“Sistem pendidikan di Indonesia semakin lama semakin tidak jelas”.
Bukan sesuatu yang asing lagi bagi kita jika mendengar pernyataan seperti itu atau pernyataan lainya yang membahas buruknya sistem pendidikan Indonesia. Hal ini disebabkan karena kurikulum di Indonesia sering berganti. Setiap kali terjadi perubahan kepemimpinan, sering kali diikuti dengan reformasi atau penyesuaian kurikulum yang membingungkan dan mengganggu proses pendidikan yang berlangsung.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kurikulum di Indonesia sering berganti, seperti pengaruh dari sosiopolitik dan dinamika masyarakat. Seperti yang telah disebut di kalimat sebelumnya, walaupun memang ada faktor yang memang tepat untuk kita mengganti kurikulum, tetapi itu hanya berlaku untuk keadaan yang ekstrem, seperti saat korona atau keadaan setelah merdeka.
Walaupun masih belum baik, pergantian kurikulum membawa sejumlah dampak positif yang signifikan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya adalah pembaharuan dalam pembelajaran yang mencerminkan perkembangan terbaru dalam pendidikan dan penelitian.
Dengan adanya kurikulum baru, materi pembelajaran dan metode pengajaran dapat diperbarui untuk mencerminkan praktik terbaik dan pengetahuan yang paling mutakhir.
Selain itu, kurikulum baru juga sering dirancang untuk lebih relevan dengan kebutuhan dan tantangan zaman saat ini. Ini mencakup penekanan pada keterampilan yang diperlukan di abad ke-21, seperti keterampilan pemecahan masalah, kreativitas, dan keterampilan kolaboratif.
Diversifikasi (pengubahan bentuk) pembelajaran juga menjadi dampak positif, di mana kurikulum baru membuka peluang untuk mengintegrasikan pendekatan dan perspektif baru, mengakui keberagaman budaya, bahasa, dan latar belakang siswa.
Selain dampak positif dari pergantian kurikulum, tentu saja terdapat dampak negatif dari pergantian-pergantian kurikulum. Dampak dari pergantian kurikulum yang ditimbulkan beragam, disrupsi dalam proses pembelajaran menjadi salah satu dampak awal, di mana siswa dan guru mungkin merasa bingung tentang apa yang seharusnya dipelajari.
Dampak berikutnya adalah kesenjangan dalam pemahaman guru terhadap kurikulum baru, karena mereka mungkin tidak sepenuhnya siap untuk mengajarkannya dengan efektif. Kemudian, masalah sarana dan sumber daya juga muncul, karena tidak semua sekolah memiliki fasilitas yang memadai sesuai dengan tuntutan kurikulum baru.
Selain itu, adaptasi terhadap kurikulum baru juga membutuhkan waktu dan tenaga ekstra dari guru, yang dapat meningkatkan tekanan pada mereka. Ketidakcocokan antara kurikulum baru dan ujian standar yang ada juga bisa menjadi masalah, menyebabkan kebingungan bagi siswa dan guru tentang apa yang seharusnya diprioritaskan.
Dari masalah-masalah di atas, kurikulum yang sekarang masih belum bisa memperbaiki hal tersebut. Parahnya kurikulum justru sering kali menghapus elemen-elemen yang mungkin dapat memperbaiki pendidikan di Indonesia. Contohnya dapat dilihat dari kurikulum yang menghilangkan hal yang dapat menaikan tingkat kompetensi, seperti penghapusan ujian nasional (UN) dan perubahan subtes ujian dalam UTBK.
Dampak di atas mungkin hanya segelintir permukaan masalah yang dapat ditemui. Jika kita menjurus lebih dalam, dampak negatif yang dihasilkan akan lebih banyak. Salah satunya adalah risiko terjadinya kesenjangan pengetahuan antar generasi.
Dengan perubahan kurikulum yang sering dan tiba-tiba, siswa yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan cepat dapat tertinggal dalam memahami materi-materi baru, yang pada gilirannya akan mempengaruhi kemampuan mereka dalam menghadapi tantangan masa depan. Tentu saja ini bukan sesuatu yang menggembirakan apalagi Indonesia ditargetkan akan memasuki masa keemasan pada tahun 2045.
Selain itu hal ini diperparah lagi karena pergantian-pergantian dalam kurikulum juga berdampak pada kesiapan siswa untuk memasuki dunia kerja atau perguruan tinggi. Kurangnya konsistensi dalam kurikulum membuat sulit bagi para siswa untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang kritis dan relevan dengan kebutuhan pasar kerja atau persyaratan perguruan tinggi.
Tidak hanya itu, ketidakjelasan dalam kurikulum juga berpotensi merugikan daya saing global Indonesia. Dalam era globalisasi saat ini, pendidikan yang berkualitas dan konsisten adalah kunci untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi persaingan di tingkat internasional. Namun, dengan kurikulum yang tidak konsisten, Indonesia berisiko tertinggal dalam persaingan global.
Mengatasi ketidakjelasan dalam kurikulum pendidikan Indonesia membutuhkan upaya yang komprehensif dan kolaboratif dari berbagai pihak terkait. Pertama-tama, pemerintah perlu mengadopsi pendekatan yang lebih konsisten dan berkelanjutan dalam merumuskan kebijakan pendidikan dan kurikulum. Ini termasuk mempertimbangkan dengan cermat implikasi jangka panjang dari setiap perubahan yang diusulkan.
Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan dukungan dan pelatihan bagi guru-guru dalam mengimplementasikan kurikulum yang baru dengan baik. Pelatihan yang efektif akan membantu guru untuk memahami dan menerapkan perubahan kurikulum dengan lebih baik, sehingga meningkatkan efektivitas pembelajaran di kelas.
Selain itu, peran aktif masyarakat juga sangat penting dalam memastikan kualitas dan konsistensi kurikulum pendidikan. Melalui partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan pendidikan dan pemantauan pelaksanaannya, masyarakat dapat membantu memastikan bahwa kepentingan siswa dan kualitas pendidikan tetap menjadi fokus utama.
Ketidakjelasan dalam kurikulum pendidikan Indonesia adalah masalah yang kompleks dan memerlukan solusi yang komprehensif. Dengan adanya perubahan yang konsisten dan berkelanjutan dalam kebijakan pendidikan, peningkatan dukungan bagi guru dalam mengimplementasikan kurikulum, serta partisipasi aktif masyarakat dalam memantau kualitas pendidikan, diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam mengatasi masalah ini. Hanya dengan upaya bersama, kita dapat memastikan bahwa pendidikan di Indonesia berkualitas, konsisten, dan relevan dengan tuntutan zaman.
Biodata Penulis:
Ruben Gabe Aditya Panjaitan lahir pada tanggal 22 Mei 2004 di Kebumen.