hari. Penulis mengungkapkan kelelahan dengan menggunakan metafora ini. Contoh: "Kita lelah dan mesin-mesin ini tidak tahu bergerak."
  • Keinginan untuk Melarikan Diri: Penulis menyatakan keinginan untuk melarikan diri dari kehidupan yang monoton, dengan harapan bisa menjadi sesuatu yang lebih ringan dan menyenangkan, seperti "mobil bertumpuk" atau "pohon tua." Contoh: "Aku lebih suka andai bisa jadi trotoar atau pohon tua yang mengajakmu berlari-lari kecil seperti bocah riang pulang sekolah."

Kontras antara Harapan dan Kenyataan

  • Harapan dan Kenyataan: Puisi ini menggambarkan kontras antara harapan akan kehidupan yang lebih bahagia dan kenyataan yang penuh kesulitan. Penulis mencerminkan harapan akan perubahan dengan metafora yang melawan kenyataan yang pahit. Contoh: "Kauingin aku jadi negara atau hal-hal yang gemar berlibur."
  • Kehilangan dan Kesepian: Baris terakhir menunjukkan kesepian dan kehilangan, menggambarkan perasaan tidak terhubung dengan dunia dan menginginkan perubahan. Contoh: "Mesin-mesin ini tetap bodoh dan tak tahu bergerak. Teleponmu basah dan mati dan lepas dari genggaman."

Emosional

Puisi ini menggambarkan perasaan kelelahan, frustrasi, dan keinginan untuk melarikan diri dari rutinitas sehari-hari melalui metafora dan simbolisme yang kuat. Penulis menyampaikan perasaan ketidakpuasan dengan gaya bahasa yang reflektif dan introspektif, menciptakan hubungan emosional yang mendalam dengan pembaca. Kontras antara harapan dan kenyataan mencerminkan konflik batin yang dialami penulis.

Puisi "Menjadi Kemacetan" karya M. Aan Mansyur adalah eksplorasi mendalam tentang kelelahan, frustrasi, dan keinginan untuk perubahan. Dengan menggunakan struktur yang panjang dan berlapis serta gaya bahasa reflektif, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan pengalaman hidup sehari-hari dan keresahan yang menyertainya. Melalui simbolisme dan metafora, penulis menciptakan gambaran yang kuat tentang ketidakpuasan dan harapan akan sesuatu yang lebih baik, mengundang pembaca untuk meresapi dan memahami perasaan dan keinginan yang disampaikan.

M. Aan Mansyur
Puisi: Menjadi Kemacetan
Karya: M. Aan Mansyur

Biodata M. Aan Mansyur:
  • M. Aan Mansyur lahir pada tanggal 14 Januari 1982 di Bone, Sulawesi Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.