Sisi Gelap Kehidupan di Kota Metropolitan dalam Namaku Hiroko

Novel yang berjudul Namaku Hiroko karya Nh. Dini menceritakan kehidupan seorang gadis desa di Jepang bernama Hiroko yang miskin sehingga ia mencari ..

Novel yang berjudul Namaku Hiroko karya Nh. Dini merupakan sebuah novel yang menceritakan kehidupan seorang gadis desa di Jepang bernama Hiroko yang miskin sehingga ia mencari peruntungan ke kota. Dari buku ini, Nh. Dini mengungkapkan perjuangan para perantau yang bekerja di kota-kota besar untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik daripada di daerah asalnya.

Nh. Dini menyampaikan bahwa hidup dan berjuang di kota besar tidaklah mudah bagi perantau yang sedang berusaha mendapatkan kehidupan lebih baik dari tempat asalnya dan juga untuk memperbaiki perekonomian keluarganya sehingga dapat memberikan kiriman uang yang layak untuk ke pedesaan tempat keluarganya tinggal. Hal ini tak hanya terjadi di Jepang yang menjadi latar tempat dari novel Namaku Hiroko namun peristiwa ini pun terjadi di negara kita sendiri, Indonesia.

Pekerjaan Hiroko saat tahun-tahun awal ia tinggal di kota merupakan sebagai pembantu, ia melakukan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh. Sehingga, saat ia dilecehkan oleh majikannya pun ia hanya pasrah. Hal ini terjadi karena Hiroko sebagai gadis dari pedesaan yang tidak mendapatkan pendidikan mengenai seks dan di desa hal tersebut sangatlah tabu.

Edukasi mengenai seks ini sangatlah penting, karena jika tidak diedukasi sejak dini, maka akan terjadi seperti kisah Hiroko. Ia, di sisi lain, penasaran bagaimana rasanya melakukan hubungan seks dengan laki-laki.

Seiring berjalannya waktu, ia memiliki nafsu yang besar dan menjadi seorang perempuan modern yang liar dan tak terkendali. Menurut saya, Nh. Dini ingin menghimbau pembaca bahwa edukasi sejak usia dini mengenai Pendidikan Seksual sangatlah penting. 

“Tetapi pada umumnya orang tua menutup jalan penjelasan. Seolah-olah itu merupakan hal yang tabu, terlarang. Mereka membuat sesuatu yang wajar menjadi sesuatu yang penuh misteri. Barangkali justru karena itulah kami semakin tertarik dan ingin sekali mengetahuinya.” (Dini, N. 2009:49)

Cerita dari kejadian bejat yang dilakukan Tuan Munim merupakan kejadian yang sampai saat ini masih sering terjadi. Tuan Munim sebagai pelaku dari pelecehan seksual, dia melakukan tindakan bejat kepada seorang gadis yang masih polos dan tidak mengetahui apa-apa. Ia sebagai laki-laki dewasa yang gampang tergoda dengan pakaian yang dipakai oleh gadis itu, sedangkan pakaian merupakan keputusan dan hak bagi semua orang untuk memakai apa yang dia inginkan untuk dipakai.

Namaku Hiroko

Perlakuan Tuan Munim yang tidak mengakui kesalahannya saat pembantu yang masih remaja itu hamil, lalu majikannya itu malah menyalahkan orang lain atas kesalahannya sendiri merupakan tindakan bodoh yang akan selalu terulang jika pelaku tidak menyadari dan meratapi kesalahannya sendiri.

Pembantu perempuan, gadis yang menjadi korban pun tidak bisa membela dirinya sendiri, bahkan tidak dapat menolak perlakuan bejat dari pelaku karena kalah dari segi tenaga serta rasa segan dan takut untuk menolak tindakan yang tuannya perintahkan.

“muka laki-laki kelihatan dungu. Mulutnya ternganga, atau terbungkam. Matanya terbelalak tak berkedip atau setengah terpejam penuh keberahian.” (Dini, N. 2009:175). Kutipan ini Nh. Dini memperlihatkan bagaimana nafsu pria saat melihat wanita.

Menurut saya, kurangnya pendidikan mengenai seks dan kaum orang tua yang merasa hal ini masih tabu bagi anak-anak ketahui merupakan salah satu alasan yang menjadikan kejahatan pelecehan seksual seperti ini marak terjadi.

Dari bagian cerita ini, menurut saya, Nh. Dini ingin pembacanya mengetahui apa saja yang harus perempuan ketahui, apa yang harus dihindari dan seperti apa kenyataan dari kehidupan di dunia dewasa ini. Serta menggarisbawahi bahwa pendidikan mengenai seks itu penting diedukasi sejak dini sehingga anak-anak yang nantinya beranjak dewasa tidak akan menjadi penasaran mengenai hal itu dan tidak menjadi 'liar' karena penasaran mengenai hal itu saat hidup jauh dari keluarga.

Nh. Dini pun ingin memperlihatkan situasi nyata yang terjadi di kehidupan rumah tangga masyarakat Jepang (yang menjadi latar tempat di novel ini). Peran perempuan atau istri melayani berbagai kebutuhan di rumah, seperti menyediakan makanan untuk semua anggota keluarga yang ada di rumah, memikirkan menu apa yang harus di masak untuk esok hari, membersihkan rumah, mengurus anak dan urusan rumah tangga lainnya dibantu dengan kehadiran pembantu bagi mereka yang mampu. Sedangkan peran laki-laki atau suami adalah mencari nafkah sehingga saat ada di rumah, suami hanya bertompang kaki menunggu kebutuhannya untuk dilayani dan semua keputusan yang diambil oleh kepala keluarga harus dituruti oleh anggota keluarganya.

Setelah berganti-ganti dan mencari-cari pekerjaan, akhirnya ia menemukan pekerjaan yang menurutnya cocok untuk dirinya, yakni menjadi pramuniaga di sebuah toko besar di kotanya. Ia bertemu dengan atasan yang baik sehingga mendapatkan pekerjaan yang layak di toko itu. Ia merangkap sebagai model dari tokonya sehingga ia menjadi lebih mengetahui mengenai gaya pakaian terkini pada masa itu dan ia pun bisa berkeliling ke berbagai kota di Jepang.

Di buku ini Nh. Dini ingin menyampaikan bahwa dengan terus berusaha dan tidak takut untuk mencoba hal baru, dibarengi dengan waktu yang terus berjalan maka pengalaman kita dalam suatu hal akan terus terasah sehingga bisa menjadi lebih mahir. Hiroko yang sudah merasa tabungannya mencukupi dan dapat hidup dengan nyaman. Lalu, ia memutuskan untuk mengikuti kursus menari, di kursus itu ia bertemu dengan kawan baru yang bernama Natsuko, pada akhirnya mereka berteman dengan baik. Lalu, Natsuko menikah dengan lelaki yang sederajat dengannya dan hidup nyaman. 

Hiroko selama hidupnya di kota telah bertemu dan berhubungan dengan berbagai lelaki yang berbeda dengan sifat dan kepribadian yang berbeda pula. Ada yang memang terpaksa bahkan dapat dibilang, ia dilecehkan dengan majikannya saat bekerja sebagai pembantu. Ia pun bertemu dengan lelaki lain saat bekerja sebagai pramuniaga toko.

Saat ia bekerja sebagai penari erotis di Kabaret Teratai sebagai pekerjaan sampingan, Hiroko juga bertemu dengan banyak laki-laki. Sehingga dalam buku novel ini pun digambarkan kehidupan malam dan pekerjaan malam yang sudah menjadi bagian dari kebiasaan dan kebudayaan yang dilakukan orang Jepang.

Lalu, saat momen ia hendak menemui Natsuko yang sudah lama tidak ditemuinya, saat itu Hiroko malah bertemu suami dari Natsuko yang bernama Yoshida. Pertemuan itu yang menjadi awal mula hubungan terlarang antara Hiroko dan Yoshida.

Melalui tokoh Hiroko, dapat dilihat bahwa Nh. Dini menggambarkan tokohnya sebagai wanita pekerja keras yang tidak mudah menyerah akan keadaan dan mampu bertahan hidup di kota yang penuh dengan tantangan, di sisi lain Nh. Dini menggambarkan tokoh Hiroko sebagai perempuan yang mudah digoda, mudah dibujuk, dan mudah terpengaruh oleh lelaki. Terlihat dari kutipan “Alangkah bodohku. Dalam waktu beberapa hari, aku telah menghancurkan keeratan kami berdua. Karena aku yakin, seandainya dia mengetahui bahwa aku pergi ke Tokyo bersama atau menemui Sanao, semuanya akan putus dan hancur.” (Dini, N. 2009:236). 

Nh. Dini dari buku novel yang ia tulis ingin menyampaikan bahwa perempuan pun dapat bekerja menghasilkan uang seperti laki-laki. Nh. Dini yang disebut-sebut sebagai penulis yang feminis ingin menyampaikan pandangannya mengenai kesetaraan gender dan melawan tradisi patriarki dari sudut pandang perempuan.

Dikutip dari Kompas.com “Karya NH Dini penuh dengan kritik sosial, termasuk ia menuntut kesetaraan terhadap perempuan, termasuk soal pandangan virginitas. Banyak yang mengatakannya feminis walau ia menolaknya karena baginya ia hanya menuntut kesetaraan, bukan keistimewaan,” tutur Sekretaris Umum Satupena Kanti W Janis. Sehingga, Nh. Dini pada novel ini ingin menunjukkan bahwa perempuan juga mampu mencari penghasilan untuk menghidupi dan menafkahi diri sendiri dan keluarga, berjuang hidup mandiri di kota perantauan yang jauh dari keluarga, bahkan bisa memperbaiki perekonomian keluarganya di desa. Namun, sayangnya penulisan Nh. Dini pada novel Namaku Hiroko terlihat seperti merendahkan harkat dan martabat perempuan.

Di dalam novel ini, Nh. Dini membuat perempuan terlihat seperti seseorang yang ‘murahan’, ‘sana-sini mau’, dan ‘orang ketiga yang tidak tahu malu’ lewat tokoh Hiroko yang berhubungan dengan berbagai pria bahkan memiliki hubungan gelap dengan suami dari temannya sendiri tanpa ada perasaan bersalah dan malu kepada Natsuko.

Hal ini sangat disayangkan, karena sampai pada akhir cerita dari novel ini tidak ditunjukkan perasaan menyesal serta bersalah dari tokoh Hiroko bahkan saat mendapat sanksi sosial dengan hinaan “perempuan simpanan” tidak membuatnya tersinggung.

Yang ditunjukkan pada akhir cerita dari novel ini adalah betapa nyamannya hidup sebagai benalu dari rumah tangga orang lain, mendapatkan berbagai fasilitas yang diberikan dari Yoshida, serta menunjukkan bahwa menjadi selingkuhan bukanlah hal yang memalukan.

Rahmadiani Zein

Biodata Singkat:

Rahmadiani Zein lahir pada tanggal 12 Desember 2003. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswi, Fakultas Ilmu Budaya, di Universitas Padjadjaran.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.