Puisi: Senja di Tanjung Emas (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Senja di Tanjung Emas" menghadirkan gambaran yang indah dan memikat tentang keindahan senja di pelabuhan Tanjung Emas.
Senja di Tanjung Emas

mengapakah ngungun menatap kapal-kapal
yang entah kapan akan bertolak
mengapakah memendam rindu kekal
ketika hati menanggung dendam tak terelak

mengapakah sia-sia mencari camar
yang entah ke mana letih berkepak
ketika sepotong bulan di langit memudar
ketika riak laut membuncah ombak

pada garis cakrawala sayup di kejauhan
matahari senja memerah akan tenggelam
menyisakan berkas cahaya tipis menuju kelam
angin pun beringsut menggigilkan pelabuhan

mengapakah ngungun menatap jung-jung
sebelum peluit penghabisan menggema
mengapakah ada yang berlabuh di tanjung
ketika kabut turun, ketika gelap tiba

2022

Analisis Puisi:

Puisi "Senja di Tanjung Emas" karya Gunoto Saparie menghadirkan gambaran senja yang mempesona di Tanjung Emas, sebuah pelabuhan yang menjadi pusat kegiatan kapal-kapal. Dalam puisi ini, penyair mengajukan serangkaian pertanyaan filosofis yang merenungkan tentang eksistensi dan makna kehidupan.

Perenungan tentang Rindu dan Dendam: Penyair menggambarkan suasana hati yang dipenuhi oleh rindu yang mendalam, yang mungkin takkan pernah terobati. Kata-kata "memendam rindu kekal" mencerminkan kegundahan yang dalam atas kehilangan dan kerinduan yang tak kunjung berakhir. Namun, di balik kerinduan tersebut, ada pula nuansa dendam yang terpendam, mungkin akibat dari kekecewaan atau ketidakpuasan.

Keindahan Alam dalam Kerinduan: Dalam suasana senja yang memukau, penyair menunjukkan keindahan alam yang mempesona, seperti matahari yang memerah saat akan tenggelam dan riak laut yang membuncah ombak. Namun, keindahan ini juga dipenuhi oleh ketidakpastian dan kesedihan, seperti bulan yang memudar dan angin yang menggigilkan pelabuhan.

Pertanyaan Filosofis: Puisi ini diakhiri dengan serangkaian pertanyaan filosofis yang mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan dan eksistensi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menggambarkan kebingungan dan keraguan akan arah dan tujuan hidup, sekaligus mencerminkan ketidakpastian akan masa depan.

Puisi "Senja di Tanjung Emas" menghadirkan gambaran yang indah dan memikat tentang keindahan senja di pelabuhan Tanjung Emas. Melalui penggunaan bahasa yang kaya akan imaji dan perenungan yang mendalam, penyair berhasil mengajak pembaca untuk merenungkan tentang makna kehidupan, kerinduan, dan ketidakpastian yang menyertainya.

Gunoto Saparie
Puisi: Senja di Tanjung Emas
Karya: Gunoto Saparie

Biodata Gunoto Saparie:
Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Negeri Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.

Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, kolom, dan artikel tentang kesenian, ekonomi, politik, dan agama, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), Mendung, Kabut, dan Lain-Lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019), dan Lirik (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2020).

Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).

Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.

Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.

Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia pernah menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta). Kini ia masih aktif menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Info Koperasi (Kendal), Majalah Justice News (Semarang), dan Majalah Opini Publik (Blora).

Saat ini Gunoto Saparie menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia ‘Satupena’ Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.

Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Jakarta dan Nairobi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.