Puisi: Siul Angin di Bukit Batu (Karya Djawastin Hasugian)

Puisi "Siul Angin di Bukit Batu" karya Djawastin Hasugian menggambarkan suasana alam yang penuh dengan tanda-tanda perubahan musim dan perasaan ...
Siul Angin di Bukit Batu

Siul angin di bukit batu. Melagukan musim kian meninggi.
Menggunduli pohon. Pohon-pohon terpencil
Di kaki langit hitam. Hitam tambah menebal mengental juga
Sebentar lagi, hari pasti akan hujan
Setelah bertahan, kemarau yang lama.

Di sebelah utara. Terdengar suara berat.
Mengguruh seakan bumi runtuh. Bergulung sarat ke arah barat.
Di selingkar kaki langit. Di seputar kaki bukit
atau katakanlah. Tembok barat telah patah
Dan akan menimpa bumi yang sendiri.

Dan siul angin kini semakin meninggi semakin
Merisau
Menggigil runcing-runcing ranting
Jauh mengaduh. Seakan menangisi lembah gelisah
Serasa ada dia menanti ataukah ternanti
serasa ada dia memanggil ataukah dipanggil.

Adakah ia bertanya tentang hidup keakanan atau kelampauan?
Ataukah ia mengerti puisi hidup apa kekinian ini?
Dan ini. Tangan-tangan. Meranggas. Menadah harap cemas ke udara.
Telah gugur semua daun. Semua daun. Yang kuning-kuning hijau.

Sumber: Tonggak (1987)

Analisis Puisi:

Puisi "Siul Angin di Bukit Batu" karya Djawastin Hasugian menggambarkan suasana alam yang penuh dengan tanda-tanda perubahan musim dan perasaan gelisah yang tercermin dalam interaksi antara angin dan bukit. Dengan menggunakan imaji yang kuat dan simbolisme yang kaya, Hasugian mengajak pembaca merenungkan tentang ketidakpastian hidup dan kekuatan alam.

Tema Sentral

Tema utama dalam puisi ini adalah perubahan alam dan refleksi atas kehidupan manusia yang penuh ketidakpastian. Puisi ini menggambarkan alam yang sedang dalam transisi dari kemarau panjang menuju musim hujan, yang mencerminkan perubahan dan pergolakan dalam kehidupan manusia.

Imaji dan Penggunaan Bahasa

Penyair menggunakan imaji yang kuat untuk menciptakan suasana yang mendalam. Frasa seperti "Siul angin di bukit batu" dan "Menggunduli pohon" menciptakan gambaran visual yang jelas tentang alam yang keras dan tak kenal ampun. Bahasa yang digunakan lugas namun penuh makna, menggambarkan kekuatan dan kegelisahan alam yang sedang berubah.

Struktur dan Nada

Struktur puisi ini terdiri dari beberapa bait dengan baris yang tidak terlalu panjang, memberikan kesan ritmis yang dinamis. Nada puisi ini adalah nada cemas dan penuh kekhawatiran, mencerminkan kegelisahan yang dirasakan oleh alam dan manusia. Nada ini tercermin dalam penggunaan kata-kata seperti "mengguruh seakan bumi runtuh" dan "menggigil runcing-runcing ranting".

Simbolisme

Simbolisme dalam puisi ini sangat kaya. Angin yang bersiul dan bukit batu yang keras melambangkan kekuatan alam yang tidak dapat dihindari. Pohon-pohon yang menggundul melambangkan kerentanan dan ketidakpastian dalam kehidupan manusia. Perubahan warna daun dari kuning ke hijau dan akhirnya gugur melambangkan siklus hidup yang terus berputar.

Kontras dan Antitesis

Penyair menggunakan kontras antara kemarau panjang dan hujan yang akan datang untuk menggambarkan dualitas dalam kehidupan. Kemarau melambangkan masa-masa sulit dan kering, sementara hujan yang akan datang melambangkan harapan dan pembaruan. Antitesis ini menambah kedalaman makna dalam puisi, menggambarkan dualitas dalam keadaan alam dan perasaan manusia.

Pesan Sosial dan Kemanusiaan

Puisi ini juga membawa pesan tentang ketidakpastian hidup dan kekuatan alam yang tak terkendali. Penyair mengajak pembaca untuk merenungkan tentang hidup, baik masa lalu maupun masa kini, dan bagaimana manusia harus menghadapi perubahan dengan harapan meskipun penuh kecemasan.

Puisi "Siul Angin di Bukit Batu" karya Djawastin Hasugian adalah sebuah karya yang menggambarkan perubahan alam dan refleksi atas kehidupan manusia yang penuh ketidakpastian. Dengan imaji yang kuat, simbolisme yang kaya, dan nada yang cemas, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang ketidakpastian hidup dan kekuatan alam. Puisi ini menggambarkan bagaimana alam dan kehidupan manusia saling terkait dalam siklus perubahan yang tak terhindarkan. Dengan demikian, "Siul Angin di Bukit Batu" adalah sebuah karya yang penuh makna dan mengesankan, menggugah pembaca untuk merenungkan tentang kekuatan alam dan ketidakpastian dalam kehidupan.

Puisi Siul Angin di Bukit Batu
Puisi: Siul Angin di Bukit Batu
Karya: Djawastin Hasugian

Biodata Djawastin Hasugian:
  • Djawastin Hasugian lahir di Sigalapang-Pakkat, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, pada tahun 1943.
© Sepenuhnya. All rights reserved.