Ada yang baru nih dari Songmont! Tas Elegan dengan Kualitas Terbaik

Industri Musik Indonesia Siap Dobrak Kancah Internasional!

Potensi industri film Indonesia bila ditinjau melalui aktor sebagai pelaku utama industri bisa dibilang sangat menguntungkan. Namun, bagian ...

Musik merupakan elemen seni yang solid dan independen. Kehadirannya memengaruhi setiap sayap kehidupan manusia sebagai sebuah komponen artistik yang menjadi media pengekspresian rasa. Sebagaimana kukuh eksistensi musik sebagai fundamennya, industri musik juga ditakhtakan sebagai salah satu kreasi industri yang secara stabil mampu menjangkau audiensi berskala global.

Memasuki era digitalisasi, industri musik semakin mengembangkan lingkup pemasarannya dengan melakukan pemanfaatan teknologi seperti platform streaming.

Berdasarkan data yang diambil oleh We Are Social pada kuartal ketiga tahun 2022 lalu, Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara penikmat streaming musik terbanyak di dunia dengan presentasi mencapai 50,3% dari seluruh total penduduk.

Berakar dari basis data tersebut, muncul pertanyaan di benak saya: Apakah industri musik Indonesia memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mendobrak kancah internasional melalui potensi-potensi yang ada bilamana disandingkan industri kreatif lainnya?

Kembali meninjau pemaparan data di atas, dapat disimpulkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan mayoritas masyarakat yang konsumtif. Pasar industri digital yang berkembang dengan pesat menjadi peluang besar bagi pelaku kreatif untuk mengunjukkan karyanya kepada khalayak publik. Kans ini menjadi momen yang tepat bagi industri musik Indonesia untuk melaju dan membuat gebrakan global.

Industri Musik Indonesia

Lantas, potensi apa yang sebenarnya dimiliki oleh ranah industri musik negeri? Tentu saja seluruhnya bermula dari senarai musikus yang menjadi pelaku utama dari industri tersebut.

Sekurun waktu lima tahun ke belakang, industri musik Indonesia telah berhasil menggemparkan dunia melewati karya-karya kontemporer dari berbagai intelek seni muda seperti Weird Genius; Rich Brian, Niki Zefanya, Stephanie Poetry yang dinaungi oleh 88rising; hingga jebolan kompetisi bertabur bintang Indonesian Idol 2020 seperti Lyodra Ginting, Tiara Andini, dan masih banyak lagi.

Bermula dari Lathi, Weird Genius berhasil mengukuhkan eksistensinya di kancah musik internasional di tahun 2020 dengan mempertunjukkan karya seni indah berupa lagu bergenre EDM yang kental dengan unsur kebudayaan tradisional Jawa.

Akulturasi budaya tersebut membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Lagu Lathi yang viral tidak hanya di kalangan masyarakat lokal, tetapi masyarakat secara global, berhasil membawa berbagai penghargaan yang membanggakan untuk tanah air.

Video klipnya di platform Youtube kini telah disaksikan sebanyak lebih dari 138 juta penayangan. Begitu pula dengan riwayat peringkatnya di berbagai platform: Lathi berhasil menduduki peringkat #1 Spotify Indonesia Top 50 hingga enam pekan lamanya, #1 iTunes Indonesia Top 200, #1 Resso Top 30 Global, #1 Tiktok Global 20, dan masih banyak lagi peringkat di platform lainnya.

Di platform Tiktok sendiri, kalangan konten kreator memulai tren #LathiChallenge sebagai sebuah konten transisi make-up yang dengan cepat menyebar ke seluruh dunia. Melalui pencapaian lagu tersebut, banyak sekali penduduk global yang mulai mengenal kebudayaan Indonesia, yakni alunan instrumen gamelan yang disisipkan Weird Genius di sepanjang lagu Lathi.

Di sisi lain, publik sudah tidak asing lagi dengan kehadiran label rekaman yang merepresentasikan musisi-musisi Asia, 88rising. Label ini beroperasi untuk menghadirkan kalangan musisi berbakat di ranah Asia agar dapat bersaing dalam industri musik global dengan basis Asian-American. Senarai bintang musisi Asia yang ada di dalamnya ialah Joji, Bibi, Chungha, Seori, Eaj, DPR Ian, Milli, Jackson Wang, Warren Hue, Higher Brothers, dan musisi-musisi terkenal yang berasal dari Indonesia seperti Rich Brian, Niki Zefanya, dan Stephanie Poetry.

Rich Brian dengan lagu pertamanya, Dat $tick yang menarik atensi masyarakat lokal hingga global di tahun pertamanya rilis. Ia akhirnya menandatangani kontrak dengan 88rising dan mengembangkan sayapnya menuju kancah internasional sejak saat itu.

Niki Zefanya mengawali kariernya saat ia menjadi Opening Act di konser Taylor Swift, The Red Tour 2014 in Jakarta. Namanya kemudian semakin dikenal oleh masyarakat sebagai musisi beraliran R&B dan Indie Folk hingga kemudian ia meresmikan kontraknya dengan 88rising di tahun 2017.

Selain itu, Stephanie Poetry berhasil mendapatkan popularitasnya secara mendunia dengan lagu I Love You 3000 hingga akhirnya ia bergabung dengan 88rising di tahun 2019. Musisi muda yang sedang bersinar seperti merekalah yang akhirnya turut mendongkrak nama negara Indonesia untuk semakin dikenal di kalangan global.

Mereka berpartisipasi aktif dengan memikul nama Indonesia di bahu mereka, serta memberikan derajat kebanggaan bagi bangsa melalui karya-karya yang ia berikan.

Mengulik produksi lokal, ajang kompetisi pencarian bakat Indonesian Idol yang berlangsung secara reguler setiap tahunnya telah berhasil menghasilkan bintang-bintang bersinar yang namanya dikenal oleh seluruh penjuru negeri, utamanya di tahun 2020.

Tentunya, kita sudah mengenal nama Lyodra Ginting dan Tiara Andini sebagai musisi lokal papan atas. Karya-karyanya terus menghiasi tangga lagu lokal maupun global di berbagai platform streaming besar. Bahkan, keduanya berhasil menyita atensi kalangan global dan mendapatkan penghargaan secara internasional.

Tiara Andini membuktikan eksistensinya secara internasional dengan menghadiri ajang penghargaan Mnet Asian Music Awards (MAMA) 2020 dan menerima penghargaan sebagai Best New Asian Artist Indonesia.

Di samping itu, Lyodra mewakili Indonesia untuk menghadiri upacara penghargaan Asian Artist Award (AAA) 2022 yang diselenggarakan oleh media bisnis Korea Selatan dan berhasil membawa pulang penghargaan The Asia Celebrity Award.

Pengakuan secara internasional seperti ini menjadi bukti konkret perkembangan industri musik Indonesia yang sedikit demi sedikit mulai melangkahkan kakinya menuju lembaran baru.

Berakar dari pencapaian musisi-musisi lokal yang mulai mendunia, saya memaknai kembali musik sebagaimana yang tertera di muka paragraf. Musik merupakan elemen seni yang solid dan independen. Wujudnya yang solid membuat eksistensinya menjadi sangat kuat sebagai sebuah komponen artistik.

Miyashiro mengungkapkan bahwa harus ada suatu alasan bagi seseorang untuk mengulik kebudayaan, di mana musisi dan karyanyalah yang menjadi alasan tersebut. Musik berdiri sendiri sebagai suatu elemen yang independen, di mana wujudnya yang orisinal mampu memberikan pengaruh secara luas baik secara internal maupun eksternal. Melalui musik, satu individu dapat menuangkan ruah limpah perasaannya dan membentuk ekspresi baru yang dapat disiarkan secara luas. Melalui musik, suatu kelompok dapat memproses tindakan hegemonial dan melancarkan pendekatan soft power yang tidak bersifat memaksa. Sehingga bila tidak dimanfaatkan dengan baik, eksistensi musik tersendiri dapat bersifat mengancam.

Itulah sebabnya, pelaku industri musik harus menyusun strategi untuk memanfaatkan perwujudan dari elemen seni tersebut dengan cara yang paling efektif.

Meninjau industri musik melalui sudut pandang yang luas, dengan kuat saya menyerukan sebuah pandangan: para pelaku industri musik, mereka berkarier dengan modal kepiawaian dan ketulusan. Dengan tajuk self-producing artist, kebanyakan dari mereka menghasilkan karya-karya baru dengan memproduksi segala sesuatunya—lirik, melodi, komposisi, hingga aransemen melalui sentuhan tangan dan daya kreatif dirinya sendiri.

Dalam perspektif saya sebagai seorang penikmat musik, mereka tulus; tulus kepada dirinya sendiri, juga kepada karya-karya yang mereka ciptakan. Mayoritas pegiat musik tidak berorientasi untuk mendapatkan popularitas, melainkan mendedikasikan kepiawaiannya untuk menghasilkan musik-musik berkualitas untuk dipersembahkan kepada khalayak publik. Musik diciptakan tidak sekadar produk pemasaran kapital, namun sebagai media hiburan spiritual bagi para pendengarnya.

Kontroversi yang berkutik di dalam dunia industri kreatif tidak lain berupa plagiarisme sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Hal mengagumkan yang saya temukan, berdasarkan data digital, tingkat plagiarisme di dalam industri musik tergolong rendah.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan fenomena ini terjadi, utamanya adalah mengenai luasnya regulasi dan batasan plagiarisme yang dimiliki oleh musik itu sendiri. Dalam artian, musik yang biasanya terdiri hanya atas tujuh tangga nada dan chord yang terbatas menimbulkan kelumrahan apabila terjadi kemiripan nada dengan batasan yang ambigu.

Dalam suatu kasus di tahun 2022 silam, Ahmad Dani menanggapi isu plagiarisme dirinya dengan tuturan, “Plagiarisme enggak seperti itu. Hanya karena drumnya sama ketukannya terus dibilang plagiat. Itu karena keawaman aja, enggak ngerti apa itu plagiat.”

Berakar dari pernyataan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa musik merupakan elemen dengan spektrum yang luas di mana seluruh pelakunya dapat dengan bebas berkarya dengan mengandalkan kreativitasnya masing-masing. Industri musik membuka peluang besar bagi sekumpulan orang yang dengan tulus mencurahkan gagasan-gagasannya dalam berseni musik.

Industri kreatif yang berada di Indonesia tentunya tidak hanya terdiri atas industri musik saja. Anjani dalam artikelnya yang dipublikasikan di laman detik.com, menyatakan bahwa ada setidaknya empat belas industri kreatif yang berkembang di Indonesia. Industri tersebut meliputi industri musik, periklanan, desain produk, fashion, film, permainan/gim, seni pertunjukan, dan masih banyak lagi.

Menghimpun gagasan yang telah saya ajukan sebelumnya, ditinjau melalui faktor internal maupun eksternal, industri musik Indonesia terbukti memiliki kesempatan yang cukup besar untuk melebarkan sayapnya dan bersaing secara global dengan negara-negara lain. Pelaku industri musik generasi muda yang mewujudkan karya-karya unggul menjadi modal utama bagi Indonesia untuk menembus pasar internasional.

Di samping itu, minimnya faktor-faktor pemicu kontroversi di dalam industri musik merupakan faktor penyokong yang menguntungkan. 

Kembali lagi kepada pertanyaan yang menjadi perenungan: besarkah kesempatan yang dimiliki industri musik untuk mendobrak kancah internasional dibandingkan dengan industri kreatif lainnya? Saya melakukan pendekatan dengan industri kreatif dengan faktor-faktor yang hampir serupa dengan industri musik; industri film. Pelaku industri film memiliki pencapaian yang tidak jauh berbeda dengan pelaku industri musik.

Karibo dalam artikelnya di laman fimela.com, menyebutkan setidaknya delapan nama aktor berkebangsaan Indonesia yang sudah dikenal meluas secara global, seperti Joe Taslim dalam sinema global Fast and Furious 6, Iko Uwais dalam sinema global Star Wars: The Force Awakens, Cinta Laura dalam sinema global The Philosopher, dan masih banyak lagi.

Potensi industri film Indonesia bila ditinjau melalui aktor sebagai pelaku utama industri bisa dibilang sangat menguntungkan. Namun, bagian ini yang sangat saya sayangkan: kualitas sinema Indonesia yang cukup mengkhawatirkan.

Dewasa ini, dunia sinematik Indonesia berputar di dalam varietas yang itu-itu saja; kisah horor yang disinemakan setelah sebelumnya viral di media sosial. Beralih ke ranah sinetron pun cukup mengecewakan, kisah-kisah yang dimainkan begitu monoton dan familiar, seakan-akan kisahnya hanyalah pendauran ulang dari kisah yang sudah ada sebelumnya. Beranjak dari isu tersebut, beragam film Indonesia mulai viral di platform Tiktok untuk dibandingkan dengan film luar negeri, seperti drama Korea hingga drama Thailand: Miracle of Alea yang dituduh memplagiasi adegan drama Korea Strong Woman Do Bong Soon, (@jntxs dalam platform Tiktok), Magic 5 yang dituduh mengambil referensi kekuatan yang dimiliki oleh tokoh di drama Thailand The Gifted (@pecintajj49 dalam platform Tiktok), Cinta Setelah Cinta yang dituduh memplagiasi beberapa adegan dari drama Korea Melancholia (@bethariaaqnpthi_jmnjxx dalam platform Tiktok), dan lain sebagainya.

Seluruh isu ini datang bersamaan di awal tahun 2023 dan menarik atensi publik, termasuk saya yang juga mengamati perkembangan industri film. Saya berkutat dengan berbagai media sosial untuk menelusuri akar permasalahan dari hal tersebut. Apakah ini sebuah taktik pemasaran? Benarkah pelaku industri film hanya berorientasi pada kuantitas laba dibandingkan dengan kualitas karya?

Melalui perbandingan tersebut, sampailah saya pada satu titik simpul terminasi: Industri musik Indonesia memiliki kesempatan yang lebih besar dibandingkan industri kreatif lainnya untuk maju menembus pasar internasional. Bilamana keadaan seperti ini tidak berubah dan tidak dicampurbaurkan dengan kepentingan ego kapitalis, sangat memungkinkan dalam beberapa tahun ke depan, industri musik Indonesia semakin gencar membuat gebrakan secara global secara bertahap.

Eksistensi musisi-musisi muda yang piawai menciptakan mahakarya hebat, masyarakat lokal yang terus menjadi konsumtif untuk terus mengapresiasi kegiatan seni, pengaruh digitalisasi yang mempermudah proses publisitas; selama potensi-potensi yang sudah ada dimanfaatkan dengan sebaik mungkin, maka saya percaya bahwa industri musik Indonesia akan mencapai tuju kesuksesannya pada satu titik di suatu hari nanti.

Penting bagi kita untuk mempertahankan pencapaian yang sudah kita miliki sampai hari ini, serta untuk selalu terbuka dengan kritik yang dipercaya untuk membangun demi keunggulan industri musik di masa mendatang.

Qhasdinna Syifa Alfiyanni

Biodata Singkat:

Qhasdinna Syifa Alfiyanni (kerap disapa Syifa) lahir di Bandung pada tanggal 9 Oktober 2004. Ia merupakan seorang mahasiswa program sarjana Sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran.

© Sepenuhnya. All rights reserved.