Puisi: Cerita Hari Ini (Karya Mahbub Djunaidi)

Puisi "Cerita Hari Ini" karya Mahbub Djunaidi menggambarkan kekacauan, kegelisahan, dan kehampaan dalam kehidupan sehari-hari.
Cerita Hari Ini

Malam sekarang banyak rumah-rumah yang terbakar
Lolong anjing – bahwa hati jadi lalat beterbangan
Langit terbuka seluas-luasnya
Dan kemanusiaan lari kebalik balik akal seribu

Anak-anak muda memandang kekasih
Persetan pada kegelisahan
Hari malam – merasa turunlah
Piala minuman penuh bertumpahan

Pagi turun, seperti pekikan yang redup
Persetan kebahagiaan sampai sore
Mereka ambil keputusan paling atas
Berteriaklah – berteriaklah
Sampai kerongkongan menjadi tandus

Dan kau sendiri bagaimana
Menonton di menara goncang gempa dalam?

Sumber: Majalah Siasat (14 Juni 1953)

Analisis Puisi:


Puisi "Cerita Hari Ini" karya Mahbub Djunaidi adalah karya yang menggambarkan kekacauan, kegelisahan, dan kehampaan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui bahasa yang kuat dan deskriptif, Djunaidi mengungkapkan perasaan putus asa dan ketidakpastian di tengah-tengah perubahan sosial dan emosional.

Tema dan Makna

Puisi ini mengangkat tema kehancuran, kebingungan, dan pencarian makna dalam kekacauan. Djunaidi menyentuh perasaan ketidakpastian dan kehilangan arah yang dialami individu dalam masyarakat yang penuh gejolak.

"Malam sekarang banyak rumah-rumah yang terbakar" membuka puisi dengan gambaran kekacauan dan kehancuran. Kebakaran rumah dapat diartikan sebagai simbol keruntuhan struktur sosial dan pribadi. "Lolong anjing – bahwa hati jadi lalat beterbangan" mengindikasikan ketakutan dan kebingungan yang melanda hati manusia, seperti lalat yang beterbangan tanpa tujuan.

"Langit terbuka seluas-luasnya" menunjukkan bahwa segala sesuatu tampak mungkin, tetapi di saat yang sama, "kemanusiaan lari kebalik balik akal seribu" mengisyaratkan bahwa dalam ketidakpastian, manusia cenderung kehilangan arah dan bertindak tanpa logika.

Perasaan Kegelisahan

"Anak-anak muda memandang kekasih, persetan pada kegelisahan" mencerminkan sikap apatis generasi muda terhadap masalah-masalah yang ada. Mereka memilih untuk mengabaikan kegelisahan dan mencari kesenangan sementara. "Hari malam – merasa turunlah, piala minuman penuh bertumpahan" menggambarkan cara mereka melarikan diri dari kenyataan melalui hiburan dan pelarian sesaat.

Kehampaan dan Kebingungan

"Pagi turun, seperti pekikan yang redup" menyiratkan bahwa harapan yang datang dengan pagi hari terasa lemah dan tidak memadai. "Persetan kebahagiaan sampai sore, mereka ambil keputusan paling atas" menunjukkan sikap acuh tak acuh terhadap kebahagiaan sejati dan keputusan yang diambil hanya untuk kepuasan sementara. "Berteriaklah – berteriaklah sampai kerongkongan menjadi tandus" menggambarkan upaya sia-sia untuk mengekspresikan kegelisahan dan frustrasi yang akhirnya tidak membuahkan hasil.

Refleksi Pribadi

Pada bagian terakhir, "Dan kau sendiri bagaimana, menonton di menara goncang gempa dalam?" adalah panggilan introspektif bagi pembaca atau mungkin penyair sendiri. Ini mengajak untuk merenungkan posisi dan respons individu terhadap kekacauan dan kegelisahan yang digambarkan. Menonton dari menara yang goyah mengindikasikan ketidakstabilan dan keterlibatan yang tidak langsung namun tetap signifikan dalam situasi tersebut.

Puisi "Cerita Hari Ini" adalah cerminan dari kegelisahan dan ketidakpastian di tengah-tengah perubahan sosial dan emosional. Mahbub Djunaidi dengan cemerlang menangkap perasaan kehilangan arah dan kehampaan yang dialami individu dalam masyarakat yang bergejolak. Melalui penggunaan bahasa yang kaya dan simbolisme yang kuat, puisi ini menyentuh perasaan pembaca dan mengajak untuk merenungkan posisi dan respons pribadi terhadap kekacauan yang ada.

Puisi ini adalah pengingat yang kuat tentang pentingnya refleksi diri dan pencarian makna di tengah-tengah kekacauan. Dalam menghadapi kegelisahan dan ketidakpastian, Djunaidi mendorong pembaca untuk tidak hanya menyaksikan, tetapi juga merenungkan peran mereka dalam mencari stabilitas dan makna hidup.

Puisi: Cerita Hari Ini
Puisi: Cerita Hari Ini
Karya: Mahbub Djunaidi

Biodata Mahbub Djunaidi:
  • Mahbub Djunaidi (dieja Mahbub Junaidi) lahir di Jakarta, pada tanggal 27 Juli 1933.
  • Mahbub Djunaidi meninggal dunia di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 1 Oktober 1995 (pada usia 62 tahun).
  • Mahbub Djunaidi adalah salah satu sastrawan angkatan 1966-1970-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.