Ada yang baru nih dari Songmont! Tas Elegan dengan Kualitas Terbaik

Strict Parenting: Menjadi “Anak Layang-Layang” Menghambat Anak untuk Mencoba Hal Baru, Benarkah?

Metafora "Anak Layang-Layang" menggambarkan anak yang menjelajah keinginannya dengan kebebasan. Tetapi kebebasan itu tetap dalam pengawasan dan ...

Menjaga buah hati merupakan sebuah amanat yang diemban setiap orang tua. Tentunya setiap orang tua memiliki metode tersendiri dalam menjalankan tugas ini. Pola asuh yang diterapkan memiliki keberagaman. Keberagaman ini bersumber dari latar belakang masing-masing orang tua. Meski caranya berbeda, esensinya tetap sama yaitu menjaga, melindungi, serta membimbing sang buah hati.

Waktu dan tantangan yang dilalui bersama menjadi momen berharga dalam cerita hidup mereka. Bukan hanya tentang bagaimana menjaga, melindungi, dan membimbing buah hati. Melainkan mempersiapkan buah hati menjadi seorang yang tangguh, penuh empati, dan memiliki keberanian untuk berdiri sendiri.

Banyak orang tua berpikir bahwa semua jalan kehidupan buah hatinya harus ditentukan oleh mereka. Beberapa dari mereka mendisiplinkan anaknya karena khawatir akan terpengaruh pergaulan bebas. Selain itu, mereka merasa harus mempunyai aturan ketat untuk menjaga anaknya.

Pola asuh ketat dengan aturan tegas serta ekspektasi tinggi pada anaknya disebut strict parenting. Strict parenting ini sering kali membatasi ruang fleksibilitas anak-anaknya. Pembatasan ini berkaitan dengan control pada kehidupan sehari-hari serta dalam mengambil keputusan besar. 

Metafora "Anak Layang-Layang" menggambarkan anak yang menjelajah keinginannya dengan kebebasan. Tetapi kebebasan itu tetap dalam pengawasan dan batasan orang tua. Tali layang-layang menggambarkan orang tua yang mengarahkan arah terbang layang-layang. Ketegasan ini membentuk disiplin, mengukir karakter anak, membentuk kebiasaan, dan tanggung jawab, serta kemandirian.

Anak Layang-Layang

Kebiasaan seorang anak yang dibimbing dengan pola asuh layang-layang membentuk mental anak yang mudah bergantung pada orang lain. Ketergantungan itu seperti kurangnya keberanian untuk mengambil keputusan sendiri. Terlalu nyaman dengan aturan yang sudah ada sehingga cenderung susah untuk mencoba hal baru. Sisi lainnya rasa penasaran dari anak strict parent ini sangat tinggi.

Kurangnya Keberanian untuk Mengambil Keputusan Sendiri

Saya merupakan seorang anak dari orang tua yang cukup dikatakan sebagai strict parent. Saya merasa bahwa sulitnya mengambil keputusan sendiri itu hal yang dapat saya benarkan. Banyak aturan atau keinginan orang tua saya yang harus saya lakukan dan tidak perlu dipertimbangkan lagi.

Tahun 2016 orang tua saya mengatakan bahwa saya harus masuk SMP Negeri. Jika saya tidak bisa masuk SMP Negeri, maka semua keinginan saya tidak akan dipenuhi. Kata-kata itu terus berada dalam pikiran saya dan membuat saya sangat terbebani pada masa itu.

Ketika saya beranjak dewasa, ketergantungan dengan aturan yang ada membuat saya kesulitan untuk mengambil keputusan sendiri. Sebagian besar keputusan yang saya ambil harus ditanyakan terlebih dahulu kepada orang tua. Situasi yang saya alami mengartikan bahwa saya ragu untuk mengambil keputusan tanpa bimbingan. 

Hambatan untuk Mencoba Hal Baru, Benarkah?

Benar, tetapi tidak sepenuhnya benar. Steinberg, Lamborn, Dornbusch, dan Darling (1992) menemukan bahwa remaja yang dibesarkan oleh orang tua otoriter (pola asuh ketat) melaporkan hasil yang kurang optimal. Termasuk kepercayaan diri yang lebih rendah, yang bisa membatasi kemauan mereka untuk mencoba hal baru.

Zona nyaman yang mereka jalani memiliki potensi kecemasan terhadap kesalahan atau kegagalan. Kondisi ini dikarenakan anak selalu diarahkan dan dipantau secara ketat oleh orang tua. Hasilnya anak akan merasa sulit mencoba hal baru yang akan mengeluarkan mereka dari zona nyaman. Hal baru yang mereka anggap ketidakpastian yang akan bertemu dengan kendala yang mungkin dihadapi.

Sebaliknya, tidak semua “Anak layang-layang” merasa ragu untuk mencoba hal baru, lho. Rasa penasaran besar yang mereka miliki membuat mereka semangat untuk mengenal hal baru. Semangat ini muncul ketika mereka merasa bahwa banyak hal baik lain yang ternyata belum mereka coba.

Anak-anak yang jarang mendapat kesempatan untuk eksplorasi cenderung lebih menghargai dan memanfaatkan kesempatan yang ada. Kesempatan itu mereka gunakan untuk mencoba hal baru. Menikmati hal yang belum mereka rasakan sebelumnya.

Saat saya masih sekolah saya jarang diperbolehkan untuk bereksplorasi ke suatu tempat dengan jarak jauh. Saya hampir tidak pernah explore tempat-tempat yang mengasyikan walau sekedar refreshing. Pembatasan ini memang baik karena orang tua saya khawatir akan keadaan saya.

Namun saat saya sudah merantau, saya memanfaatkan kesempatan untuk mengeksplorasi tempat-tempat indah untuk sekedar refreshing dari banyaknya tugas kuliah. Hal ini saya lakukan karena saya merasa penasaran untuk mengunjungi tempat yang belum saya kunjungi. Walau saya memiliki kesempatan, saya akan selalu mengingat aturan orang tua saya yang harus tetap berada di jalan yang lurus.

“Anak layang-layang” yang memanfaatkan kesempatan akan bereksplorasi untuk mencoba banyak hal baru. Selalu mengingat bahwa di belakang kita masih ada orang tua yang akan selalu menginginkan anaknya tetap menjaga dirinya dengan baik. Orang tua yang akan selalu menjaga anaknya di situasi apapun. 

Penulis: Anisa Maulina
© Sepenuhnya. All rights reserved.