Menjadi Pahlawan
Kau bilang, ingin jadi pahlawan
Seperti Diponegoro atau Ki Hajar Dewantara
Tapi kau tak punya keris
Lapar sedikit kau menangis
Kau bilang, ingin jadi pahlawan
Seperti Bung Karno atau Sudirman
Tapi kau ketakutan dengar dentum tembakan
Kau tak kuat membaca berlama-lama
Kau ingin jadi pahlawan
Seperti Sisingamangaraja atau Imam Bonjol
Tapi kau takut penjara
Kau merinding melihat borgol
Kau ingin jadi pahlawan
Seperti Cut Nyak Dien atau Kartini
Tapi kau sendiri tak punya nyali
Bahkan kadang menjual harga diri
Sudahlah, lupakan saja keinginanmu
Jadilah apa saja
Untuk kebaikan hidup dan kehidupan
Tak perlu kau berpanjang angan
Sumber: Surat dari Samudra (2018)
Analisis Puisi:
Puisi "Menjadi Pahlawan" karya Jusuf AN menyampaikan pesan yang mendalam mengenai idealisme dan kenyataan yang sering kali tidak sejalan. Melalui perbandingan dengan tokoh-tokoh pahlawan nasional Indonesia, puisi ini mengkritisi keinginan generasi muda yang ingin menjadi pahlawan tanpa memahami pengorbanan dan keberanian yang diperlukan.
Pembukaan: Imitasi dan Realitas
Puisi dimulai dengan pernyataan keinginan seseorang untuk menjadi pahlawan seperti Diponegoro atau Ki Hajar Dewantara. Namun, segera setelah itu, penulis mengontraskan keinginan tersebut dengan kenyataan bahwa tokoh yang ingin menjadi pahlawan ini tidak memiliki keberanian dan ketahanan yang sama dengan para pahlawan tersebut. Misalnya, Diponegoro terkenal dengan keberaniannya, tetapi tokoh dalam puisi ini "lapar sedikit kau menangis", menunjukkan ketidakmampuan menghadapi kesulitan.
Kontradiksi antara Keinginan dan Kenyataan
Penulis kemudian melanjutkan dengan mengontraskan keinginan menjadi pahlawan lain seperti Bung Karno atau Sudirman dengan kelemahan karakter yang ditampilkan oleh tokoh dalam puisi. Ketakutan terhadap tembakan dan ketidakmampuan untuk membaca lama menunjukkan perbedaan yang signifikan antara idealisme dan kenyataan. Tokoh-tokoh pahlawan tersebut dikenal karena keberanian dan dedikasi mereka, sementara individu dalam puisi ini menunjukkan kelemahan dan ketidakmampuan untuk menghadapi tantangan yang sebenarnya.
Penggunaan Tokoh-tokoh Bersejarah
Dengan menyebutkan pahlawan seperti Sisingamangaraja, Imam Bonjol, Cut Nyak Dien, dan Kartini, penulis memberikan gambaran tentang keberanian, pengorbanan, dan keteguhan hati yang dimiliki oleh para pahlawan tersebut. Namun, penulis juga menekankan bahwa hanya memiliki keinginan tanpa tindakan nyata dan keberanian tidak akan menjadikan seseorang pahlawan. Misalnya, ketakutan terhadap penjara dan borgol, serta kurangnya nyali dan kadang menjual harga diri, menunjukkan ketidakmampuan individu tersebut untuk meniru teladan pahlawan yang sebenarnya.
Penutup: Realitas dan Nasihat
Bagian akhir puisi memberikan nasihat yang realistis. Penulis menyarankan agar tokoh dalam puisi ini melupakan keinginan yang tidak realistis untuk menjadi pahlawan seperti yang mereka bayangkan. Sebagai gantinya, penulis mendorong individu tersebut untuk berkontribusi dalam kebaikan hidup dan kehidupan sehari-hari tanpa perlu berangan-angan menjadi pahlawan besar. Ini menunjukkan bahwa menjadi pahlawan bukanlah tentang tindakan heroik yang besar, tetapi tentang kebaikan dan kontribusi nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Gaya Bahasa dan Struktur
Puisi ini menggunakan gaya bahasa yang sederhana namun tajam dalam menyampaikan kritiknya. Melalui perbandingan langsung antara keinginan dan realitas, penulis berhasil menggambarkan ketidaksesuaian antara idealisme dan kenyataan. Struktur puisi yang terdiri dari bait-bait pendek dengan pernyataan yang kuat memperkuat pesan yang ingin disampaikan.
Tema Utama
Tema utama puisi ini adalah kontras antara idealisme menjadi pahlawan dengan realitas kelemahan manusia. Puisi ini mengkritisi keinginan yang tidak didukung oleh tindakan nyata dan menunjukkan bahwa menjadi pahlawan memerlukan lebih dari sekedar keinginan—dibutuhkan keberanian, ketahanan, dan pengorbanan yang nyata.
Puisi "Menjadi Pahlawan" adalah sebuah puisi yang mendalam dan kritis terhadap keinginan menjadi pahlawan tanpa memahami realitas yang dihadapi. Jusuf AN dengan cerdas menggunakan perbandingan dengan pahlawan nasional untuk menunjukkan bahwa menjadi pahlawan tidak hanya tentang memiliki keinginan, tetapi juga tentang memiliki keberanian dan ketahanan untuk menghadapi tantangan. Melalui nasihat di akhir puisi, penulis menekankan pentingnya berkontribusi pada kebaikan hidup sehari-hari sebagai bentuk kepahlawanan yang nyata dan bermakna.
Karya: Jusuf AN
Biodata Jusuf AN:
- Jusuf AN (M. Yusuf Amin Nugroho) lahir pada tanggal 2 Mei 1984 di Wonosobo.