Puisi: Langit dan Laut di Timur (Karya M. Aan Mansyur)

Puisi "Langit dan Laut di Timur" karya M. Aan Mansyur menghadirkan refleksi mendalam tentang masa lalu, identitas, dan hubungan antara manusia ...
Langit dan Laut di Timur

Masa lampai sering kali kita tolak
kilaunya. Sebagian bintang di langit
adalah hantu. Kala hidup, mereka
peta penuntun kita mencari kerang
dan menyeberang ke pulau-pulau
jauh. Karenanya anak-anak kita
mencintai jendela, angan-angan,
pertualangan, dan buah tangan.

Cahaya bintang berakhir di tepat
waktu seperti peristiwa-peristiwa
dari bencana berubah jadi
kenangan indah yang berpura-pura
kita ingkari. Mata mereka mati.
Mayat mereka jatuh dan terkubur
di udara. Kita terpukau dan
berandai-andai. Kita ingin
jadi pilot dan bukan penyelam.

Tidak ada yang lebih pandai
mengelak dari diri sendiri melebihi
kita.

Kita Maluku kau Buru, aku aru, satu,
tapi laut adalah pusat tubuh kita yang
lapar, menghampar seperti kita riuh
dan berbahaya jari-jari pantai
berusaha
saling menggapai ibarat surat dan
alamat. Rindu surut atau perahu
karam
dan berkarat di dasar paling dalam.
Di permukaan, harapan tidak lebih
dari buih
yang terombang ambing, bimbang
antara
jadi pelampung atau nasib
penumpang
yang selamat dari maut.

Sementara masa kecil kita semata
mata air yang sudah berhenti jadi
sungai. Leluhur adalah gelegak
lahar di perut gunung berapi
yang bersembunyi seperti ranjau di
balik ombak dan mudah meledak.
Rahim ibu, puncak palung yang
lupa pula kita jadikan tempat
pulang, telah jadi cangkang-
cangkang mutiara belaka.

Selebihnya, hanya ada hewan-
hewan air yang asin dan beracun
seperti orang asing.
Sekarang, di televisi dan internet,
biru cuma kata sifat yang tidak
tahu harus memeluk tubuh siapa.
Perumpamaan-perumpamaan hampa.

Hal-hal lain sudah baru dan bukan
milik kita.

Sumber: Melihat Api Bekerja (2015)

Analisis Puisi:

Puisi "Langit dan Laut di Timur" karya M. Aan Mansyur menghadirkan refleksi mendalam tentang masa lalu, identitas, dan hubungan antara manusia dengan alam melalui gambaran langit, laut, dan pengalaman masa kecil. Dengan gaya bahasa yang metaforis dan simbolis, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana elemen-elemen tersebut berperan dalam membentuk identitas dan kenangan kita.

Struktur Puisi

Puisi ini disusun dalam beberapa bait yang menggambarkan hubungan antara masa lalu, alam, dan identitas pribadi. Struktur yang membantu menyampaikan tema-tema kompleks dengan cara yang terorganisir dan mudah dipahami.

Gaya Bahasa

  • Metafora dan Simbolisme: Puisi ini menggunakan bintang, laut, dan masa lalu sebagai metafora untuk menggambarkan perjalanan hidup, kenangan, dan identitas. Bintang yang mati dan laut yang melambangkan harapan dan kenangan adalah simbol-simbol penting dalam puisi ini. Contoh: "Sebagian bintang di langit / adalah hantu."
  • Kontras: Ada kontras antara masa lalu dan masa kini, serta antara harapan dan kenyataan. Hal ini terlihat dalam bagaimana puisi ini menggambarkan perubahan dari masa lalu yang penuh makna menjadi realitas modern yang terasa hampa. Contoh: "Sekarang, di televisi dan internet, / biru cuma kata sifat yang tidak tahu harus memeluk tubuh siapa."
  • Personifikasi: Elemen-elemen alam seperti laut dan masa kecil dipersonifikasikan untuk menggambarkan bagaimana mereka berinteraksi dengan identitas dan kenangan kita. Contoh: "Laut adalah pusat tubuh kita yang lapar, menghampar seperti kita riuh dan berbahaya jari-jari pantai berusaha."

Tema dan Makna

  • Penolakan Masa Lalu: Puisi ini mengungkapkan bagaimana masa lalu sering diabaikan atau ditolak, meskipun itu berperan penting dalam membentuk identitas kita. Bintang-bintang yang mati melambangkan kenangan yang telah berlalu tetapi tetap berpengaruh. Contoh: "Masa lampai sering kali kita tolak / kilaunya."
  • Perubahan Kenangan: Kenangan dan pengalaman masa lalu, seperti petualangan dan hubungan dengan alam, berubah seiring waktu dan menjadi sesuatu yang berbeda dari apa yang kita ingat. Contoh: "Cahaya bintang berakhir di tepat waktu seperti peristiwa-peristiwa / dari bencana berubah jadi kenangan indah."
  • Identitas Melalui Alam: Laut dan bintang berfungsi sebagai simbol identitas dan hubungan kita dengan alam. Laut, khususnya, melambangkan pusat dari tubuh dan perasaan kita, serta hubungan dengan wilayah geografis seperti Maluku dan Buru. Contoh: "Kita Maluku kau Buru, aku aru, satu, / tapi laut adalah pusat tubuh kita yang lapar."
  • Kehilangan dan Keterasingan: Perubahan dari masa kecil yang penuh makna menjadi realitas modern yang terasa hampa menunjukkan rasa kehilangan dan keterasingan. Identitas yang terbentuk dari pengalaman masa lalu kini menjadi tidak relevan dalam konteks modern. Contoh: "Sekarang, di televisi dan internet, / biru cuma kata sifat yang tidak tahu harus memeluk tubuh siapa."
  • Keinginan vs Kenyataan: Ada perbedaan antara keinginan untuk menjadi sesuatu yang ideal (seperti pilot) dan kenyataan dari pengalaman hidup yang lebih sederhana dan terkadang tidak memadai (seperti penyelam). Contoh: "Kita terpukau dan berandai-andai. Kita ingin / jadi pilot dan bukan penyelam."
Puisi "Langit dan Laut di Timur" karya M. Aan Mansyur mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana masa lalu, identitas, dan hubungan dengan alam membentuk pengalaman hidup kita. Melalui metafora dan simbolisme yang kaya, puisi ini menggambarkan perubahan dari kenangan dan pengalaman masa lalu menjadi realitas modern yang terasa hampa. Dengan cara ini, puisi ini memberikan refleksi mendalam tentang bagaimana kita memahami diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita, serta bagaimana perubahan dan keterasingan mempengaruhi pandangan kita tentang kehidupan.

M. Aan Mansyur
Puisi: Langit dan Laut di Timur
Karya: M. Aan Mansyur

Biodata M. Aan Mansyur:
  • M. Aan Mansyur lahir pada tanggal 14 Januari 1982 di Bone, Sulawesi Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.