Puisi: Berbeda Pendapat (Karya Taufiq Ismail)

Taufiq Ismail, seorang penyair ternama Indonesia, sering menggunakan puisinya sebagai medium untuk menyampaikan kritik sosial dan politik. Dalam ...
Berbeda Pendapat
kucatat ahli masuk bui, A. Qadir Djelani
di zaman demokrasi terpimpin dua kali
di zaman demokrasi pancasila lagi dua kali

Isa Ansyary dan D.N. Aidit
Di atas podium seperti akan tikam-menikam
Konstituante bagai terbakar panasnya perdebatan
Tapi sehabis sidang waktu makan siang
Mereka duduk berhadapan satu meja
Bercakap-cakap begitu wajarnya

Bung Karno dan Muhammad Natsir
Berpolemik keras di media massa
Berbeda ide nyaris bagai masyrik dan magrib
Tapi bila berjumpa muka
Wajah cerah bagai abang dan adik saja

Pemilu '55 pemilu pertama paling merdeka
Tiada huru hara, tak ada pembunuhan, tanpa sandiwara
Penguasa tidak menipu rakyat menghitung suara
Burhanudin Harahap PM-nya, jauh dari selingkuh
Cuma mau memenangkan partainya

Wilopo, Moehamad Roem dan Kasimo
Tiga visi untuk tiga garis politik
Berlain pandangan namun akrab dalam pergaulan
Tegur sapa adalah pakaian bersih bersama

Kini itu tinggal impian saja
Kultur ini dibunuh lima windu lamanya
Oleh yang berkuasa, yang berbeda pendapat
Jadi musuh sampai akhir abad
Apalagi oposisi seteru sampai mati
Bung Syahrir dulu, Pak Ton kini
Lalu Pak Nas, Pak Syafrudin dan Bang Ali
Bertemu di jalan muka dipalingkan
Di resepsi perkawinan dicegah dapat undangan
Telepon disadap, jalur rezeki disumbat
Kendaraan bergulir diikuti ke mana-mana
Hidup bergerak dalam laporan mata-mata

1998

Sumber: Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1998)

Analisis Puisi:

Taufiq Ismail, seorang penyair ternama Indonesia, sering menggunakan puisinya sebagai medium untuk menyampaikan kritik sosial dan politik. Dalam puisi "Berbeda Pendapat," Taufiq Ismail mengajak pembaca untuk merenungkan perubahan dramatis dalam budaya politik Indonesia, khususnya dalam hal perbedaan pendapat dan bagaimana ia ditangani oleh masyarakat dan penguasa.

Gaya Bahasa

  • Sederhana dan Langsung: Taufiq Ismail menggunakan bahasa yang sederhana dan langsung, tanpa banyak ornamen, untuk menyampaikan pesan yang jelas dan tegas. Ini membuat puisinya mudah diakses oleh berbagai kalangan pembaca.
  • Kontras dan Paralelisme: Dalam puisi ini, Taufiq Ismail menggunakan teknik kontras dan paralelisme untuk menyoroti perbedaan antara masa lalu dan masa kini. Dengan membandingkan tokoh-tokoh dan situasi di masa lalu dengan yang terjadi sekarang, ia menekankan perubahan negatif yang telah terjadi dalam budaya politik Indonesia.

Struktur Puisi

  • Narasi Historis: Puisi ini memiliki struktur naratif yang menceritakan peristiwa-peristiwa sejarah dan perbandingannya dengan kondisi saat ini. Ini memberi konteks dan kekuatan pada kritik yang disampaikan.
  • Pengulangan dan Klimaks: Pengulangan frasa dan ide membantu membangun klimaks emosional dalam puisi ini. Dengan mengulang situasi yang terjadi pada masa lalu dan membandingkannya dengan situasi sekarang, puisi ini mencapai puncak kritik sosialnya.

Perbedaan Pendapat sebagai Bagian dari Demokrasi

  • Masa Lalu yang Harmonis: Taufiq Ismail menggambarkan masa lalu di mana tokoh-tokoh politik bisa berbeda pendapat secara keras namun tetap menjaga hubungan pribadi yang baik. Contohnya, Isa Ansyary dan D.N. Aidit yang meskipun berdebat sengit di podium, bisa makan siang bersama dengan wajar. Ini menunjukkan bahwa perbedaan pendapat adalah bagian alami dari demokrasi yang sehat.
  • Pemilu '55: Pemilu pertama yang merdeka dan adil di Indonesia dijadikan contoh betapa perbedaan pandangan politik bisa dikelola dengan baik tanpa kecurangan atau kekerasan. Ini menyoroti standar demokrasi yang tinggi pada masa tersebut.

Kemerosotan Budaya Politik

  • Budaya Politik yang Memburuk: Taufiq Ismail mengkritik perubahan budaya politik yang semakin tidak toleran terhadap perbedaan pendapat. Para tokoh yang berbeda pendapat sekarang dianggap sebagai musuh, dan perlakuan terhadap mereka jauh dari harmonis.
  • Represi dan Intimidasi: Puisi ini menyoroti taktik represi dan intimidasi yang digunakan oleh penguasa untuk membungkam oposisi. Penyadapan telepon, pemblokiran jalur rezeki, dan pengawasan ketat menjadi gambaran bagaimana perbedaan pendapat tidak lagi dihargai, melainkan ditindas.

Emosional

Puisi ini menggugah perasaan nostalgia dan kekecewaan. Taufiq Ismail dengan jelas merindukan masa lalu di mana perbedaan pendapat tidak mengarah pada permusuhan pribadi dan represi politik. Emosi yang disampaikan adalah campuran dari kekhawatiran terhadap masa kini dan harapan bahwa budaya politik yang lebih sehat dapat kembali.

Puisi "Berbeda Pendapat" adalah sebuah puisi yang menyentuh aspek penting dalam demokrasi, yaitu penghargaan terhadap perbedaan pendapat. Taufiq Ismail dengan cermat membandingkan kondisi politik Indonesia di masa lalu dengan kondisi saat ini, menyoroti kemerosotan budaya politik yang semakin intoleran. Dengan gaya bahasa yang sederhana namun kuat, dan struktur yang mendukung narasi historis, puisi ini menjadi kritik sosial yang tajam dan relevan. Melalui puisi ini, Taufiq Ismail mengingatkan kita akan pentingnya menjaga harmoni dan toleransi dalam berpolitik demi masa depan demokrasi yang lebih baik.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Berbeda Pendapat
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.