Puisi: Hujanku Hilang (Karya Wuri Handayani)

Puisi "Hujanku Hilang" karya Wuri Handayani mengingatkan kita tentang dampak negatif dari polusi dan industrialisasi terhadap lingkungan. Kritik ...

Hujanku Hilang


Desiran rumput terdengar sunyi
Udara terhirup pengap
Hijau ini telah memudar
Atas banyak kepentingan
Asap kendaraan
Polusi beterbangan
Rintihan pohon tak lagi didengarkan
Atas apa yang mereka inginkan
KAWAN

Cilacap, 24 Mei 2018
Espetu

Sumber: Surat dari Samudra (2018)

Analisis Puisi:

Puisi "Hujanku Hilang" karya Wuri Handayani merupakan refleksi mendalam tentang degradasi lingkungan dan dampak negatif industrialisasi serta urbanisasi terhadap alam. Melalui penggunaan bahasa yang sederhana namun penuh makna, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi lingkungan yang semakin memburuk akibat ulah manusia.

Tema dan Latar Belakang

Tema utama dari puisi ini adalah hilangnya keindahan alam dan keseimbangan ekosistem karena tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab. Wuri Handayani mengangkat isu polusi, deforestasi, dan kerusakan alam sebagai akibat dari industrialisasi dan urbanisasi yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Puisi ini mencerminkan kekhawatiran penulis terhadap kondisi alam yang semakin kritis dan seruan untuk memperhatikan dan menjaga lingkungan.

Struktur dan Gaya Bahasa

Puisi ini terdiri dari sembilan baris, dengan struktur yang cukup bebas dan tidak terikat oleh rima atau metrum tertentu. Struktur ini mencerminkan kebebasan dan spontanitas perasaan penulis dalam mengungkapkan keprihatinannya. Gaya bahasa yang digunakan adalah sederhana, namun penuh makna dan simbolisme.

Imaji dan Simbolisme

Imaji visual dan auditori dalam puisi ini sangat kuat. Baris pertama, "Desiran rumput terdengar sunyi," menciptakan gambaran kontras antara suara alam yang seharusnya menenangkan namun kini terasa sunyi dan menyedihkan. "Udara terhirup pengap" menggambarkan kondisi udara yang tidak lagi segar dan bersih, mencerminkan polusi udara yang semakin parah.

"Hijau ini telah memudar" adalah simbol dari hilangnya kehijauan alam, seperti pepohonan dan rumput, yang digantikan oleh beton dan asap kendaraan. Polusi udara dan suara kendaraan yang menggantikan desiran alami rumput menunjukkan bagaimana urbanisasi dan industrialisasi telah merusak lingkungan alami.

Pesan dan Kritik Sosial

Baris "Atas banyak kepentingan" dan "Asap kendaraan, polusi beterbangan" menunjukkan kritik sosial terhadap prioritas manusia yang lebih mementingkan pembangunan ekonomi dan industrialisasi tanpa memikirkan dampaknya terhadap alam. Rintihan pohon yang tidak lagi didengarkan menggambarkan betapa suara alam diabaikan demi kepentingan manusia.

Kata "KAWAN" di akhir puisi berfungsi sebagai ajakan dan panggilan kesadaran kepada pembaca dan masyarakat luas. Penulis mengajak kita untuk mendengarkan kembali suara alam dan mempertimbangkan dampak dari tindakan kita terhadap lingkungan. Kata ini juga bisa diartikan sebagai seruan solidaritas untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan alam.

Puisi "Hujanku Hilang" karya Wuri Handayani adalah karya yang singkat namun penuh dengan pesan mendalam tentang pentingnya menjaga kelestarian alam. Melalui imaji yang kuat dan simbolisme yang mendalam, puisi ini mengingatkan kita tentang dampak negatif dari polusi dan industrialisasi terhadap lingkungan. Kritik sosial yang disampaikan penulis mengajak kita untuk lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap alam sekitar. Pesan terakhir yang disampaikan, "KAWAN," menggarisbawahi pentingnya tindakan kolektif dan kesadaran bersama untuk mengatasi masalah lingkungan yang semakin mendesak. Puisi ini bukan hanya sekedar ungkapan keprihatinan, tetapi juga sebuah seruan untuk bertindak dan menjaga keindahan serta keseimbangan alam demi masa depan yang lebih baik.

Wuri Handayani
Puisi: Hujanku Hilang
Karya: Wuri Handayani
© Sepenuhnya. All rights reserved.