Semakin ke Sini Lebaran Berasa Tak Seperti Lebaran. Kenapa?

Lebaran zaman sekarang berbeda dengan lebaran zaman dulu. Perkembangan zaman membuat Lebaran terasa berbeda. Dari tahun ke tahun perayaan ...

Lebaran adalah momen yang dinantikan semua umat muslim. Di mana semua umat muslim merayakan Hari Raya Idulfitri setelah menjalani puasa selama sebulan penuh di bulan Ramadan. Suasana yang seru dengan berkumpul bersama keluarga, bersilaturahmi, makan berbagai macam makanan, dan melakukan tradisi saling bermaaf-maafan. Salah satu tradisi utama lebaran di Indonesia adalah mudik, di mana jutaan orang merantau kembali ke kampung halaman mereka untuk berkumpul dengan keluarga.

Tidak hanya itu, Lebaran juga merupakan waktu untuk memberikan sedekah kepada yang membutuhkan. Banyak orang memberikan sumbangan kepada yang kurang beruntung sebagai bentuk solidaritas dan kepedulian sosial. Dengan begitu banyak tradisi dan makna yang terkandung di dalamnya, Lebaran tidak hanya menjadi momen untuk merayakan kemenangan setelah menjalani puasa, tetapi juga sebagai kesempatan untuk memperkuat hubungan keluarga, mempererat tali persaudaraan, dan menghidupkan nilai-nilai kebaikan dan kedamaian.

Lebaran zaman sekarang berbeda dengan lebaran zaman dulu. Perkembangan zaman membuat Lebaran terasa berbeda. Dari tahun ke tahun perayaan Idulfitri tidaklah sama, kita bisa merasakannya. Lebaran zaman dulu terasa lebih menyenangkan, ramai dan penuh keseruan. Memang teknologi belum maju seperti sekarang ini, tapi justru makna silaturahmi lebih bisa dirasakan. Walaupun masih sulit berkomunikasi, tapi perayaan Idulfitri sangat meriah, menyenangkan serta berkesan.

Semakin ke Sini Lebaran Berasa Tak Seperti Lebaran
sumber: https://unsplash.com/@mufidpwt

Aku merasakan perbedaan itu semenjak masa Covid-19. Semenjak Covid-19 kita dilarang untuk merayakan Lebaran. Lebaran hanya bisa dilakukan di rumah dan bersilaturahmi hanya melalui video call. Momen keseruan kumpul keluarga tidak dapat dirasakan. Selain itu, momen mudik bagi perantau juga tidak dapat dirasakan. Semenjak itu, aku merasakan Lebaran 6 tahun belakangan terasa hampa. Momen-momen yang dilakukan sudah tidak lagi seru seperti dulu. Apalagi dengan adanya gadget, kumpul keluarga tidak lagi saling bercerita namun pada sibuk dengan gadgetnya masing-masing.

Banyak perbedaan yang aku rasakan antara Lebaran zaman dulu dengan Lebaran zaman sekarang. Dulu saat malam takbiran dilakukan dengan berjalan kaki berkeliling kampung berombongan. Saat hari terakhir puasa, setelah berbuka semua orang berkumpul mulai dari anak-anak, remaja, sampai bapak-bapak berada di masjid atau musala. Kemudian, salat isya' berjamaah sampai selesai takbir dikumandangkan. Tidak hanya dikumandangkan di musala atau masjid saja, melainkan juga dilakukan secara berkeliling. Gema takbir keliling diiringi kentongan dari batang bambu. Serta menghidupkan obor-obor sebagai penerang jalan saat berkeliling.

Sekarang, takbir keliling dengan berjalan kaki bercahayakan lampu obor sudah tidak ada lagi. Hal itu berbuah menjadi pawai yang lebih meriah, tidak hanya berkeliling kampung tetapi sudah keliling di area perkotaan. Pawai itu dilakukan dengan motor, mobil-mobil pick up sampai truk milik warga kampung. Beberapa hari sebelum malam takbiran tiba, mobil-mobil yang nantinya ikut pawai dihias secantik mungkin. Tak lupa dipasang sound system dan bedug. Saat malam takbiran tiba, sebagian orang naik mobil tersebut. Sedangkan sebagian lainnya bawa motor sendiri. Semua orang berkeliling menuju kecamatan atau kabupaten lalu berbaur bersama rombongan takbir keliling dari kampung lainnya.

Zaman dulu ada tradisi yang dilakukan sepulang dari Salat Id. Kegiatan pertama adalah bersalam-salaman meminta maaf kepada ayah, ibu, kakek, nenek, adik, kakak dan semua kerabat yang ada di rumah. Selanjutnya, para pemuda-pemudi keluar rumah menyatu dengan yang lainnya. Dari anak-anak sampai pemuda-pemudi bersiap mengunjungi satu rumah ke rumah lainnya dengan berjalan kaki. Saling meminta maaf dan mencicipi hidangan yang diberikan tuan rumah. 

Sementara Lebaran zaman sekarang, pada hari pertama begitu pulang dari Salat Id, sudah langsung mengambil handphone. Menelusuri berbagai aplikasi chat seperti Line, WhatsApp dan sosial media seperti Instagram, Tiktok, dan Facebook siap untuk berkirim pesan ucapan Lebaran. Bahkan belum sempat meminta maaf kepada orang tua. Tidak hanya itu, saat ini jika ingin berkunjung hanya ke rumah-rumah tetangga dekat saja. Jauh sedikit pasti menggunakan motor. Bahkan mungkin tetangga dekat ada yang lupa dikunjungi.

Itulah yang membuatku merasakan Lebaran beberapa tahun ini terasa hampa. Kemeriahan yang dibuat pada saat Lebaran terasa begitu berbeda. Orang-orang menyambut Lebaran tidak seantusias orang-orang pada zaman dahulu. Sehinga membuat Lebaran berasa biasa saja dan tak berasa seperti Lebaran.

Bunga Diah Ayu Setyaningrum

Biodata Penulis:

Bunga Diah Ayu Setyaningrum lahir pada tanggal 3 Juni 2005 di Sragen. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

© Sepenuhnya. All rights reserved.