Puisi: Kain Kebaya buat Ibu (Karya Ketut Syahruwardi Abbas)

Puisi "Kain Kebaya buat Ibu" karya Ketut Syahruwardi Abbas mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan dengan orang yang kita cintai dan betapa ....
Kain Kebaya buat Ibu

Kalau sempat, kukirim
selembar kain kebaya
bersulam kembang-kembang
merah muda. Tapi rinduku
pada harum kembang kopi
tak terajut di larik-lariknya.

Anakmu tak pandai berucap.
Lebih suka pada sepi
dan detak berirama jantungmu
yang kudengar saat dekap
begitu dekat. Tapi kuragukan
waktu masih sisakan irama
sama di bawah langit
yang dibaca kian sulit.

Selalu ada yang tak bisa
kuceritakan padamu. Seperti
burung, aku diterbangkan angin
ke angan zaman yang gamang
:merajut sarang di awan,
mendaki-daki angin
di rentang tak berbatas.

Maka kukirim saja padamu
bordir kembang. Seperti biasa,
beri saja ia tafsir dan ceritakan
pada tetangga, "kembang merah muda
adalah hidup yang gemilang."
Seperti mimpi-mimpimu tentang
air bening memenuhi ruang.
Dan aku berenang.

Adakah mimpi lain tentang aku?
Berceritalah. Mungkin aku
datang dengan jubah putih
di atas kuda putih, jelmaan daun
dan kelopak cempaka
(masihkah ia berbunga?
aku rindu pada harumnya.)

Di sini aku burung pipit
terbang di pusaran angin.
Tak jelas rupa sarang
tak tentu arah bayang.

Rindulah yang membawaku
pada samar bayang-bayang masa
ketika Mai mengirim sepiring kue
sambil menatapku malu-malu.
(Apakah ia masih mengingatku?)
Juga pada Muhsan. Uria. Dan ciuman
Sofia yang diberikannya lewat jendela.

Masih ada yang bisa dikenang.
Sebatas yang lalu. Tak lagi ada ruang
setapak di bawah daun-daun basah
yang menuntun kita pada senyum
dan cerita-cerita sederhana.
Sebab di pusaran angin ini
cuma ada gempita berjuta dusta
dan kisah-kisah para petualang
di awan yang tak pernah kita kenal.

Maka kalau sempat, kukirim
selembar kain kebaya bersulam
kembang. Kalau kau tak paham
warnanya, anggaplah merah muda.
Kalau tak ada tafsir di sana,
beri saja sesukamu. Sebab anakmu
hidup di awan. Makna tak tertemukan.

Analisis Puisi:

Puisi "Kain Kebaya buat Ibu" karya Ketut Syahruwardi Abbas adalah sebuah ekspresi kerinduan yang mendalam dan refleksi diri yang puitis. Puisi ini mengungkapkan perasaan penulis terhadap ibunya melalui metafora kain kebaya yang dihiasi dengan sulaman kembang merah muda.

Tema dan Makna

Tema utama puisi ini adalah kerinduan, komunikasi yang terputus, dan nostalgia. Penulis menggunakan simbol kain kebaya sebagai bentuk kasih sayang dan penghargaan kepada ibunya. Namun, kain kebaya tersebut tidak mampu sepenuhnya menyampaikan kerinduan dan perasaan yang dirasakannya.

"Kalau sempat, kukirim
selembar kain kebaya
bersulam kembang-kembang
merah muda. Tapi rinduku
pada harum kembang kopi
tak terajut di larik-lariknya."

Bait ini mengungkapkan bahwa meskipun penulis ingin memberikan sesuatu yang berharga kepada ibunya, ada kerinduan yang mendalam yang tidak bisa diungkapkan hanya melalui kain kebaya tersebut.

Komunikasi yang Terputus

Penulis mengakui keterbatasan dirinya dalam mengungkapkan perasaan dan komunikasi yang terputus dengan ibunya. Ia lebih suka menyimpan perasaannya dalam diam dan mendengarkan detak jantung ibunya saat mereka dekat.

"Anakmu tak pandai berucap.
Lebih suka pada sepi
dan detak berirama jantungmu
yang kudengar saat dekap
begitu dekat."

Hal ini menunjukkan hubungan yang intim namun penuh dengan kesunyian dan keheningan. Ada keraguan apakah waktu masih memungkinkan untuk merasakan irama yang sama di bawah langit yang semakin sulit dibaca.

Refleksi dan Nostalgia

Puisi ini juga dipenuhi dengan refleksi dan nostalgia. Penulis mengenang masa lalu yang penuh dengan kenangan manis dan sederhana. Ia merindukan masa-masa itu namun sadar bahwa kini ia hidup di "awan" yang penuh dengan ketidakpastian dan kebohongan.

"Masih ada yang bisa dikenang.
Sebatas yang lalu. Tak lagi ada ruang
setapak di bawah daun-daun basah
yang menuntun kita pada senyum
dan cerita-cerita sederhana."

Kenangan ini kontras dengan kehidupan penulis saat ini yang digambarkan sebagai burung pipit yang terbang di pusaran angin tanpa arah yang jelas.

Simbolisme dan Metafora

Penggunaan simbol dan metafora sangat kuat dalam puisi ini. Kain kebaya dengan sulaman kembang merah muda menjadi simbol kasih sayang dan perhatian, namun juga batasan dalam menyampaikan kerinduan yang sebenarnya.

"Maka kukirim saja padamu
bordir kembang. Seperti biasa,
beri saja ia tafsir dan ceritakan
pada tetangga, 'kembang merah muda
adalah hidup yang gemilang.'"

Penulis memberikan kebebasan kepada ibunya untuk menafsirkan makna dari kain kebaya tersebut. Ini menunjukkan bahwa makna sering kali bersifat subjektif dan bisa diinterpretasikan dengan cara yang berbeda oleh setiap individu.

Penutup dan Kesimpulan

Pada akhirnya, puisi ini adalah sebuah surat penuh kerinduan dari seorang anak kepada ibunya. Kain kebaya menjadi medium untuk menyampaikan rasa rindu dan kasih sayang, meskipun tidak sepenuhnya mampu mengungkapkan semua perasaan yang ada.


"Maka kalau sempat, kukirim
selembar kain kebaya bersulam
kembang. Kalau kau tak paham
warnanya, anggaplah merah muda.
Kalau tak ada tafsir di sana,
beri saja sesukamu. Sebab anakmu
hidup di awan. Makna tak tertemukan."

Puisi ini menyiratkan bahwa dalam kehidupan modern yang penuh dengan ketidakpastian dan kebohongan, mencari makna sejati menjadi semakin sulit. Namun, kasih sayang dan kenangan terhadap ibu tetap menjadi pengingat akan hal-hal yang sederhana dan penuh makna dalam hidup.

Melalui puisi ini, Ketut Syahruwardi Abbas berhasil mengungkapkan perasaan yang kompleks dan mendalam dengan bahasa yang indah dan penuh simbolisme. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan dengan orang yang kita cintai dan betapa pentingnya menghargai setiap momen yang kita miliki bersama mereka.

Puisi
Puisi: Kain Kebaya buat Ibu
Karya: Ketut Syahruwardi Abbas

Biodata Ketut Syahruwardi Abbas:
  • Ketut Syahruwardi Abbas lahir pada tanggal 4 Mei 1959 di Pegayaman, Buleleng, Bali.
  • Ketut Syahruwardi Abbas meninggal dunia pada tanggal 28 Oktober 2021.
© Sepenuhnya. All rights reserved.