Kritik Sastra: Strategi Permainan Kata Menggunakan Majas Sinekdoke Totem Pro Parte dalam Cerpen "Kiriman" Karya Indah Nur Lailia

Berangkat dari gaya bahasa, menurut saya cerpen ini dapat dikategorikan ke dalam cerita yang sangat baik dan bagus karena memenuhi nilai estetik ...

Cerita pendek yang berjudul “Kiriman” merupakan sebuah bentuk partisipasi dari Indah Nur Lailia dalam ajang Peksiminas 2024. Dari segi isi dan pesan, cerpen ini akan mudah diresapi dan membawa kesan lebih bagi seorang anak yang tengah berkuliah terkhusus yang merantau sebagai mahasiswa sehingga jauh dari keluarga. Dalam penyajiannya terdapat penggabungan makna denotatif dan konotatif yang harmonis, sehingga ketika membacanya, mudah untuk kita mengerti. Namun, di sisi lain menghantarkan perasaan dan suasana yang khusus karena banyak metafora yang terbalut. Maka dari itu mari kita telusuri lebih jauh pemaknaan kata-kata dalam cerpen ini dan mengategorikannya pada tingkatan estetika sastra yang mana.

Cerpen ini menceritakan seorang mahasiswi yang sedang berkomunikasi dengan kedua orang tuanya melalui telepon. Karena ia merantau untuk berkuliah, orang tuanya sering kali menanyai kabar dan kecukupan hidup anak mereka dalam pemenuhan kebutuhan. Saat telepon itu diangkat, hal yang pertama kali ditanyakan orang tuanya adalah apakah anaknya sudah makan. Lalu dilanjut menanyakan apakah kiriman mereka cukup, dan meminta maaf karena mereka tidak bisa mengirimi anaknya hal-hal yang seharusnya orang tua berikan. Namun dirinya terus meyakinkan bahwa kiriman mereka selalu cukup dan sudah berupa kiriman yang seharusnya orang tua berikan.

Adapun analisis dan pemaknaan dari cerpen di atas yakni dari segi tema yang digunakan adalah kasih sayang keluarga dan pengorbanan. Meski jarak fisik jauh, hubungan emosional antara anak dan orang tuanya tetap kuat dan saling mendukung. Alur yang digunakan maju dengan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama, yakni sang aku yang merupakan mahasiswi rantau.

Konteks sosial dan budaya yakni ditunjukan dalam dialog tokoh yang menggunakan kata sapaan “Nduk” yang berasal dari bahasa Jawa sebagai panggilan kepada anak perempuan. Kemudian untuk gaya bahasa, penulis menggunakan kata baku dan lugas, dengan diselingi beberapa bentuk-bentuk majas dan diksi.

Kritik Sastra

Berangkat dari gaya bahasa, menurut saya cerpen ini dapat dikategorikan ke dalam cerita yang sangat baik dan bagus karena memenuhi nilai estetik sastra. Gaya bahasa yang digunakan menunjukan ciri khas dan sekaligus menjadi kelebihan bagi cerpen ini. Gaya bahasa yang dimaksud yakni banyak penggunaan diksi dan majas yang perlu analisis dan pemaknaan khusus. Misalnya penggunaan diksi pada frasa “dua hari yang bersatu” untuk menggambarkan kedua orang tua yang sama-sama memiliki kekhawatiran dan berbagi perasaan yang serupa. Selain diksi juga terdapat bentuk majas seperti pada kalimat “tawa kita bertiga mengudara bersama; saling berpelukan” sebagai penggambaran suasana bahwa mereka saling berbagi perasaan.

Hal yang paling menarik terkait penggunaan majas ini ialah pada kata “kiriman” yang banyak disinggung dalam cerita dan juga menjadi judul dari cerpen ini. Secara harfiah mungkin ketika pertama kali membaca cerita ini akan menangkap “kiriman” di sini sebagai kiriman materi, yakni uang bulanan untuk biaya hidup merantau. Namun setelah membacanya sampai akhir, “kiriman” di sini merujuk pada “kiriman doa”. Maka dari itu, permainan kata tersebut dapat dikategorikan ke dalam bentuk majas sinekdoke totem pro parte, karena “kiriman” di sini sebagai bentuk keseluruhan dari sebagian. Kiriman dapat berupa materi seperti uang, makanan, benda, termasuk doa, sebagai sebagian dari keseluruhan.

Di samping gaya bahasanya yang menarik, cerpen ini tetap tidak lepas dari kekurangan. Pertama dari segi pembawaan cerita, pengembangan karakter dan penggambaran latar sangat terbatas karena cerpen ini lebih fokus pada interaksi dan perasaan tokoh utama melalui dialog, sehingga pembaca dibuat kurang terlibat dalam cerita. Kedua yakni alur yang sederhana karena kurangnya aksi dan peristiwa. Cerpen bisa menjadi lebih menarik jika ada konflik atau twist yang lebih kompleks. Terakhir resolusi yang terburu-buru, keterangan ketika tokoh mendapat email dan niat untuk mengirimi orang tuanya dapat diperjelas maksudnya sehingga pesan sepenuhnya dapat tersampaikan, tidak sekedar kita tahu kiriman yang dimaksud adalah doa.

Secara keseluruhan, cerpen ini memiliki ciri khas atau keunikan dalam penggunaan gaya bahasa, khusunya majas. Penulis mempermainkan makna kata “kiriman” yang membawa pembaca berasumsi itu bermakna uang atau materi, namun akhirnya ternyata “kiriman” tersebut merupakan bentuk dari majas sinekdoke yang merujuk pada “kiriman doa”. Tetapi di sisi lain, terdapat pula beberapa aspek yang bisa ditingkatkan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih mendalam lagi yakni dari segi pembawaan cerita dengan alur yang bisa lebih menarik lagi dengan penambahan aksi, konflik, atau plot twist.

Biodata Penulis:

Annis Leily Nabila saat ini ia aktif sebagai mahasiswa, Fakultas Ilmu Budaya, di Universitas Padjadjaran.

© Sepenuhnya. All rights reserved.