Puisi: Kepada Sang Pengamen (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Kepada Sang Pengamen" menghadirkan gambaran yang kuat tentang kehidupan para pengamen jalanan dan menyoroti realitas pahit tentang ....
Kepada Sang Pengamen

kau nyanyikan lagu lama
sepanjang malam, sepanjang siang
dari pintu ke pintu, dari cinta ke cinta
namun kau tak tahu di mana dirimu, sayang

kau yanyikan lagu lama
tentang bintang dan bulan
dari gang ke gang, dari jalan ke jalan
namun yang kau dapat hanya recehan saja

lagu lama lagu kenangan
lagu milik orang-orang kalah dan tua
susah payah memahami keberadaan
tak tahu dari mana dan menuju ke mana

2023

Analisis Puisi:
Puisi "Kepada Sang Pengamen" karya Gunoto Saparie menghadirkan gambaran tentang kehidupan seorang pengamen jalanan dan mengundang pembaca untuk merenungkan tentang ketidakadilan dan kesulitan yang dialami oleh mereka yang hidup di tepi masyarakat.

Representasi Kehidupan Pengamen Jalanan: Puisi ini menggambarkan kehidupan seorang pengamen jalanan yang setia menyanyikan lagu-lagu lama sepanjang malam dan siang, berkeliling dari pintu ke pintu dan dari jalan ke jalan. Hal ini mencerminkan realitas bahwa banyak pengamen jalanan yang harus bekerja keras untuk bertahan hidup dengan menghibur orang lain, meskipun dalam kondisi yang sulit.

Ketidakpastian Identitas dan Tujuan: Dalam penggambaran "namun kau tak tahu di mana dirimu, sayang", puisi ini menyoroti ketidakpastian identitas dan tujuan hidup para pengamen. Meskipun mereka berkeliling dan menyanyikan lagu-lagu, mereka mungkin merasa kehilangan dalam arah hidup mereka dan tidak yakin tentang keberadaan mereka di tengah masyarakat.

Kehilangan dan Keterpinggiran: Lagu-lagu yang mereka nyanyikan mungkin tentang bintang, bulan, atau kenangan masa lalu, namun yang mereka terima hanyalah recehan. Ini mencerminkan betapa sulitnya kehidupan para pengamen yang mungkin merasa terpinggirkan dan tidak dihargai oleh masyarakat, meskipun mereka berusaha keras untuk menghibur.

Puisi "Kepada Sang Pengamen" menghadirkan gambaran yang kuat tentang kehidupan para pengamen jalanan dan menyoroti realitas pahit tentang ketidakpastian identitas, kesulitan hidup, dan keterpinggiran yang mereka alami. Dengan bahasa yang sederhana namun mendalam, puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan tentang perlunya empati dan penghargaan terhadap mereka yang hidup di tepi masyarakat.

Gunoto Saparie
Puisi: Kepada Sang Pengamen
Karya: Gunoto Saparie

Biodata Gunoto Saparie:
Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Negeri Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.

Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, kolom, dan artikel tentang kesenian, ekonomi, politik, dan agama, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), Mendung, Kabut, dan Lain-Lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019), dan Lirik (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2020).

Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).

Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.

Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.

Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia pernah menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta). Kini ia masih aktif menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Info Koperasi (Kendal), Majalah Justice News (Semarang), dan Majalah Opini Publik (Blora).

Saat ini Gunoto Saparie menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia ‘Satupena’ Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.

Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Jakarta dan Nairobi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.