Ada yang baru nih dari Songmont! Tas Elegan dengan Kualitas Terbaik

Puisi: Hutan Sunyi, Jiwa yang Berbisik (Karya Okto Son)

Puisi "Hutan Sunyi, Jiwa yang Berbisik" karya Okto Son menyampaikan perjalanan batin seseorang dalam menemukan makna hidup dan kebutuhan akan ...
Hutan Sunyi, Jiwa yang Berbisik

Dia berada di hutan sendirian
Dikelilingi oleh pepohonan
Ia mulai merasakan sesuatu yang aneh
Ia mulai menemukan dirinya sendiri
Namun merasa kesepian
Ia menyadari kesendirian itu tidak baik
Tidak berarti...
Tidak ada buah…
Walaupun ada begitu banyak binatang
Namun tak satupun binatang yang dapat menolongnya
Itu bukan penolong yang sepadan dengannya
Ia membutuhkan ezer ke-negdo
Hanya dialah yang dapat memahaminya
Ezer ke-negdo itu perempuan
Perempuan itulah yang menjadi penolong yang tepat bagi dia
'Tuk membawa dia keluar dari kesepiannya
Perempuanlah penolong sepadan untuk dia
Dia hanya dipahami oleh perempuan itu

2024

Catatan:
Ezer = (Bahasa Ibrani) Penolong
Negdo  = (Bahasa Ibrani) Sepadan

Analisis Puisi:

Puisi "Hutan Sunyi, Jiwa yang Berbisik" karya Okto Son adalah sebuah refleksi mendalam tentang kesepian, pencarian jati diri, dan pentingnya keberadaan seorang penolong yang sepadan, atau dalam bahasa Ibrani dikenal sebagai ezer ke-negdo. Melalui suasana hutan yang sunyi, Okto Son menyampaikan perjalanan batin seseorang dalam menemukan makna hidup dan kebutuhan akan pasangan hidup yang bisa memahami dan melengkapi.

Kesepian dan Pencarian Diri

Puisi ini dimulai dengan suasana hutan yang sunyi dan kesendirian. Penggunaan kata-kata seperti "sendirian" dan "kesepian" menggambarkan perasaan terisolasi dan hampa. Sang tokoh merasa berada di tengah-tengah alam namun merasakan ketidakhadiran sesuatu yang esensial. Di sini, hutan menjadi metafora untuk keadaan batin yang terasing, meskipun dikelilingi oleh kehidupan (pepohonan dan binatang).

Makna Kesendirian

Kesadaran akan kesendirian yang "tidak baik" dan "tidak berarti" menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan kehadiran orang lain untuk mencapai kepenuhan hidup. Ini mengingatkan pada konsep dalam Kitab Kejadian di Alkitab, di mana Adam menyadari bahwa tidak baik bagi manusia untuk sendirian, sehingga Tuhan menciptakan Hawa sebagai pendamping yang sepadan.

Penolong yang Sepadan: Ezer ke-Negdo

Istilah ezer ke-negdo dalam bahasa Ibrani diterjemahkan sebagai penolong yang sepadan. Di sini, puisi menekankan bahwa meskipun ada banyak binatang di hutan, tidak satupun yang bisa menjadi penolong yang sepadan. Ini menunjukkan bahwa hubungan manusia memerlukan seseorang yang tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga mampu memahami dan berempati secara mendalam.

Perempuan sebagai Penolong

Penyebutan perempuan sebagai ezer ke-negdo menegaskan bahwa perempuan adalah pendamping yang tepat dan mampu memahami sang tokoh secara utuh. Dalam konteks ini, perempuan tidak hanya menjadi pasangan hidup tetapi juga sebagai penolong yang mampu membawa keluar dari kesepian dan memberikan makna dalam kehidupan.

Puisi "Hutan Sunyi, Jiwa yang Berbisik" karya Okto Son adalah sebuah eksplorasi tentang kebutuhan manusia akan hubungan yang mendalam dan bermakna. Melalui penggambaran hutan yang sunyi dan kesadaran akan kesendirian, puisi ini menekankan pentingnya kehadiran seorang ezer ke-negdo, yaitu seorang penolong yang sepadan, yang mampu memberikan pemahaman dan mengangkat dari keterasingan. Perempuan, dalam puisi ini, hadir sebagai penolong yang tepat, menggarisbawahi betapa pentingnya kehadiran seseorang yang bisa memahami dan mendampingi dalam perjalanan hidup.

Okto Son
Puisi: Hutan Sunyi, Jiwa yang Berbisik
Karya: Okto Son

Biodata Okto Son:
  • Oktovianus Son saat ini aktif sebagai mahasiswa di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana, Malang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.