Bahasa Isyarat: Multidimensi dalam Semantik Bahasa

Penggunaan bahasa isyarat dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bagaimana pengertian makna dan semantik bahasa tidak selalu terpaku pada kata ...

Dunia terus mengalami pertumbuhan yang pesat dalam berbagai aspeknya. Tentunya, pertumbuhan ini telah menciptakan transformasi yang begitu signifikan, baik di bidang teknologi, budaya, maupun komunikasi. Dalam konteks ini, transformasi khususnya dalam aspek komunikasi tercerminkan oleh perubahan pandangan serta persepsi masyarakat terhadap bahasa.

Maraknya globalisasi serta pesatnya perkembangan teknologi membuat interaksi lintas budaya semakin intensif sehingga bahasa tidak lagi terjebak dalam dimensi verbal. Jauh dari itu, bahasa bukan lagi sebuah rangkaian huruf ataupun suara, melainkan dapat terwujudkan sebagai wujud nonverbal, seperti gerakan tubuh, ekspresi wajah, simbol-simbol visual, bahkan hingga desain ruang. Kedua bentuk ini bersifat saling melengkapi, membentuk untaian narasi kompleks yang kaya akan nuansa untuk mengungkapkan rasa dan budaya.

Melalui variasi ekspresi bahasa secara nonverbal tersebut, salah satu bentuknya ialah bahasa isyarat. Bahasa isyarat, sebagai sistem komunikasi visual-gestural, dipergunakan oleh komunitas tunarungu atau tunarungu untuk menyampaikan pesan, emosi, ide, dan informasi tanpa menggunakan kata-kata lisan.

Selain menjadi sarana utama bagi individu yang tidak dapat mendengar untuk berkomunikasi, bahasa isyarat juga memiliki peran penting dalam proses identitas dan pemahaman diri. Lebih dari sekadar alat komunikasi, penggunaan bahasa isyarat tidak lain merupakan sarana ekspresi budaya dan kepercayaan dari penggunanya tersendiri.

Dalam konteks yang lebih luas, penggunaan bahasa isyarat juga melampaui batasan fisik individu dengan gangguan pendengaran. Bahasa isyarat mendorong inklusi sosial dan membuka pintu bagi komunikasi antara komunitas dengan latar belakang bahasa yang berbeda. 

Bahasa isyarat, secara linguistik, memiliki struktur yang cukup kompleks. Dalam bahasa isyarat, terdapat elemen-elemen linguistik seperti fonologi, yang mengacu pada penggunaan gerakan tangan, ekspresi wajah, dan orientasi tubuh; morfologi, yang berkaitan dengan pembentukan kata; sintaksis, yang menyangkut susunan kata dalam kalimat; serta semantik, yang menentukan makna dari gerak tangan dan ekspresi yang digunakan.

Esai ini akan membahas lebih lanjut mengenai unsur semantik yang terdapat di dalam bahasa isyarat, mengingat seberapa pentingnya bagi kita untuk bisa memahami makna dari penggunaan gerak tangan serta ekspresi wajah dari pelaku bahasa. 

Merujuk kepada laman resmi National Institute on Deafness and Other Communication Diseases, dapat disimpulkan bahwa tidak ada standar atau bahasa isyarat universal yang telah disepakati secara global. Kehadiran berbagai bahasa isyarat di berbagai negara dan wilayah menegaskan bahwa setiap komunitas memiliki sistem komunikasi visual-gestural yang unik, yang berkembang sesuai dengan kebutuhan serta konteks budaya dan linguistik setempat.

Di Indonesia, bahasa isyarat yang digunakan dikenal dengan sebutan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) dan Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI). Lantas apa perbedaan antara keduanya?

Bahasa Isyarat
sumber: biliksastra.com

Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) merupakan inisiatif pemerintah yang didesain khusus sebagai alat bantu dalam memfasilitasi proses pendidikan formal bagi individu dengan gangguan pendengaran di Indonesia. Di sisi lain, BISINDO merupakan bahasa isyarat yang berkembang secara alami dan organik di dalam komunitas tunarungu di Indonesia. Bahasa ini tumbuh dan berkembang sebagai hasil dari interaksi sehari-hari antara individu di dalam komunitas mereka. 

Perbedaan mendasar di antara keduanya tampak pada pola penggunaan tangan dalam ekspresi komunikatifnya. Secara umum, BISINDO lebih sering menampilkan penggunaan dua tangan untuk merepresentasikan satu huruf atau konsep tertentu, sehingga memungkinkannya untuk memberikan lebih banyak variasi ekspresi dan artikulasi yang rumit. SIBI cenderung memanfaatkan satu tangan saja dalam penggunaannya. Sistem ini dirancang dengan pendekatan yang lebih sederhana, dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman dan aksesibilitas bagi pengguna bahasa isyarat yang sedang belajar atau mengalami kendala dalam komunikasi.

Selain perbedaan dalam penggunaan tangan, perbedaan lainnya terlihat dalam tata cara berbahasa dan karakteristik simbolisnya. BISINDO memiliki kosa isyarat yang sarat akan makna simbolis. Isyarat yang digunakan dalam BISINDO sering kali dipengaruhi oleh interaksi nilai-nilai kultural dan tradisi dari berbagai daerah di Indonesia. Hal ini berbeda dengan SIBI yang dianggap sebagai bentuk bahasa isyarat standar atau mutlak di Indonesia.

Penggunaan BISINDO sering kali tidak mengikuti aturan kebahasaan atau tata bahasa yang mirip dengan bahasa Indonesia formal. Dalam komunitas yang menggunakan BISINDO, pola komunikasi lebih sering mengikuti pola alami tunarungu dalam berinteraksi daripada mengikuti struktur bahasa yang terstandarisasi. Hal ini mencerminkan adaptasi dan penggunaan bahasa isyarat yang lebih alami, yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan komunitas tuna rungu untuk berkomunikasi secara efektif dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Di sisi lain, implementasi SIBI sebagai bahasa isyarat standar di Indonesia mengikuti prinsip tata kebahasaan yang mirip dengan bahasa Indonesia lisan. SIBI dirancang dengan memperhatikan struktur gramatikal bahasa Indonesia yang melibatkan penggunaan imbuhan, awalan, dan akhiran seperti me-, ber-, di-, ke-, pe-, ter-, dan se-. Pendekatan ini dimaksudkan untuk memberikan kesesuaian dan keterkaitan antara bahasa lisan Indonesia dengan bahasa isyaratnya. Struktur ini memungkinkan pengguna SIBI untuk mengartikulasikan konsep-konsep yang lebih kompleks atau menyampaikan informasi dengan lebih terperinci, sesuai dengan prinsip bahasa lisan yang diterapkan dalam bahasa Indonesia formal.

Melalui pendekatan semantik yang menekankan arti dan makna dalam proses komunikasi, bahasa isyarat dirasa tepat dalam pengimplementasian unsur semantik bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa isyarat memiliki kekhasan dalam menggambarkan dan mentransmisikan makna secara visual-gestural, di mana setiap gerakan tangan, ekspresi wajah, atau postur tubuh memiliki keterkaitan langsung dengan makna atau konsep tertentu.

Penggunaan bahasa isyarat dalam kehidupan sehari-hari juga menunjukkan bagaimana pengertian makna dan semantik bahasa tidak selalu terpaku pada kata-kata lisan, tetapi juga dapat disampaikan melalui ekspresi visual. Kemampuan bahasa isyarat untuk mengkomunikasikan informasi yang kompleks dan emosi secara efektif tanpa menggunakan kata-kata menggambarkan pentingnya pemahaman akan dimensi semantik dalam proses komunikasi manusia.

Qhasdinna Syifa Alfiyanni

Biodata Singkat:

Qhasdinna Syifa Alfiyanni (kerap disapa Syifa) lahir di Bandung pada tanggal 9 Oktober 2004. Ia merupakan seorang mahasiswa program sarjana Sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran.

© Sepenuhnya. All rights reserved.