Teknologi komunikasi di abad 21 berkembang pesat. Perkembangan ini semakin memudahkan masyarakat dalam memanfaatkannya dalam berbagai bidang, khususnya bidang informasi dan komunikasi. Masyarakat dapat dengan mudah dan cepat memperoleh berbagai informasi baik dalam negeri maupun luar negeri. Keadaan ini membuat pertukaran informasi antar manusia tidak ada batasnya. Saat ini, abad ke-21 dapat dikatakan sebagai abad dunia memasuki era globalisasi.
Di era globalisasi, media massa memegang peran penting dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Media massa dapat membujuk masyarakat, mempengaruhi masyarakat, bahkan mengubah pandangan dan perilaku masyarakat. Globalisasi merupakan hal baru, sering kali ditolak, dan belum tentu menguntungkan semua orang.
Beberapa negara yang tidak menyukai globalisasi percaya bahwa globalisasi adalah suatu bentuk penjajahan baru di mana negara-negara tertentu yang memiliki teknologi komunikasi lebih unggul dibandingkan dengan negara lain yang teknologi komunikasinya lebih lemah. Media televisi Indonesia semakin didominasi oleh program-program yang dipinjam dari budaya asing, khususnya budaya populer Korea. Misalnya saja Music Bank dan Mama Award. Setelah itu, sekitar 50 drama dan film Korea ditayangkan di berbagai saluran TV di Indonesia, dan program musik Indonesia mulai diisi dengan Boy Band dan Girl Band dengan konsep yang berkaitan dengan budaya Korea.
Isu penting globalisasi menyangkut perkembangan teknologi komunikasi dalam kehidupan masyarakat Indonesia khususnya remaja di kota Banda Aceh. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan nilai dan budaya masyarakat Aceh itu sendiri, nilai-nilai yang terkandung dalam media diadopsi dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kebudayaan merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Membicarakan masalah sosial juga bertujuan untuk membicarakan masyarakat yang juga berkaitan dengan kebudayaan. Orang mempunyai keyakinan dan tujuan hidup. Masyarakat mempunyai sistem moral dan aturan untuk mengikat dan meningkatkan hubungan satu sama lain. Sebaliknya, secara harafiah diartikan sebagai peradaban: kemajuan pemikiran dan nalar, termasuk cara orang berpikir, bertindak, dan berinteraksi dengan orang lain. Makna ini sependapat dengan Koentjaraningrat (1976) yang mengatakan bahwa kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhi yang berarti budi atau akal.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan adalah suatu perilaku yang dihasilkan secara sistematis melalui proses berpikir dan belajar dari lingkungan hidup masyarakat. Kebudayaan, sebagai suatu keseluruhan sistem yang kompleks, mencakup ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan adat istiadat yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Karena perubahan budaya dari waktu ke waktu, definisi budaya pop menjadi semakin kompleks. Untuk mendefinisikan budaya pop, kita perlu menggabungkan dua kata: “budaya” dan “populer”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “populer” berarti “terkenal” atau “disukai banyak orang atau masyarakat umum”. Jika kedua kata tersebut digabungkan, maka pengertian budaya populer adalah budaya, atau pandangan hidup, praktik, dan karya yang populer dan dikembangkan oleh banyak orang. Budaya ini biasanya diproduksi secara komersial.
Dari sudut pandang industri budaya, budaya populer mengacu pada budaya yang diciptakan atas kemauan media massa. Pasalnya, media menghasilkan segala macam produk budaya pop yang hasilnya disebarluaskan melalui jaringan media global, dan tanpa disadari masyarakat memasukkannya ke dalam nilai-nilai kehidupan dalam aktivitas sehari-hari.
Awalnya, keberadaan budaya populer berkaitan erat dengan peran Amerika Serikat dalam produksi dan distribusi budaya populer. Negara ini memiliki akar yang kuat dalam industri budaya pop, termasuk televisi musik (MTV), McDonald's, Hollywood, Walt Disney, dan industri animasi seperti Looney Toons. Namun perkembangan lebih lanjut terjadi di negara lain, seperti Jepang, Hongkong, Taiwan, dan kini Korea Selatan yang berhasil menjadi pusat kebudayaan populer.
Saat ini, budaya populer yang sering disebut dengan Budaya Pop atau K-Pop sudah tidak identik lagi dengan budaya Barat. Pasalnya, kawasan Asia mulai menunjukkan kemampuan kreatifnya dengan mengekspor Budaya Pop ke negara lain. Selain Jepang, Korea Selatan mulai memantapkan dirinya sebagai negara penghasil budaya populer melalui program hiburan sehingga menjadi saingan berat bagi Amerika Serikat dan Eropa. Hal ini sejalan dengan perkembangan industri hiburan Korea dan stabilitas ekonomi.
Kemunculan Boy Band dan Girl Band disambut antusias oleh masyarakat Indonesia. Penerimaannya yang besar tercermin dari banyaknya penggemar dan munculnya beberapa Fan Club Artis Boy Band Korea. Super Junior disebut sebagai penggemar Elf, VIP disebut sebagai penggemar Big Bang, dan Sone disebut sebagai penggemar Girls' Generation. Fan Club Artis Boy Band dan Girl Band Korea sudah ada di Indonesia.
Seiring menyebarnya budaya populer Korea ke seluruh dunia, Indonesia menjadi salah satu negara yang merasakan pengaruhnya. Dari drama Korea hingga musik. Situasi inilah yang selalu dihadapi oleh para seniman Indonesia. Kemunculan Boy Band dan Girl Band Korea menjadi peluang bisnis yang cukup besar bagi industri hiburan tanah air. Kesukaan anak muda terhadap Girl Band dan Boy Band mendorong produser musik Indonesia mengikuti selera pasar berkembang.
Pengaruh budaya populer Korea terhadap remaja Indonesia pertama kali mempengaruhi pakaiannya. Yang kedua adalah dampak terhadap bahasa. Ketiga, ada dampak pada kebiasaan gaya hidup. Secara umum, globalisasi media di Indonesia telah menyebabkan masuknya pengaruh budaya asing, khususnya budaya populer Korea, ke dalam budaya anak muda. TV dan DVD komersial dan berlangganan nasional juga tersedia secara gratis. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan perilaku remaja terhadap praktik budaya.
Mengenai pengaruh budaya populer Korea terhadap remaja Indonesia, ditemukan tiga pengaruh yang sangat signifikan yaitu pengaruh cara berpakaian, bahasa, dan gaya hidup. Remaja mulai mengadopsi kata-kata Korea, seperti angnyeong (halo) saat bertemu teman, dan kata-kata seperti arastoyo (mengerti) dan daebak (hebat). Ini tidak hanya mempengaruhi kata-kata tetapi juga pakaian. Beberapa remaja mengadopsi gaya fashion artis Korea. Mereka berpakaian ala Korea, namun disesuaikan dengan wilayah yang menerapkan hukum Islam. Itu sebabnya wanita tetap memakai hijab yang trendi meski berpakaian ala Korea.
Dapat disimpulkan bahwa dampak globalisasi media disebabkan oleh munculnya budaya populer yang dapat menggantikan budaya lokal, seperti fenomena Korean wave yang akhir-akhir ini semakin populer akibat globalisasi media. Korean Wave yang selalu mengekspresikan budaya populer telah memicu minat besar terhadap budaya populer Korea di kalangan sebagian anak muda. Hal ini mengakibatkan perilaku remaja meniru budaya populer.
Biodata Penulis:
Imelda Bintang Rahma Ningtias saat ini aktif sebagai mahasiswa, Prodi Sosiologi, di Universitas Muhammadiyah Malang.