Jiwa Bangsa yang Meronta
Berbicaralah kepada dia...!
Mengenai kerinduan bangsa ini!
Mengenai keinginan-keinginan bangsa ini!
Mengenai harapan bangsa ini!
Tidak mengenai strategi untuk berkuasa!
Dan juga tidak mengenai metode untuk berkuasa.
Tetapi mengenai kepercayaan
Mengenai kasih
Berbicaralah kepadanya
Mengenai visi kehidupan bangsa ini
Untuk bisa bertahan dalam hiruk-pikuk perkembangan dunia ini
Berbicaralah kepadanya
Mengenai sesuatu yang paling besar dalam diri bangsa ini
Berbicaralah kepadanya
Mengenai kebenaran hidup bangsa ini
Si bijak itu mengatakan
Siapakah aku ini?
Aku tak tahu tentang hal-hal itu!!!
Hidupku terlalu kecil untuk itu!!!
Kebenaran bangsa ini telah dicuri oleh mereka itu!!
Tak tahu kebenaran apa yang mereka inginkan?
Aku sendiri tak tahu
Kebenaran bangsa ini telah berubah menjadi pembenaran untuk berkuasa.
2024
Analisis Puisi:
Puisi "Jiwa Bangsa yang Meronta" karya Okto Son adalah sebuah karya yang menggugah, mencerminkan kegelisahan dan kerinduan mendalam terhadap kondisi bangsa. Melalui penggunaan kata-kata yang kuat dan langsung, Okto Son mengajak pembaca untuk merenungkan tentang keadaan bangsa dan pentingnya nilai-nilai dasar seperti kepercayaan, kasih, dan kebenaran.
Struktur dan Bentuk
Puisi ini terdiri dari beberapa baris yang terbagi dalam beberapa bait yang tidak beraturan dalam bentuk dan panjang. Struktur bebas ini mencerminkan kebebasan ekspresi dan kegelisahan yang ingin disampaikan oleh penyair. Pengulangan frasa "Berbicaralah kepadanya" memberikan ritme yang kuat dan menekankan pentingnya pesan yang ingin disampaikan.
Tema dan Makna
Tema utama puisi ini adalah kerinduan dan harapan bangsa yang tengah terombang-ambing dalam hiruk-pikuk dunia modern. Okto Son menyoroti keinginan bangsa untuk diakui, dihormati, dan dipimpin dengan nilai-nilai yang benar dan tulus, bukan hanya sekedar strategi dan metode untuk berkuasa.
"Berbicaralah kepada dia...! / Mengenai kerinduan bangsa ini! / Mengenai keinginan-keinginan bangsa ini! / Mengenai harapan bangsa ini!" Baris-baris ini menekankan urgensi untuk berbicara tentang keinginan mendalam bangsa, bukan sekadar soal politik dan kekuasaan.
"Berbicaralah kepadanya / Mengenai visi kehidupan bangsa ini / Untuk bisa bertahan dalam hiruk-pikuk perkembangan dunia ini" menggarisbawahi pentingnya memiliki visi yang jelas dan kuat untuk menghadapi tantangan global.
Penggunaan Bahasa dan Gaya
Bahasa yang digunakan dalam puisi ini penuh dengan emosi dan intensitas. Okto Son menggunakan imperative mood ("Berbicaralah kepadanya") untuk memberikan perintah yang tegas dan mendesak. Ini menciptakan rasa urgensi dan pentingnya pesan yang ingin disampaikan.
Penggunaan kata-kata seperti "kerinduan," "harapan," "kepercayaan," dan "kasih" menunjukkan bahwa puisi ini lebih dari sekadar kritik sosial; ini adalah seruan untuk kembali kepada nilai-nilai dasar yang membentuk bangsa.
Simbolisme dan Pesan
Simbolisme dalam puisi ini sangat jelas. "Si bijak itu mengatakan" mengacu pada sosok yang dianggap memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan, namun bahkan dia merasa tak berdaya dalam menghadapi situasi bangsa. Ini mencerminkan kebingungan dan keputusasaan yang mungkin dirasakan oleh masyarakat luas.
"Kebenaran bangsa ini telah berubah menjadi pembenaran untuk berkuasa" adalah kritik tajam terhadap bagaimana kebenaran sering kali diputarbalikkan demi kepentingan politik. Ini adalah pesan kuat tentang pentingnya integritas dan kejujuran dalam memimpin bangsa.
Puisi "Jiwa Bangsa yang Meronta" adalah puisi yang menggugah kesadaran dan hati nurani pembaca tentang kondisi bangsa. Okto Son menggunakan bahasa yang kuat dan penuh emosi untuk menyampaikan pesan tentang pentingnya nilai-nilai dasar seperti kepercayaan, kasih, dan kebenaran dalam memimpin dan membangun bangsa.
Puisi ini mengingatkan kita bahwa meskipun tantangan dan hiruk-pikuk dunia modern terus meningkat, kita harus tetap berpegang pada visi dan nilai-nilai dasar yang dapat memandu kita menuju masa depan yang lebih baik. Ini adalah seruan untuk introspeksi dan refleksi, agar kita tidak terjebak dalam permainan kekuasaan yang hanya mementingkan segelintir orang, tetapi benar-benar bekerja untuk kesejahteraan seluruh bangsa.
Dengan demikian, puisi ini bukan hanya sebuah karya sastra, tetapi juga sebuah manifesto untuk perubahan yang berakar pada nilai-nilai luhur yang seharusnya kita junjung tinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.