Perempuan sebagai Objek Seksualitas Para Oknum Tidak Bertanggung Jawab

Baru-baru ini ramai di sosial media X dan Instagram tentang atlet perempuan yang menjadi objek pelecehan non verbal oleh salah satu akun yang ....

Banyak orang tahu, kalau perempuan sebagai manusia merupakan salah satu makhluk yang sempurna di mata Tuhan. Perempuan banyak sekali dianugerahi hal-hal istimewa yang belum tentu didapatkan oleh laki-laki. Namun, perempuan sering kali menjadi objek seksualitas atau hanya menjadi bagian dari ‘pemuas’ saja bagi para oknum. Tidak hanya oknum laki-laki, kini banyak perempuan yang juga turut dijadikan objek seksualitas oleh perempuan lainnya. Maraknya kasus pelecehan seksual terhadap perempuan yang terjadi di tahun 2024 perlu menyadarkan masyarakat agar lebih berhati-hati dengan sekitar.

Kasus-kasus yang bermunculan akhir-akhir ini adalah bentuk pelecehan seksual secara verbal serta non verbal yang terjadi kepada atlet voli perempuan. Pelecehan seksual secara verbal sendiri merupakan wujud pelecehan yang dilakukan dengan ucapan atau perkataan yang ditujukan kepada orang lain dan mengarah pada sesuatu yang berkaitan dengan unsur seksual.

Pelecehan seksual secara verbal sering kali berbentuk candaan yang mengarah ke seksual, siulan yang berorientasi pada seksual, atau menanyakan sesuatu yang berhubungan atau mengarah ke topik seksual. Sementara itu, pelecehan seksual secara non verbal adalah bentuk pelecehan yang berkebalikan dengan pelecehan verbal. Pelecehan ini lebih mengarah ke tindakan, tetapi tidak bersentuhan secara langsung antara pelaku dengan korbannya. Pelecehan non verbal sering kali dilakukan, seperti memperlihatkan alat kelamin di depan umum, menatap bagian seksual orang lain dengan tatapan yang menggoda, atau menggesek-gesekan alat kelamin ke orang lain.

Perempuan sebagai Objek Seksualitas
Sumber: Pinterest

Baru-baru ini ramai di sosial media X dan Instagram tentang atlet perempuan yang menjadi objek pelecehan non verbal oleh salah satu akun yang disebutkan sebagai pencinta cabang olahraga tersebut. Akun itu juga menjadi salah satu mitra resmi dari federasi yang menaungi cabang olahraga tersebut. Sudah banyak sekali atlet yang tidak suka dengan akun tersebut. Namun, akun tersebut sering kali memberikan argumen bahwa akun itu hanya untuk memberika update tentang atlet-atlet yang sedang bertanding. Apa yang dijadikan bentuk pelecehan oleh akun tersebut? Dalam akun tersebut, hampir di seluruh unggahannya menunjukkan para atlet yang sedang latihan atau bertanding, tetapi disorot di bagian-bagian tertentu.

Bagian-bagian yang disorot tentu saja bagian-bagian yang akan memancing penikmat unggahan tersebut. Hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh akun yang disebut sebagai mitra media resmi salah satu federasi. Akun tersebut juga sudah sempat ditegur oleh beberapa atlet, tetapi akun tersebut masih terus mengunggah foto serta video para atlet yang membuat atlet-atlet tersebut merasa tidak nyaman.

Selain salah satu akun yang mengaku sebagai mitra media resmi, adapula sorotan dari kamerawan yang terkadang menyorot langsung dari bagian belakang pemain. Pemain yang sedang fokus ketika melakukan servis bola pun tidak mengetahui dan tidak terlalu memerhatikan layar yang menunjukkan dirinya tengah disorot.

Hal tersebut tentunya seolah menjadi santapan lezat bagi para oknum yang menjadikan perempuan sebagai objek seksualitas mereka. Beberapa komentar ditujukan kepada atlet-atlet tersebut. Komentar-komentar negatif yang mengarah ke seksualitas atau menyalahkan atlet karena pakaiannya yang terlalu pendek pun memenuhi kolom komentar beberapa akun atlet yang menjadi objek seksualitas. Mereka seolah menyalahkan pakaian olahraga yang dikenakan oleh para atlet. Padahal, hal tersebut bukan menjadi masalah besar. Di Indonesia sudah beberapa kali terjadi pelecehan seksual yang menimpa perempuan di masjid dan sedang berpakaian serba tertutup. Pemikiran-pemikiran kolot yang harus dihilangkan sesegera mungkin oleh para oknum tidak bertanggung jawab.

Sebetulnya, apa yang diinginkan oleh orang-orang yang menjadikan perempuan sebagai objek seksualitas mereka dan mengapa selalu perempuan? Perempuan sering kali dianggap lemah oleh sebagian orang utamanya oleh laki-laki. Perspektif masyarakat terhadap perempuan yang masih sangat ‘kolot’ menjadi salah satu alasan mengapa perempuan sering kali menjadi objek pelecehan. Cara para pelaku yang seolah-olah menyalahkan korban juga sangat tidak beretika. Bagaimana pelaku menilai kalau korban yang memang salah lebih dulu dibandingkan pelaku. Korban-korban yang dianggap memancing oleh pelaku. Sehingga korban tidak bisa berbuat apa-apa dan memilih untuk menyimpan semua kisahnya sendiri dan diam tanpa meminta bantuan kepada siapa-siapa.

Tercatat di tahun 2024 data terakhir di 1 Januari. KemenPPPA menyebutkan kurang lebih 11.116 kasus dengan 2.394 korban laki-laki dan 9.700 korban perempuan. Mengetahui hal ini, seharusnya pemerintah serta pihak berwajib tidak tinggal diam. Mereka semua perlu bergerak untuk mencegah kasus pelecehan yang semakin bertambah. Memberikan edukasi kepada masyarakat terkait hal ini adalah salah satu cara yang dapat dilakukan. Sayangnya, masyarakat masih awam dengan edukasi seperti itu. Sehingga hal tersebut dianggap nyeleneh atau menyimpang. 

Pelecehan seksual memang tidak hanya terjadi kepada perempuan, pelecehan seksual juga dapat terjadi kepada laki-laki. Sebagai makhluk yang dapat berpikir, seharusnya manusia dapat memakai adab serta etika dalam memperlakukan sesama manusia. Pelecehan seksual seharusnya dapat diatasi dan seharusnya tidak perlu terjadi jika manusa memakai akal sehatnya dalam berperilaku. Kasus-kasus pelecehan seksual yang melibatkan perempuan dan laki-laki menjadi salah satu tanda bahwa manusia masih tidak bisa memakai akal sehatnya dalam berperilaku.

Khairunnisa Salsabila Aulia Zahra

Biodata Penulis:

Khairunnisa Salsabila Aulia Zahra (kerap disapa Koi) lahir pada tanggal 27 Februari 2004 di Cimahi. Ia merupakan mahasiswa program studi Sastra Indonesia di Universitas Padjadjaran.

© Sepenuhnya. All rights reserved.