Dalam proses memaknai sebuah karya sastra, dibutuhkan banyak teori yang menjadi penting bagi para peneliti untuk memahami dan menafsirkan sebuah karya sastra yang akan dijadikan sebagai objek penelitian. Salah satu teori yang dapat digunakan saat akan melakukan suatu penelitian karya sastra adalah teori Strukturalisme Genetik. Sebuah teori yang telah menjadi sorotan di kalangan para peneliti sastra, termasuk para akademisi dan para mahasiswa yang tengah menjelajahi atau akan menjalankan penelitian sastra. Lucien Goldmann, merupakan seorang intelektual dengan latar belakang pemikiran Marxis, adalah tokoh yang mengembangkan teori ini, sehingga ciri khas teori Strukturalisme Genetik ini bersifat sosiologis.
Strukturalisme Genetik mengemukakan pendekatan sosiologis terhadap karya sastra yang memiliki titik fokusnya pada asal-usulnya atau bisa disebut genetik. Berbeda dengan pendekatan estetik sebuah karya sastra, teori Strukturalisme Genetik ini lebih menekankan hubungan antara struktur karya sastra dengan struktur masyarakat dan pandangan dunia yang menghasilkannya.
Dengan demikian, pemahaman terhadap karya sastra tidak hanya terfokus pada aspek estetik semata, melainkan juga mempertimbangkan konteks sosial dan ideologis yang melingkupinya. Maka dari itu, penulis akan menelaah dua artikel.
Artikel-artikel tersebut membahas analisis novel yang berjudul Orang-Orang Proyek karya Ahmad Tohari, serta artikel yang membahas hubungan manusia dengan lingkungan atau alam pada novel-novel karya Andrea Hirata.
Kedua artikel tersebut menggunakan pendekatan teoritis sosiologi sastra, yaitu teori Strukturalisme Genetik yang diciptakan oleh Lucien Goldmann. Penulisan ini bertujuan untuk mendalami pemahaman pribadi penulis terhadap teori yang diciptakan oleh Lucien Goldmann serta untuk secara langsung memahami asal-usul dari karya-karya yang dianalisis dalam artikel-artikel tersebut.
Sebuah karya sastra dikarang oleh penulis dengan tujuan untuk menyampaikan pandangannya terhadap sesuatu hal yang ingin disampaikan kepada pembaca. Cara penyampaiannya melalui narasi, karakterisasi, dan perilaku tokoh-tokoh. Dalam konteks ini, sebuah naratif atau cerita mampu memvisualisasikan pesan-pesan moral yang disampaikan dan menguraikan struktur moral dalam kehidupan.
Meskipun nilai-nilai moral tersebut tidak selalu diungkapkan secara gamblang, pembaca sering kali berusaha untuk mencari sendiri nilai moral yang tersirat dalam karya sastra tersebut. Nurgiyanto (2009: 321-322), menyatakan bahwa nilai moral yang dapat diterima oleh pembaca umumnya memiliki sifat universal, yang berarti mereka mencerminkan kebenaran dan hak asasi manusia, mengacu pada kodrat manusia yang hakiki, bukan sekadar aturan yang diciptakan, ditentukan, diberlakukan oleh manusia.
Menurut Taine (dalam Wicaksono, 2000: 116-117), mengemukakan bahwa sastra tidak hanya sekadar produk kreatif yang bersifat imajinatif dan subjektif, tetapi juga merupakan cerminan atau rekaman dari kebudayaan serta suatu perwujudan pemikiran tertentu pada saat karya itu dilahirkan. Fenomena hubungan tersebut kemudian dikembangkan oleh seorang sosiolog asal Prancis, Lucien Goldmann. Sebuah teori yang dikenal dengan Strukturalisme Genetik.
Munculnya teori ini disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap pendekatan Strukturalisme, yang sebelumnya hanya memfokuskan pada unsur-unsur intrinsik tanpa memperhatikan unsur-unsur ekstrinsik karya sastra, sehingga menyebabkan karya sastra dianggap terlepas dari konteks sosialnya.
Strukturalisme Genetik mencoba untuk mengatasi atau memperbaiki kelemahan dari pendekatan Strukturalisme dengan memasukkan faktor genetik dalam pemahaman terhadap karya sastra. Sering kali disebut juga sebagai strukturalisme historis, pendekatan ini menafsirkan karya sastra dengan mempertimbangkan konteks historisnya. Goldmann bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara pendekatan strukturalisme (intrinsik) dan pendekatan sosiologi (ekstrinsik).
Goldmann menitikberatkan perhatiannya pada hubungan antara pandangan dunia tertentu dengan kondisi historis yang melatarbelakanginya. Selanjutnya, analisis terhadap pandangan dunia tersebut dapat dibandingkan dengan data dan analisis sosial masyarakat yang relevan. Goldmann meyakini bahwa karya sastra dapat dipandang sebagai suatu struktur.
Struktur yang merupakan hasil dari proses sejarah yang terus mengalami perubahan, melalui proses strukturasi (manusia memiliki kebebasan untuk membentuk lingkungan hidupnya sendiri) dan destrukturasi (merombak struktur yang sudah terbentuk, agar jalan cerita sesuai dengan pandangan dunia pengarang) yang tercermin dalam pengalaman masyarakat yang menjadi latar belakang dari asal karya sastra tersebut.
Jabrohim (2001: 82) mengungkapkan bahwa pendekatan Strukturalisme Genetik dalam penelitian karya sastra ditelaah dari unsur intrinsik dan ekstrinsik. Pendekatan ini sangat berdaya guna tinggi apabila para peneliti mampu menjaga keseimbangan antara memahami unsur-unsur intrinsik yang membentuk suatu karya sastra dengan mempertimbangkan faktor sosiologis, serta menyadari sepenuhnya bahwa proses penciptaan suatu karya sastra itu melibatkan unsur kreativitas yang memanfaatkan imajinasi.
Karya sastra kerap kali terinspirasi dari pengalaman kehidupan sosial dan budaya dari pengarangnya. Sebagai individu yang berada dalam suatu komunitas, pengarang cenderung menyalurkan responnya terhadap fenomena sosial budaya serta mengungkapkan pemikirannya mengenai peristiwa-peristiwa tertentu melalui karyanya.
Pengalaman pengarang dalam bersosialisasi secara alamiah akan membentuk pandangan dunia pengarang dalam karyanya, setelah berinteraksi dengan pandangan kelompok sosial masyarakat. Ideologi atau pandangan yang dimiliki pengarang akan memunculkan pandangan dunia pengarang. Aspek-aspek seperti dasar ekonomi, produksi sastra, latar belakang sosial, status pengarang, dan ideologi pengarang akan terlihat melalui berbagai elemen dalam karya sastra tersebut.
Karya-karya Andrea Hirata sebagai contoh yang sering menyampaikan kisah kehidupan yang diwarnai oleh problematika ekonomi, masa depan, cita-cita, bahkan sampai cerita cintanya. Andrea Hirata yang lahir di Belitung sehingga semua novelnya selalu mengungkapkan keindahan pulau Belitung. Melalui karya pertamanya yang berjudul Laskar Pelangi, Andrea Hirata merangkai cerita mengenai tantangan-tantangan yang dihadapi dalam meraih pendidikan di lingkungan sekitar sang pengarang.
Di dalam karyanya, Andrea Hirata menggambarkan dengan apik mengenai perjuangan dalam mendapatkan pendidikan, serta dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dikisahkan dengan penggunaan bahasa yang memukau.
Andrea Hirata merupakan seseorang yang religius, sehingga hal tersebut tercermin pula dalam novel-novelnya yang menampilkan ajaran agama, moralitas, dan dinamika sosial secara mendalam. Semangat untuk mengejar impian menjadi tema utama dalam seluruh karya-karyanya.
Pandangan Andrea Hirata ini diungkapkan dalam novelnya yang berjudul Sang Pemimpi membuat para pembaca diajak untuk mempercayai kekuatan mimpi yang disertai dengan perjuangan. Andrea Hirata menampilkan latar belakang sosial-budaya yang dominan dalam karya-karyanya dengan fokus utama pada kehidupan masyarakat di Belitung.
Dalam novelnya, masyarakat di Belitung dikisahkan sebagai kelompok yang sedang menghadapi keterbatasan ekonomi, tercermin pada keadaan kemiskinan yang dihadapi oleh mereka.
Seperti dalam Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi, tokoh-tokoh di cerita itu banyak yang berasal dari lapisan masyarakat pekerja buruh tambang timah di PN Timah. Mayoritas dari mereka, termasuk orang tua dari anggota Laskar Pelangi hidup sebagai buruh kasar di lingkungan tambang tersebut.
Selain itu, masyarakat Belitung secara umum berasal dari beragam latar belakang etnis yakni, suku Melayu, Sawang, dan keturunan Cina (Hokian), yang menyebabkan terjadinya percampuran budaya. Adat istiadat atau kepercayaan, gaya hidup, dan bahasa yang digunakan menjadi salah satu faktor yang membangun atmosfer novel ini.
Di sisi lain, dalam novel yang berjudul Orang-Orang Proyek karya Ahmad Tohari tergambar jelas isu penyimpangan yang terjadi dalam pelaksaan proyek pembangunan jembatan pemerintah. Dalam narasinya, novel ini menyoroti aspek permainan kotor politik saat proyek ini dilaksanakan dengan dana melalui pinjaman luar negeri. Namun, dana ini kemudian dianggap sebagai milik pribadi. Dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik malah digunakan untuk keuntungan golongan penguasa, menciptakan ketidakadilan sosial yang signifikan. Isu ini disampaikan melalui perbandingan antar tokoh-tokoh.
Terdapat tokoh yang sukses terlepas dari kemiskinan yang dalam perjalanan keberhasilannya terdapat motif balas dendam atas kondisi kehidupan sebelumnya sehingga yang ia pikirkan hanyalah cara untuk memperkaya diri sendiri.
Berbanding terbalik dengan tokoh utama yang bernama Kabul. Ia adalah seorang insinyur muda dengan latar belakang ekonomi yang rendah. Kabul menunjukkan sikap yang berbeda, ia meraih kesuksesan tidak disikapi oleh rasa dendam terhadap masa lalunya yang sulit.
Sebagai seorang insinyur profesional, ia mempertahankan idealisme dalam pekerjaannya dengan kualitas kerja yang baik. Namun, Kabul menjadi satu-satunya yang mempertahankan idealismenya, sementara rekan-rekan insinyur dan pekerja proyek lainnya rela terlibat dalam praktik kotor yang merugikan proyek serta kepentingan publik.
Melalui pemaparan di atas dapat diketahui bahwa Ahmad Tohari, sebagai pengarang dari novel ini menghadirkan tokoh Kabul yang secara tidak langsung menentang dengan tegas praktik korupsi dalam segala aspek karena hal ini bertentangan dengan nilai kemanusiaan.
Dalam struktur karyanya, Ahmad Tohari menyajikan sebuah realitas sosialis-religius dan idealis-humanis yang terkandung dalam sila kedua Pancasila yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Dalam sila ini menegaskan pentingnya berlaku adil dan beradab antar sesama makhluk hidup dan tidak merugikan satu sama lain, terutama bagi bangsa Indonesia.
Dalam novel ini, sikap ideal dalam sila dicerminkan oleh tokoh utama. Karya ini ditulis sekitar tahun 2001 yang pada saat itu struktur sosial masyarakat Indonesia terdampak oleh maraknya praktik korupsi. Para pejabat sering memanfaatkan posisi mereka untuk memperkaya diri, terutama para elite politik yang mengumpulkan dana untuk kepentingan kampanye politik mereka. Banyak tindakan licik yang dilakukan golongan tertentu demi kepentingan yang tidak menguntungkan bagi masyarakat umum.
Biodata Singkat:
Rahmadiani Zein lahir pada tanggal 12 Desember 2003. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswi, Fakultas Ilmu Budaya, di Universitas Padjadjaran.