Sebuah Kritik Sastra: Kiriman yang Dinanti, Uang atau Doa Orang Tua?

Cerpen "Kiriman" menceritakan sekilas peristiwa ketika tokoh Aku sedang berkomunikasi, melepas rindu melalui sambungan telepon dengan kedua orang ....

Sebuah cerita pendek dengan alur yang sederhana, cerita yang membawa perasaan hangat pada pembaca, sebuah cerita tentang keluarga. Tiga hal yang telah disebutkan merupakan definisi dari cerita pendek berjudul "Kiriman" yang ditulis oleh Indah Nur Lailia. Cerpen ini menceritakan sekilas peristiwa ketika tokoh Aku sedang berkomunikasi, melepas rindu melalui sambungan telepon dengan kedua orang tuanya. Dalam obrolan hari itu, Aku dan kedua orang tuanya membahas sebuah "kiriman" yang ternyata selalu menjadi pembahasan dalam tiap sambungan telepon yang mereka lakukan.

Sebuah Kritik Sastra

Susunan paragraf yang terdiri dari 1047 kata itu dapat menghangatkan hati pembaca, terutama bagi mereka yang senasib dengan tokoh Aku. Merantau, jauh dari orang tua dan hanya bisa melepas rindu dengan mendengar suara orang tua melalui telepon. Cerita pendek ini cocok dibaca oleh mahasiswa yang menghabiskan waktunya di kos karena berkuliah di tempat yang jauh dari rumah, sulit bertemu orang tua, berhalangan untuk pulang karena berbagai macam alasan, sama seperti tokoh Aku. Cerita yang ditulis oleh Indah Nur Lailia ini merupakan cerita sederhana yang memuat peristiwa yang banyak dirasakan oleh masyarakat umum, terutama mahasiswa perantau. Hal itu membuat pembaca tidak harus berpikir keras untuk memahami cerita ini, hanya perlu menikmatinya saja.

Bahasa yang digunakan oleh Indah dalam cerpen "Kiriman" juga sama sederhananya dengan peristiwa yang dibawakannya. Diksi dalam cerpen ini mudah dipahami meski terdapat sapaan atau panggilan yang mungkin hanya familiar bagi mereka yang berasal dari Jawa. Akan tetapi, keseluruhan ceritanya menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana dan kosakata yang familiar sehingga tidak sulit memahami cerita dan makna dalam cerpen ini.

Plot cerpen "Kiriman" ini sesederhana kisahnya. Begitu sederhana sehingga plotnya berjalan begitu cepat. Kekurangan dari cerpen ini ialah plotnya yang menurut saya kurang jelas. Bagian awal atau orientasi diceritakan dengan cukup jelas siapa saja tokoh yang terlibat, latar waktu, juga latar suasananya. Dijelaskan pula kegiatan apa yang tengah dilakukan dan obrolan pembuka yang nantinya akan mengarah pada obrolan yang menjadi poin penting dalam cerpen. Akan tetapi, dari orientasi sampai akhir cerita berjalan begitu cepat. Saya kurang merasakan adanya perubahan peristiwa dalam cerita pendek ini. Dugaan saya, konflik dimulai ketika ayah dari tokoh Aku meminta maaf pada anaknya itu. Terasa perubahan suasana yang awalnya hangat menjadi melankolis. Namun, sayang sekali, dari peristiwa tersebut saya tidak merasakan adanya puncak konflik yang mengembangkan perasaan pembaca. Semuanya terjadi begitu cepat sampai cerita diakhiri ketika tokoh Aku menutup telepon karena menerima kabar bahagia buah hasil dari "kiriman" kedua orang tuanya. Bagian konflik hingga resolusi tidak lagi menggugah perasaan seperti pada bagian awal.

Kiriman dalam cerpen "Kiriman" yang diceritakan secara implisit menimbulkan rasa penasaran saya sebagai pembaca. Ketika membaca kata "kiriman" pertama kali yang disebut-sebut dalam obrolan tokoh Aku dengan orang tuanya, saya sudah membayangkan kiriman apa yang dimaksud dalam cerpen ini. Apakah kiriman tersebut akan membawa cerita ini pada akhir kisah yang mengejutkan? Ekspektasi saya naik ketika kiriman yang dimaksud tidak secara terus terang disebutkan. Namun, bagian ketika akhirnya kiriman yang sejak awal dirahasiakan itu ditunjukkan, kata-kata yang digunakan kurang dramatis sehingga saya cukup kecewa. Hal tersebut membuat ekspektasi saya pada cerita ini kembali turun setelah kehilangan perasaan menggugah dari plot yang cepat ditambah dengan pengungkapan "kiriman" yang biasa saja. Dijelaskan dengan singkat, menggunakan satu kalimat saja.

Ada poin penting yang saya rasa juga hilang dari cerita pendek ini sehingga menciptakan kekurangan atau menimbulkan kebingungan terutama bagi saya sebagai pembaca. Ketika menuju akhir cerita, ada peristiwa saat tokoh Aku bergerak menghampiri tempat "kiriman" dari kedua orang tuanya yang menumpuk. Tokoh Aku bahkan mengamati dan menyentuh kiriman tersebut satu per satu sehingga menimbulkan pikiran bahwa kiriman yang dimaksud adalah suatu benda atau mungkin berupa makanan sebab tokoh Aku diceritakan selalu merasa kenyang setelah kiriman orang tuanya sampai. Akan tetapi, pada akhir cerita diketahui kiriman yang diberikan kedua orang tuanya adalah doa.

Dalam cerita pendek ini tidak dijelaskan doa yang dikirimkan kedua orang tuanya untuk tokoh Aku. Apakah doa tersebut berisi agar tokoh Aku berkecukupan dan dapat membeli atau menerima benda fisik yang dapat dilihat, disentuh, dan dirasakan? Atau bagian ketika tokoh Aku menyentuh dan mengamati kiriman tersebut juga memiliki makna secara tersirat seperti bagaimana doa yang merupakan kiriman itu disampaikan pada awal cerita (secara tersirat)?

“Namun, ada hal-hal yang terkadang membuatku memikirkan berjuta kali untuk pulang.” Kutipan tersebut juga dapat menimbulkan pertanyaan bagi pembaca. Apa sebenarnya alasan yang membuat tokoh Aku tidak bisa atau bahkan tidak mau untuk pulang? Bahkan pertanyaan itu bisa saja meluas menjadi “mengapa tokoh Aku memilih untuk merantau, jauh dari orang tuanya?” Tetapi, Indah tidak memberikan alasan tersebut yang menurut saya penting untuk melengkapi latar belakang tokoh Aku dalam cerita ini. Indah juga sempat menuliskan secara tersirat bahwa tokoh Aku bukanlah anak semata wayang melalui salah satu dialog. Sayang sekali, tokoh yang menjadi saudara tokoh Aku ini tidak dijelaskan juga.

Terlepas dari beberapa kekurangan yang telah disebutkan. Cerita pendek tulisan Indah Nur Lailia dengan judul "Kiriman" ini adalah cerita ringan yang dapat dibaca oleh siapa saja. Cerita ini lebih tepatnya dapat dibaca oleh mahasiswa perantau yang mungkin merasakan hal yang sama dengan tokoh Aku, sehingga perasaan mereka dapat lebih tergugah setelah membaca cerita pendek yang kisahnya serupa. Kekurangan yang saya sebutkan merupakan pendapat berdasarkan perasaan pribadi sebagai pembaca yang belum pernah merasakan hal yang sama.

Astrid Ridzkyani Gunawan

Biodata Penulis:

Astrid Ridzkyani Gunawan lahir pada tanggal 3 Maret 2004 dBandung. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa, Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, di Universitas Padjadjaran.

© Sepenuhnya. All rights reserved.