Eksistensi Perempuan dalam Pernikahan melalui Pandangan Nh. Dini pada Novel Pada sebuah Kapal

Novel "Pada Sebuah Kapal" dapat dikatakan sebagai wujud pemberontakan atau wujud kritikan atas pernikahan atau nilai-nilai pernikahan yang dianggap ..

Novel "Pada Sebuah Kapal" dapat dikatakan sebagai novel yang terlihat secara jauh sebagai penggambaran sekilas dari kehidupan Nh. Dini. Pada novel ini, banyak sekali kesamaan alur cerita dengan pengalaman yang dialami oleh Nh. Dini, sebagai seseorang yang lahir di tanah Jawa dan menikahi seorang diplomat asal Perancis, lalu pindah ke negara matahari atau Jepang.

Nh. Dini sosok yang begitu pandai dalam membuat tulisan maupun karangan, dia dapat mengembangkan suatu isu yang ia miliki dalam karyanya secara tersirat. Pada novel karya Nh Dini yang berjudul "Pada Sebuah Kapal" mengungkapkan eksistensi wanita dalam pemikirannya yang memiliki budaya Timur atau wanita Indonesia mengenai pernikahan serta hubungan antar lelaki dan perempuan yang menyesuaikan dengan keadaan pada saat itu.

Nh. Dini pada novel ini mencoba menyampaikan bahwa sesungguhnya dalam pernikahan, wanita sebagai pihak yang harus menjadi pengikut untuk suaminya dan harus selalu menurut atas apa yang diperintahkan oleh sang suami. Pada novel ini Nh Dini mengungkapkan budaya patriarki yang sudah melekat dalam diri bangsa Indonesia, utamanya seorang wanita, yang dibesarkan dalam keluarga yang begitu keras dan juga penganut bahwa perempuan itu adalah gambar dari kelembutan itu sendiri.

Novel Pada sebuah Kapal
Novel Pada sebuah Kapal karya Nh. Dini bisa dipesan di Gramedia, sedang diskon 20%: Rp 98.000 Rp 78.400.

Novel "Pada Sebuah Kapal" ini dapat dikatakan sebagai wujud pemberontakan atau wujud kritikan atas pernikahan atau nilai-nilai pernikahan yang dianggap terlalu mengekang wanita sehingga membuat wanita menjadi peran atau sosok yang tidak memiliki suatu warna dalam kehidupan pernikahannya. Wanita dituntut untuk selalu menjadi begitu setia dengan lelakinya dan juga menjadi pengikut abadi bagi lelakinya.

Nh. Dini mencoba memperlihatkan bahwa wanita memiliki peran yang begitu lemah dalam pernikahan, bahkan untuk menggapai kebebasan pun sulit dalam pernikahan.

Selain itu, lontaran kalimat yang diucapkan oleh lelaki pada wanita yang berstatus istri terlihat begitu kasar dan membuat sang istri menjadi merasa tidak dicintai karena sudah tidak ada kelembutan yang diberikan oleh sang suami.

Lalu, istri pun mengurus masalah kebersihan rumah dan segala tetek bengeknya dan suami hanya terima bersih. Seorang wanita yang menjadi istri apabila tidak dapat melakukan hal yang berhubungan dengan rumah dan dapur, maka hal tersebut tidak dianggap baik.

Novel ini menunjukkan pernikahan yang berbeda adat serta budaya, yaitu Sri yang menikah dengan Charles Vincent seorang negarawan dari Perancis. Pernikahan berbeda budaya itu membuat Sri yang ditanamkan sebuah pemikiran dari sang Ibu bahwasanya istri itu harus setia dan menuruti apa yang dikatakan suaminya membuat Sri menjadi tertekan. Hal tersebutlah yang menunjukkan bahwa nilai-nilai pernikahan yang dimiliki budaya Timur atau patriarki mengekang seorang wanita dan membuat lelaki dapat melakukan kebebasan karena memegang puncak kekuasaan. Sri merupakan wanita yang memiliki kehendak dan juga kebebasan dalam menjalani kehidupan, pernikahan yang mengekang seseorang tentu dapat membuat orang tersebut berubah sebagai bentuk pemberontakan atas pemenjaraan diri yang secara tidak sadar dilakukan oleh sang pasangan melalui ikatan yang disebut pernikahan.

Nh. Dini pada novel ini mencoba menyampaikan bahwasanya perempuan Jawa memiliki kelembutan dan juga kehalusan dalam setiap perbuatannya, serta memiliki kesederhanaan. Selain itu, Nh. Dini menyuarakan dirinya sebagai seorang wanita, yaitu bahwa semua wanita menginginkan sosok suami yang lembut kepada istrinya dan juga tidak memiliki sikap otoriter yang memperlakukan istrinya tidak dengan rasa kemanusiaan. Hal ini diungkapkan dalam kutipan novel yaitu:

“Bagi laki-laki Barat lain, sikapku tidak masuk akal. Seorang isteri yang tidak mendapatkan apa yang diidamkannya dalam perkawinan akhirnya akan mencarinya di luar rumah tangga. Tetapi aku tidak mencari kekasaran. Yang kuidamkan adalah kehalusan, kelembutan yang seabadi mungkin, selembut harum melati yang selalu kupakai sebagai rangkaian kalung pada waktu-waktu menari.” (Dini, 2018: 139)

Kutipan tersebut memperjelas eksistensi wanita pada pandangan lelaki Barat pada masa itu. Bahwa sesungguhnya wanita, atau lebih tepatnya istri, hanyalah dianggap sebagai seseorang yang menemani suaminya, sebagai sosok yang selalu menjadi pendukung suaminya serta melakukan kegiatan wajibnya di dalam kamar.

Nh. Dini pun mencoba mengungkapkan bahwa wanita pada masa itu begitu tidak bernilai dan bermakna dalam pandangan masyarakat, bagi seorang lelaki mungkin perlakuan yang menjijikkan dan juga kesalahannya dalam mengkhianati pernikahannya akan dimaklumkan oleh masyarakat. Lain lagi dengan seorang wanita yang mengkhianati atau menelantarkan pernikahannya akan dianggap sebagai sosok yang tidak benar. Belum lagi penggambaran bahwa seorang istri sudah seharusnya bertugas mengurus anak di rumah dan menyayangi anak tersebut.

Berbeda dengan lelaki yang tampak tidak memiliki kewajiban dalam soal kepengurusan anak maupun rumah dan hanya bertugas mencari uang atau nafkah untuk menghidupi keluarganya.

Dalam novel ini pun banyak cerminan dari suami yang terus saja bekerja dan mendapatkan pengakuan rekan-rekannya tetapi tidak begitu memedulikan istri dan anaknya, yang ia tahu hanyalah terus bekerja dan menghilangkan kelembutan pada keluarganya sendiri.

Pandangan mengenai wanita dalam pernikahan digambarkan oleh Nh. Dini dengan begitu sulit, karena sesungguhnya wanita yang telah merasakan ketertekanan batin, kesengsaraan dalam pernikahan atau tidak memiliki rasa cinta dan gairah lagi kepada suaminya dalam menjalankan ikatan pernikahan atau melakukan kewajibannya sebagai istri hanyalah sebuah bentuk balas budi yang dapat diberikannya kepada sang suami karena telah memberikan tempat tinggal dan juga memberikan uang untuk menghidupi dirinya. Hal tersebut juga terjadi karena pandangan masyarakat terdahulu yang masih saja menganggap bahwa lelaki sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dan juga memiliki budaya patriarki yang begitu kuat.

Keterikatan hubungan melalui pernikahan bagi wanita dalam budaya Timur merupakan suatu hal yang tidak mudah karena bagaimana pun dia menjadi seutuhnya milik sang suami dan bukan lagi milik keluarganya. Apabila ada masalah dalam rumah tangganya, wanita tidak seharusnya membocorkan hal tersebut dan harus selalu terlihat baik-baik saja meskipun batinnya memiliki tekanan yang begitu berat. 

Daftar Pustaka:

  • Dini, N. (2018). Pada Sebuah Kapal. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Jaya.
  • Kemendikbudristek. (2016). Nh. Dini. Retrieved from Ensiklopedia Sastra Indonesia: https://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Nh_Dini
  • Teniwut, M. (2022, November 18). Mengenal Budaya Patriarki dan Dampaknya pada Perempuan. Retrieved from Media Indonesia: https://m.mediaindonesia.com/humaniora/538339/mengenal-budaya-patriarki-dan-dampaknya-pada-perempuan

Biodata Penulis:

Robi'atul Muthmainnah, lahir di Jakarta, 12 Mei 2004. Seorang penggemar sastra yang sekarang tengah menempuh pendidikan di Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran.

© Sepenuhnya. All rights reserved.