Puisi: Ulurkanlah Tanganmu Saudara (Karya Djawastin Hasugian)

Puisi "Ulurkanlah Tanganmu Saudara" karya Djawastin Hasugian mengajak pembaca untuk merenungkan peran solidaritas, kepedulian sosial, dan tindakan ...
Ulurkanlah Tanganmu Saudara

Turunlah, datanglah kemari saudara
ulurkanlah tanganmu yang penuh cinta
tanganmu yang damai mengobat segala luka
tanganmu yang pengasih mengusap segala tangis
tangan penyayang tangan disayang.

Demi bumi yang tenggelam dalam ribu mimpi
demi anak yang tenggelam dalam mimpi rimba ngeri
demi kota yang tenggelam dalam ribu suara
demi lagu yang memanggil hati,
idaman yang hanya kenangan, pahit ditelan.

Adalah hutan lebat minta dirambat
adalah padang luas minta ditebas
adalah sawah berpetak-petak minta dibajak
adalah laut yang lebar minta ribu kapal
udara yang merdeka minta mesin mendesing.

Dentang-denting martil, decap-decup pacul
dentung-dentung lesung, derum-derum pabrik
sikambang di lautan kepak-kepak di tegalan
adalah pernyataan kehidupan di bumi kehidupan
adalah pernyataan suara kerja di bumi tercinta.

Rambatlah hutan dirikanlah kota
tembuslah padang jadikan ladang
bajaklah sawah tanam padi
layari lautan tangkap ikan
gemuruhkan mesin di angkasa.

Turunlah ulurkanlah tanganmu saudara
tangan penyajak tangan pembajak
jangan periwayat abad demi abad
jangan yang menanam dan memetik buah
jangan penyayang tangan disayang
tangan yang penuh kasih penuh cinta.

Turunlah saudara, turunlah sayang
demi bumi yang tenggelam dalam ribu mimpi
demi anak yang tidur tak nyenyak.

Januari, 1964

Sumber: Mimbar Indonesia (Juli, 1964)

Analisis Puisi:

Puisi "Ulurkanlah Tanganmu Saudara" karya Djawastin Hasugian adalah sebuah karya yang mengajak pembaca untuk merenungkan peran solidaritas, kepedulian sosial, dan tindakan konkret dalam membangun serta memperbaiki dunia ini.

Tema Sentral

Puisi ini mengeksplorasi tema solidaritas dan kepedulian terhadap lingkungan serta masyarakat. Djawastin Hasugian mengajak saudara-saudara manusia untuk bersatu dalam menghadapi tantangan-tantangan zaman dengan uluran tangan yang penuh cinta dan kasih.

Imajeri dan Penggunaan Bahasa

Penyair menggunakan imaji-imaji yang kuat seperti "tanganmu yang damai mengobat segala luka" dan "tangan penyayang tangan disayang" untuk menggambarkan kelembutan dan kehangatan dalam tindakan solidaritas. Bahasa yang dipilih juga sederhana namun mendalam, menciptakan kesan keintiman dan universalitas pesan yang disampaikan.

Gaya Bahasa dan Struktur

Gaya bahasa dalam puisi ini terasa proklamatif dan mendalam. Penggunaan repetisi dalam frasa "turunlah ulurkanlah tanganmu saudara" menekankan pentingnya tindakan kolektif dan kesatuan dalam menjawab tantangan zaman. Struktur puisi yang terdiri dari bait-bait yang teratur menciptakan aliran narasi yang jelas dan menggerakkan.

Pesannya tentang Lingkungan dan Manusia

Puisi ini juga mengandung pesan tentang pentingnya menjaga lingkungan alam dan keseimbangan ekosistem, dengan menggambarkan berbagai elemen alam seperti hutan, padang, sawah, dan laut yang membutuhkan perhatian dan tindakan untuk memelihara keberlangsungan hidupnya.

Puisi "Ulurkanlah Tanganmu Saudara" karya Djawastin Hasugian adalah sebuah seruan untuk solidaritas, kepedulian sosial, dan tindakan nyata dalam membangun dunia yang lebih baik. Dengan menggunakan imaji-imaji yang kuat dan bahasa yang proklamatif, penyair mengajak pembaca untuk berintrospeksi tentang peran masing-masing dalam masyarakat dan lingkungan, serta pentingnya kerjasama dan persatuan dalam mengatasi tantangan zaman.

Puisi ini bukan hanya sebuah pengamatan tentang kondisi sosial dan lingkungan, tetapi juga sebuah seruan untuk bertindak dan melakukan perubahan yang positif dalam dunia ini. Dengan demikian, puisi "Ulurkanlah Tanganmu Saudara" mengingatkan kita akan kekuatan solidaritas dan kasih sayang sebagai landasan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Puisi Ulurkanlah Tanganmu Saudara
Puisi: Ulurkanlah Tanganmu Saudara
Karya: Djawastin Hasugian

Biodata Djawastin Hasugian:
  • Djawastin Hasugian lahir di Sigalapang-Pakkat, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, pada tahun 1943.
© Sepenuhnya. All rights reserved.