Puisi: Lagu Salube dari Halmahera (Karya Indonesia O'Galelano)

Puisi "Lagu Salube dari Halmahera" mencerminkan kondisi sosial, politik, dan budaya di Indonesia, khususnya di wilayah Maluku dan Halmahera.
Lagu Salube dari Halmahera
(sepatah cengkeh buat bung karno)

(I)

kalau kuterima juga bungamu, sioh kona
bukan karena kikuk atas babak penyisihan, kona
datuk laut, belorong belantara jauh tau
derita negeri tambah parah menular rantau

kuterima bunga ini, lalu pulangku menjimak
bunga ini, bunga onggokan ranggas orang terbanyak

(II)

kalau gugur cengkeh polong di lembah alang
gadis saparua berbakul tagalaya bilang:
oleh sioh, damai di nusa, tak punya lusa

kalau musim salara kembali mencium lembah jerami
gadis halmahera bersaloi bilang:
aloha, bagi derita adalah semua rasa

(III)

buramlah separoh andalas separoh parahiyangan
buramlah separoh anoa separoh halmahera
lagu puisi, melayah dari senyum rakyat resah
aku kuasa aku perkasa, aku paksa

(IV)

kalau kuterima bunga ini, juga
bukan karena cinta
cinta tersirat cita
seperti manisku mieta dan
siti khadijah di utara halmahera
yang ogah dilumut sapa
karena jijik pada orang jakarta

(V)

ini bunga ini maut
damai kan memaut

(dari surat juwairiah, efraim dan agustina deborah
di halmahera bertanggal April 2, 1960

Sumber: Mimbar Indonesia (Januari, 1964)
Catatan:
  • Kona: panggilan kesayangan.
  • Tagalaya: nama pulau di Maluku.
  • Salara: musim menanam padi ladang di Halmahera.

Analisis Puisi:

Puisi "Lagu Salube dari Halmahera" karya Indonesia O'Galelano adalah sebuah karya yang kaya dengan simbolisme dan metafora, mencerminkan kondisi sosial, politik, dan budaya di Indonesia, khususnya di wilayah Maluku dan Halmahera. Puisi ini dibagi menjadi lima bagian yang masing-masing membawa pesan dan makna yang mendalam.

Tema dan Makna

Puisi ini mengangkat tema penderitaan, ketidakadilan, dan harapan. Penulis menggunakan bunga sebagai simbol yang kompleks, mewakili berbagai aspek kehidupan dan perjuangan. Ada perasaan penolakan terhadap eksploitasi dan ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat, serta keinginan untuk perdamaian dan kemakmuran.
  • Bagian I: Bagian pertama mengekspresikan penerimaan bunga bukan karena kelemahan, melainkan sebagai tanda kesadaran akan penderitaan yang melanda negeri. Frasa "datuk laut, belorong belantara jauh tau derita negeri tambah parah menular rantau" menunjukkan bahwa penderitaan ini menyebar luas, melampaui batas-batas geografis.
  • Bagian II: Bagian kedua menggambarkan suasana di Saparua dan Halmahera, tempat di mana gadis-gadis mengekspresikan damai dan derita. "Damai di nusa, tak punya lusa" menggambarkan situasi di mana kedamaian yang ada tidak menjanjikan masa depan yang lebih baik. Musim salara (musim menanam padi ladang) menjadi simbol harapan yang kembali setiap tahun meskipun derita terus berlanjut.
  • Bagian III: Bagian ketiga membahas kehancuran dan penderitaan yang melanda berbagai wilayah di Indonesia. "Buramlah separoh andalas separoh parahiyangan" mengekspresikan kepedihan yang dirasakan oleh masyarakat di Sumatra dan Jawa Barat. Lagu puisi ini mencerminkan ketidakpuasan dan rasa tidak berdaya di hadapan kekuasaan yang memaksa.
  • Bagian IV: Bagian keempat menyoroti kompleksitas cinta dan cita, di mana cinta bukan sekadar perasaan romantis, melainkan juga berhubungan dengan aspirasi dan harapan untuk perubahan. Nama-nama seperti Mieta dan Siti Khadijah mewakili perempuan yang menolak diperlakukan dengan tidak adil. Mereka jijik pada orang Jakarta, simbol dari pusat kekuasaan yang sering kali dianggap tidak peduli terhadap daerah.
  • Bagian V: Bagian terakhir menegaskan bahwa bunga yang diterima adalah simbol kematian dan penderitaan, tetapi juga membawa harapan akan perdamaian yang sejati. "Ini bunga ini maut, damai kan memaut" menggambarkan bahwa hanya dengan menghadapi penderitaan dan ketidakadilan, perdamaian sejati dapat dicapai.

Struktur dan Nada

Puisi ini memiliki struktur yang tersegmentasi dengan jelas, setiap bagian membawa pesan yang saling melengkapi. Nada puisi ini cenderung melankolis dan reflektif, tetapi juga penuh dengan semangat perlawanan dan harapan. Penggunaan bahasa yang kaya dengan metafora dan simbolisme memberikan kedalaman dan kekayaan makna pada puisi ini.

Puisi "Lagu Salube dari Halmahera" karya Indonesia O'Galelano adalah sebuah puisi yang menggabungkan keindahan bahasa dengan pesan sosial yang kuat. Melalui simbolisme bunga, penulis mengungkapkan penderitaan, ketidakadilan, dan harapan masyarakat Maluku dan Halmahera. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi sosial dan politik di Indonesia, serta pentingnya perjuangan untuk keadilan dan perdamaian.

Puisi Indonesia O'Galelano
Puisi: Lagu Salube dari Halmahera
Karya: Indonesia O'Galelano

Biodata Indonesia O'Galelano:
  • Indonesia O'Galelano lahir pada tanggal 17 November 1940 di Galela, Halmahera, Maluku Utara.
  • Indonesia O'Galelano meninggal dunia pada tanggal 1 Agustus 2012 di Depok, Jawa Barat.
  • Indonesia O'Galelano adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.